Sikap Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Persia dan Romawi

 Sikap Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Persia dan Romawi

Abu Bakar lebih memilih mengarahkan perhatian orang-orang Arab itu ke balik perbatasan Semenanjung. Ilustrasi: Ist/mhy
Perang antara Romawi dan Persia menjadi perhatian penduduk Makkah dan Medinah karena perang itu berlarut-larut selama 7 abad. Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menulis bagi penduduk Arab kedua imperium besar itu bukan masalah.

"Lebih-lebih lagi setelah ada seorang nabi tampil dari kalangan Arab dan bergabungnya negeri-negeri Arab di bawah panji Islam," ujarnya.

Sungguhpun begitu, menurut Haekal, pihak Arab sendiri tak terdorong atau terpikir untuk menyerangnya, sekalipun mereka yakin bahwa Semenanjung itu harus merdeka dari Persia dan Romawi, dan kemerdekaan itu kemudian harus dipertahankan.

Oleh karena itu, Yaman dan daerah selatan seluruhnya harus lepas dari genggaman Persia. Di samping itu, sebagian besar tujuan Rasulullah SAW untuk mengamankan perbatasan negeri Arab di utara itu dari tentara Romawi.

Sebagai pengingat, kala itu Irak dikuasai keturunan Arab yakni Banu Lakhm dan Syam dikuasai Banu Gassan. Pada waktu itu perang berlangsung antara Persia yang bersekutu dengan Irak, dengan Romawi yang bersekutu dengan Syam.

Dalam perang ini posisi Banu Lakm sangat kuat, sehingga karenanya dalam perjanjian damai antara Persia dengan Rumawi, pihak Romawi harus membayar upeti tiap tahun kepada Raja Munzir.

Pada era Khalifah Abu Bakar sudah terpikir untuk membebaskan Syam dan Irak dari kekuatan imperium tersebut. Apalagi, kala itu Abu Bakar sukses menumpak kaum murtad.

Sejak Khalid bin Walid berhasil membungkam Musailimah di Yamamah, Muhajir bin Abi Umayyah dan Ikrimah bin Abi Jahl berjaya mengibarkan panji Islam di Yaman dan sekitarnya, seluruh Semenanjung itu yakin bahwa dengan izin Allah kemenangan akan di tangan Abu Bakar, Khalifah Rasulullah.

Haekal mengatakan tetapi Abu Bakar rupanya cukup arif untuk tidak dininabobokkan oleh kemenangan itu lalu melupakan dendam yang masih tersembunyi dalam hati orang-orang Arab yang kemudian akan dapat menimbulkan gejolak lagi.

Abu Bakar lebih memilih mengarahkan perhatian orang-orang Arab itu ke balik perbatasan Semenanjung sehingga mereka lupa akan segala dendam.

Di pedalaman Syam kabilah-kabilah Arab itu tersebar di mana-mana. Mereka itulah yang seharusnya menyambut seruan agama baru ini seperti orang-orang Arab di Semenanjung.

Barangkali kabilah-kabilah itu jika mendengarkan seruan ini - karena bagaimanapun juga masih ada pertaliannya dengan leluhur - akan mengingatkan mereka ke masa silam, lalu cepat-cepat mengikuti saudara sepupunya yang sudah mendapat petunjuk Allah kepada agama yang benar, dan ikut bersama-sama mengucapkan kalimat syahadat, bahwa tiada tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: