Pertempuran Nahawand Iran: Kisah Matinya Panglima Perang Persia Firozan
Pertempuran Nahawand terjadi pada tahun 642 antara pasukan Arab Muslim melawan pasukan Kekaisaran Sasania. Pertempuran berakhir dengan kemenangan mutlak bagi pihak Muslim, dan akibatnya pihak Persia kehilangan kota-kota di sekitar wilayah tersebut, termasuk kota penting Sephahan, yang kini bernama Isfahan di Iran .
Kala itu, Pasukan Sassania berjumlah 150.000 orang di bawah pimpinan Peroz Khosrau yang diangkat Yazdigird III menjadi pemimpin tertinggi. Mereka berasal dari wilayah-wilayah Media, Azerbaijan, Khurasan, Gurgan, Tabaristan, Merw, Baktria, Sistan, Kerman, dan Farsistan, yang mengambil posisi bertahan di luar kota Nahawand.
Sedangkan di pihak Arab, Nu'man bin Muqarrin memimpin 30.000 orang pasukan, yang berasal pangkalan Arab Muslim dari Irak, Khuzistan, dan Sawad.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab" (PT Pustaka Litera AntarNusa, April 2000) mengisahkan pada malam yang gelap pasukan Persia terpukul mundur. Pasukan muslim terus mendesak. Mereka pun berlarian.
Firozan sendiri termasuk yang lari mencari selamat. Ia tinggal seorang diri sebagai pelarian, memacu kudanya ke arah Hamazan dengan harapan akan dapat berlindung.
Waktu itu ia terlihat oleh Nu'aim bin Muqarrin. Ia dikejar oleh Qa'qa' bin Amr dari belakang hingga berhasil menyusulnya ketika sampai di jalan pegunungan ke Hamazan. Karena ada keledai-keledai dan bagal-bagal yang membawa madu lalu di jalan itu, panglima pelarian itu terhalang jalannya.
Ia turun dengan berjalan kaki ingin menyelamatkan diri di gunung itu. Qa'qa' membuntutinya terus sampai berhasil ia membunuhnya. Setelah mengetahui peristiwa itu pasukan Muslimin berkata: "Allah mempunyai pasukan madu," yang kemudian menjadi peribahasa, dan jalan pegunungan itu pun diberi nama "Jalan Madu."
Sisa-sisa pasukan Persia yang melarikan diri itu sampai di Hamazan. Tetapi pasukan Muslimin tidak membiarkan mereka memasuki kota dalam keadaan selamat. Mereka terus dikejar dan dikepung di kota itu.
Mereka bersumpah tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum pintu-pintu kota dibuka. Penguasa kota itu tahu apa yang telah menimpa Firozan dan pasukannya. Ia mengirim delegasi kepada Muslimin meminta perlindungan dan mengadakan perundingan.
Qa'qa' menerima tawaran itu dengan syarat ia dapat menjamin Hamazan dan Dastaba untuk mereka; jangan ada yang menikam Muslimin dari belakang, memberikan keamanan kepada Muslimin dan jangan ada yang menyerang mereka. Dengan demikian semua orang merasa aman dan semua yang lari kembali. Mereka kini hidup tenang.
Tatkala Qa'qa' dengan pasukannya kembali, ternyata Huzaifah sudah memasuki Nahawand sesudah terjadi pertempuran sengit dan berhasil menguasai semua rampasan perang, yang kemudian diserahkan kepada Sa'ib bin Agra' yang ditunjuk oleh Khalifah Umar bin Khattab untuk mengurusnya.
Rampasan perang yang diperoleh ketika itu telah melebihi dugaan pasukan Muslimin. Huzaifah bin Yaman kemudian membagikannya kepada para penakluknya, dengan tambahan bagi mereka yang berpengalaman dalam perang dan memberikan juga kepada pasukan yang ditugasi menjaga barisan belakang prajuritnya agar tidak diserang dari belakang.
Begitu juga mereka yang dijadikan perisai pasukan Muslimin mendapat bagian, seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit yang ada di dalam pertempuran. Sungguhpun begitu anggota pasukan berkuda semua mendapat enam ribu dan anggota artileri dua ribu.
Di samping itu Kisra dulu sudah menitipkan permata berlian kepada pengurus rumah ibadah Majusi, yang oleh Kisra disediakan untuk para penggantinya, dan pihak Muslimin tidak berhasil menemukan barang-barang berharga itu.
Sementara mereka sedang dalam suasana gembira ria dengan karunia Allah itu tiba-tiba datang pengurus rumah ibadah Majusi itu meminta suaka untuk dirinya - dan untuk siapa saja yang dapat menunjukkan kepada Huzaifah tempat penyimpanan barang yang amat berharga itu.
Setelah Huzaifah memberikan suaka kepadanya, ia mengeluarkan dua peti perhiasan penuh dengan permata berlian yang sangat berharga. Pasukan Muslimin melihat kedua peti itu tetapi mereka sudah merasa berkecukupan dengan rampasan perang yang sudah mereka peroleh. Mereka sudah tidak memerlukannya lagi. Menurut hemat mereka lebih baik barang-barang ini dikhususkan untuk Khalifah Umar.
Sesudah pasukan itu merasa puas tinggal di sana dan dengan rampasan perang yang ada, Sa'ib bin Agra' membawa kedua peti itu berikut seperlima rampasan perang. Setelah itu ia berangkat ke Madinah hendak menyampaikan berita kemenangan itu kepada Umar sambil menyerahkan rampasan perang yang besar itu.
Sementara semua itu terjadi di Nahawand, di Madinah Umar terus memantau berita-berita mengenai pasukan Muslimin. Sebenarnya ia sangat prihatin jika yang disampaikan kepadanya berita yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu tidurnya hanya sedikit sekali. Sebagian besar malam-malam seperti itu digunakan untuk memohon kepada Allah agar pasukan Muslimin diberi kemenangan.
Ketika malam itu yang diperkirakan ia akan bertemu dengan mereka, ia keluar mencari berita. Sudah timbul firasat bahwa Allah telah memberikan kemenangan dan telah menepati janji-Nya.
Huzaifah sudah mengutus Turaif bin Sahm ke Madinah untuk secepatnya menyampaikan berita itu. Ketika sampai di Madinah, menjawab pertanyaan Umar ia berkata bahwa Allah memberikan karunia-Nya berupa kemenangan kepada pasukan Muslimin, tetapi segala yang kurang menyenangkan dirahasiakannya.
Sudah tentu Khalifah Umar dan kaum Muslimin ikut bergembira. Mereka menadahkan tangan kepada Allah dengan rendah hati dan penuh rasa takut. Lalu mereka cepat-cepat ke Masjid melakukan salat sebagai tanda syukur kepada Allah.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment