Kisah Pembebasan Al-Aqsha: Salib Besar Diungsikan ke Gereja Santo Aya Sophia

 Kisah Pembebasan Al-Aqsha: Salib Besar Diungsikan ke Gereja Santo Aya Sophia

Hagia Sophia, masjid yang sebelumnya menjadi gereja. anadulu agency
Kisah pembebasan al-Aqsha di era Umar bin Khattab tidaklah sederhana. Romawi takluk setelah didahului perang sengit antara pasukan muslim dan pasukan Kristen Romaw i.

Muhammad Husain Haekal mengisahkan Amr bin As yang kala itu ditunjuk menjadi panglima perang oleh Abu Ubaidah bin Jarrah , memutuskan menyerang Palestina setelah mengetahui kondisi musuh. Pasukan muslim dan Romawi bertemu di Ajnadain. Mereka saling berhadap-hadapan dalam pertempuran yang sengit.

Kedua pihak tahu benar, bagaimana dampaknya peristiwa hari itu bagi kehidupan Imperium Romawi dan bagi kehidupan Islam. "Oleh karena itu, pertempuran di Ajnadain berkecamuk begitu sengit, serupa dengan yang terjadi di Yarmuk, yang banyak menelan korban di kedua belah pihak," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 2000).

Menurutnya, sampai beberapa lama kalah menang pada keduanya silih berganti. Tetapi pasukan Muslimin lebih tabah. Dalam pada itu berita-berita mengenai kemenangan Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid di utara Syam sampai juga kepada mereka dan kepada pihak Romawi.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani penduduk Palestina bersikap sebagai penonton, baik terhadap penguasa atau terhadap penyerangnya. Mereka tidak tampak bersemangat memihak kepada Romawi ataupun tampak marah kepada pasukan Muslimin. Berita-berita tentang kemajuan saudara-saudaranya serta sikap penduduk sipil di sekitarnya itu menambah semangat dan ketabahan Amr dan pasukannya.

Atrabun Menarik Pasukannya

Sesudah matahari terbenam, Panglima Perang Romawu, Atrabun, melihat barisannya sudah mulai kacau dan anggota-anggota pasukannya tampak kelelahan. Ia menarik mundur pasukannya ke arah Yerusalem.

Setelah mundurnya pasukan musuh itu dilihat oleh Alqamah bin Hakim dan Masruq al-Akki, mereka memerintahkan anak buahnya agar memberi jalan. Atrabun dan pasukannya yang masih tersisa memasuki kota. Ia percaya pada kukuhnya benteng-benteng dan kuatnya perlawanan kota itu, dengan harapan pada suatu hari nasib tidak akan terlalu suram baginya. Dengan demikian harapan menang akan dapat menggantikan kekalahannya hari itu.

Amr memerintahkan Alqamah bin Hakim, Masruq al-Akki dan Abu Ayyub al-Maliki berikut semua angkatan perangnya agar bermarkas di Ajnadain.

Dia sendiri bersama mereka sedang mempertimbangkan kemungkinan menyerang Atrabun di Baitulmukadas. Mereka berpendapat akan menempatkan diri di sekitar kota itu sebelum mengadakan penyerangan dan dari arah laut akan memotong garis perjalanannya jika ia mundur, setelah itu akan membebaskan Rafah, Gaza, Sabastiah, Nablus, Lad, Amawas, Bait Jibrin dan Jaffa.

Sebagian dibebaskan dengan paksa, dan sebagian menyerah tanpa pertempuran dan dengan senang hati membayar jizyah.

Dengan demikian, hanya tinggal Baitulmukadas (Yerusalem) dan Ramlah yang karena masih kuat bertahan dikepung oleh pasukan Muslimin. Kala itu, mereka merasa sudah aman, tak ada yang akan menyerang mereka dari belakang.

Surat dari Atrabun

Sementara mereka sedang berpikir-pikir apa yang akan mereka perbuat, tiba-tiba Amr menerima surat dari Atrabun yang mengatakan “Anda teman saya dan sebanding dengan saya. Anda di tengah-tengah bangsa Anda sama dengan saya di tengah-tengah bangsa saya. Maka janganlah sesudah Ajnadain Anda mencoba-coba hendak membebaskan Palestina. Kembalilah dan janganlah Anda tertipu; Anda akan mengalami kehancuran seperti nasib mereka yang sebelum Anda!”

Amr tak habis heran ketika membaca surat itu. Surat itu dibalasnya dengan mengatakan bahwa “dialah yang akan membebaskan kota ini.”

Dimintanya kepada Atrabun agar ia berunding dulu dengan stafnya kalau-kalau mereka mau menasihatinya sebelum ia menyergapnya. Tetapi pasukan Muslimin sudah tak ada lagi di Ajnadain sehingga ia masih memerlukan adanya bala bantuan.

Selanjutnya Amr bin As menulis surat kepada Umar bin Khattan minta dikirim bala bantuan dan sekaligus meminta pendapatnya, dengan menyebutkan: “ ... Saya sedang bergulat dengan perang yang sungguh sulit untuk diterobos, dengan kota-kota yang masih banyak mempunyai persediaan. Sangat mengharapkan pendapat Anda.”

Umar bin Khattab menerima surat itu dan membacanya. Yang sudah pasti, sumber-sumber para sejarawan itu semua menyebutkan - dari kalangan Muslimin dan yang bukan - bahwa setelah itu Umar pergi ke Baitulmukadas dan mengadakan perjanjian damai dengan para penguasa kota itu. Tetapi apa yang terjadi antara diterimanya surat itu dengan kedatangannya ke Palestina serta perjanjian damai yang diadakan terdapat perbedaan sangat besar.

Menurut Haekal, yang sudah sama-sama disepakati, bahwa kejadian di Ajnadain itu membuat pihak Baitulmukadas diliputi rasa ketakutan. Yang sudah tertanam dalam hati mereka bahwa kota ini pasti akan dikuasai Arab. Itu sebabnya mereka cepat-cepat mengadakan persetujuan dengan Uskup Agung Severinus.

Salib Besar dan segala perlengkapan yang ada dalam gereja-gereja dipindahkan ke pantai dan dimasukkan ke dalam kapal lalu dikirimkan kepada Raja di Konstantinopel, untuk kemudian meletakkan Salib Besar itu di Gereja Santo Aya Sophia.

Atrabun sudah terlebih dahulu menarik angkatan bersenjatanya dari Baitulmukadas ke Mesir sebelum ada perundingan damai antara Umar dengan utusan-utusan kota Baitulmukadas.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: