Peristiwa di Bulan Syawal: Nabi Muhammad SAW Berdakwah ke Thaif dan Diusir Warga Setempat

Peristiwa di Bulan Syawal: Nabi Muhammad SAW Berdakwah ke Thaif dan Diusir Warga Setempat
Nabi Muhammad SAW keluar dari Makkah menuju Thaif. Namun di daerah ini ia diusir penduduk setempat. Ilustrasi: SINDOnews
Pada tanggal 27 tahun ke-10 Hijriyah, Nabi Muhammad SAW berdakwah di Thaif . Daerah yang berada di sebelah tenggara Makkah sekitar 80 km. Kini, Thaif adalah kota terbesar ketiga setelah Kota Makkah dan Madinah .

Kota Thaif diberkahi dengan tanah yang subur, walaupun komposisi bebatuan lebih mendominasi. Dengan kesuburan yang dimilikinya, maka kota Thaif terkenal dengan kekayaan produk pertanian. Berbagai jenis buah-buahan, seperti anggur, kurma, delima dan lain-lain dihasilkan oleh daerah yang subur ini.

Dr Mahdi Rizqullah Ahmad dalam buku berjudul "As-Sîratun-Nabawiyatu fi Dhau-il Mashâdiril ash Liyyah" mengisahkan sepeninggal Abu Thalib dan Khadijah ra , gangguan kaum Quraisy terhadap Rasulullah SAW semakin meningkat. Abu Thalib adalah paman Rasulullah dan Khadijah istrinya.

Kaum Quraisy tak peduli dengan kesedihan yang tengah menghinggapi Rasulullah. Hingga akhirnya, beliau memutuskan meninggalkan Makkah menuju Thaif. Beliau berharap penduduk Thaif mau menerimanya.

Harapan Rasulullah SAW ternyata tinggal harapan. Penduduk Thaif menolak beliau dan mencemoohnya, bahkan mereka memperlakuan secara buruk terhadap Rasulullah SAW.

Kenyataan ini sangat menggoreskan kesedihan dalam hati Rasulullah SAW. Maka beliaupun kembali ke Makkah dalam keadaan sangat sedih, merasa sempit dan susah.

Begitulah sambutan penduduk Thaif. Penolakan mereka saat itu sangat mempengaruhi jiwa Nabi Muhammad SAW, sehingga beliaupun bersedih. Namun kesedihan ini tidak berlangsung lama. Karena sebelum beliau sampai di Makkah, saat melakukan perjalanan kembali dari Thaif, Rasulullah mendapatkan pertolongan Allah SWT.

Pertolongan ini sangat berpengaruh positif pada jiwa beliau, mengurangi kekecewaan karena penolakan penduduk Thaif, sehingga semakin menguatkan tekad dan semangat beliau mendakwahkan din (agama) yang hanif ini.

Pertongan pertama datang saat beliau berada di Qarnuts-Tsa’âlib atau Qarnul-Manazil. Allah mengutus Malaikat Jibril bersama malaikat penjaga gunung yang siap melaksanakan perintah Rasulullah SAW atas perlakuan buruk penduduk Thaif. Namun tawaran ini diabaikan Rasulullah SAW. Beliau tidak berkeinginan melampiaskan kekecewaaan atas penolakan penduduk Thaif. Justru sebaliknya, beliau mengharapkan agar dari penduduk Thaif ini terlahir generasi bertauhid yang akan menyebarkan Islam.

Inilah akhlak Rasulullah SAW yang teramat agung. Saat beliau mampu membalas perlakuan buruk dari kaumnya, namun justru memberikan maaf dan mendoakan kebaikan. Demikian ini selaras dengan beberapa sifat beliau yang diceritakan dalam al-Qur’ân, seperti sifat lemah lembut, kasih sayang, dan sangat menginginkan kebaikan bagi umatnya.

Kemudian pertolongan dan dukungan yang kedua, yaitu saat beliau berada di lembah Nakhlah, dekat Makkah. Beliau tinggal di sana selama beberapa hari. Pada saat itulah Allah SWT mengutus sekelompok jin kepada beliau.

Mereka mendengarkan al-Qur`ân dan kemudian mengimaninya. Peristiwa itu disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam dua surat, yaitu al-Ahqâf dan al-Jin ayat 1 hingga 15.

Allah berfirman dalam surat al-Ahqâf/46 ayat 29-31 :

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا ۖ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ ﴿٢٩﴾ قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ ﴿٣٠﴾ يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur`ân, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur`ân) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. ( QS al-Ahqâf : 29-31)

Kedua peristiwa di atas meningkatkan optimisme beliau, sehingga bangkit berdakwah dengan penuh semangat tanpa peduli dengan berbagai penentangan yang akan dihadapinya.

Perlindungan Al-Muth'im bin ‘Adiy

Setelah kembali ke Makkah, beliau mendapatkan perlindungan dari al-Muth’im bin ‘Adiy, sehingga kaum kafir Quraisy tidak leluasa mengganggunya. Al-Muth’im memiliki dua jasa sangat besar kepada Rasulullah SAW.

Pertama, ia memiliki peran dalam perusakan kertas perjanjian pemboikotan yang ditempelkan di dinding Kakbah. Kedua, ia memberikan perlindungan saat kaum Quraisy berusaha mengusir dan mengganggu beliau.

Jasa al-Muth’im ini selalu diingat oleh Rasulullah SAW. Sehingga seusai mengalahkan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badr, beliau bersabda perihal para tawanan:

لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ
Seandainya al-Muth’im bin Adiy masih hidup, lalu dia mengajakku berbicara tentang para korban yang mati ini (maksudnya, meminta beliau membebaskan mereka, Pen.), maka tentu aku serahkan mereka kepadanya. (HR Bukhari)
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: