5 Keutamaan Persia dalam Islam Berdasar Hadis Nabi Muhammad SAW
Setidaknya ada 5 keutamaan Persia dalam Islam.
1. Persia tersirat dalam Al-Quran Surat Al-Jum’ah ayat 3 dan Surat Muhammad ayat 38. Allah ta’ala berfirman:
وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمّا يَلْحَقُواْ بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [ QS Al-Jum’ah : 3].
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, Ibnu Abi Haatim, dan Ibnu Jariir, melalui jalan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ”:
Kami pernah duduk-duduk bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu diturunkan kepada beliau surat Al-Jum’ah : ‘Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka’ (QS. Al-Jum’ah : 3).
Para shahabat bertanya: “Siapakah mereka wahai Rasulullah ?”.
Beliau tidak memberikan jawaban kepada mereka sehingga beliau sempat ditanya ketiga kalinya, sedang di antara kami terdapat Salman Al-Faris i.
Rasulullah SAW lalu meletakkan tangannya di atas tubuh Salman Al-Farisi seraya bersabda: “Seandainya keimanan itu ada pada bintang Tsurayaa, pastilah akan dicapai oleh beberapa orang atau seseorang di kalangan mereka”.
Ibnu Katsir melanjutkan: “Dalam hadis ini terdapat bukti yang menunjukkan bahwa surat ini adalah Madaniyyah, dan juga menunjukkan keumuman pengutusan Muhammad SAW sebagai Nabi kepada seluruh umat manusia.
Hal itu disebabkan karena beliau menafsirkan firman Allah ta’ala: “Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka” dengan Persia.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengirimkan surat ke Persia, Romawi, dan umat-umat lainnya. Beliau menyeru kepada mereka untuk menempuh jalan Allah ta’ala serta mengikuti apa yang dibawanya.
Oleh karena itu Mujaahid dan yang lainnya berkata mengenai firman Allah ta’ala: “Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka”; ia berkata: “Mereka adalah orang-orang ‘Ajam (non-Arab) dan semua orang yang membenarkan Nabi SAW dari kalangan selain ‘Arab”.
Selanjutnya, dalam Surat Muhammad ayat 38 Allah ta’ala berfirman:
وَإِن تَتَوَلّوْاْ يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمّ لاَ يَكُونُوَاْ أَمْثَالَكُم
“Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini” [ QS Muhammad : 38].
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata ketika turun ayat ini para sahabat bertanya : “Siapakah mereka wahai Rasulullah?”.
Beliau bersabda – yang waktu itu Salman ada di sisi beliau - : ‘Mereka adalah bangsa Persia, orang ini (yaitu Salman) dan kaumnya” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar no. 2135; sanadnya hasan].
Ada juga hadis dari dari Usamah bin Zaid, dari Sa’iid bin Al-Musayyib, ia berkata: “Seandainya aku bukan berasal dari Quraisy, sungguh aku senang jika aku berasal dari Persia, kemudian aku senang jika aku berasal dari Ashbahaan” [Diriwayatkan oleh 'Aliy bin Ja'd no. 2921; sanadnya hasan].
2. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dalam Iqtidlaa’ Ash-Shiraathil-Mustaqiim menyebut bahwa para ulama berkata Salman Al-Farisiy termasuk penduduk Ashbhaan. Begitu pula ‘Ikrimah maulaa Ibni ‘Abbaas dan yang lainnya.
Sesungguhnya atsar-atsar Islam yang ada di negeri Ashbahaan lebih tampak dibandingkan negeri-negeri yang lain, hingga Al-Haafidh ‘Abdul-Qaadir Ar-Rahaawiy rahimahullah berkata: ‘Aku tidak pernah melihat satu negeri setelah Baghdaad yang lebih banyak hadisnya dibandingkan Ashbahaan’.
3. Para imam sunah dalam hal ilmu, fiqh, hadis, dan seluruh ilmu Islam yang murni yang dimiliki penduduk Ashbahaan lebih banyak dibandingkan selain mereka. Hingga dikatakan bahwa hakim-hakim mereka termasuk fuqahaa’ hadis semisal Shaalih bin Ahmad bin Hanbal, Abu Bakr bin Abi ‘Aashim, dan yang lainnya…..”
4. Al-Ashmaa’iy mengatakan orang ‘ajam (non ‘Arab) negeri Ashbahaan adalah Quraisy-nya orang-orang ‘ajam”.
5. Banyak sekali ulama Ahlus-Sunnah yang berasal dari negeri Persia, di antaranya Salmaan Al-Faarisiy, Fairuuz Ad-Dailamiy Al-Faarisiy Al-Yamaniy, Saalim maulaa Hudzaifah, dan Munabbih bin Kaamil radliyallaahu ‘anhum.
Dan setelah mereka di antaranya: Thaawuus bin Kaisaan (w. 106), Al-A’masy (w. 148 H), Sibawaih Al-Faarisiy (w. 183 H), Adz-Dzuhliy (w. 258 H), Muslim bin Al-Hajjaaj (w. 261 H), Abu Zur’ah Ar-Raaziy (w. 264 H), Abu Haatim Ar-Raaziy (w. 277 H), Muhammad bin ‘Iisaa At-Tirmidziy (w. 279 H), ‘Abdurrahmaan bin Ahmad An-Nasaa’iy (w. 303 H), Ibnu Maajah (w. 309 H) dan Abu Ja’far Ath-Thabariy (w. 310 H).
Selanjutnya, Ibnu Khuzaimah (w. 331 H), ‘Abdullah bin Ja’far bin Darastawaih Al-Faarisiy An-Nahwiy (w. 347 H), Al-Hasan bin ‘Abdirrahmaan Ar-Raamahurmuziy (w. 360 H), Abusy-Syaikh Al-Ashbahaaniy (w. 369 H), Abu ‘Abdillah Al-Haakim An-Naisaabuuriy (w. 405 H), Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy (w. 430 H), Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqiy (w. 458 H), ‘Abdul-Wahhaab bin Muhammad Al-Ashbahaaniy (w. 475 H), Ibnu Faaris Al-Lughawiy (lahir tahun 395 H), Abul-Qaasim bin Muhammad Al-Ashbahaaniy (w. 535 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment