Kedudukan Orang Kafir yang Berada di Wilayah Pemerintahan Islam

 Kedudukan Orang Kafir yang Berada di Wilayah Pemerintahan Islam

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Foto/Ilustrasi: al Jazeera
Seluruh umat Islam dari dahulu sampai sekarang sudah sepakat, bahwa apa yang bermanfaat buat mereka bermanfaat juga bagi ummat Islam dan apa yang membahayakan mereka, berbahaya juga bagi ummat Islam. Kecuali masalah keyakinan dan urusan agama, maka Islam berlepas diri dari mereka berikut cara-cara persembahannya.

Rasulullah SAW memperkeras wasiatnya tentang masalah ahli kitab ini, dengan suatu ancaman siapa yang menentangnya akan mendapat murka dan siksaan Allah.

Seperti tersebut dalam salah satu hadisnya yang berbunyi sebagai berikut:

"Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka sungguh ia mengganggu saya, dan barangsiapa mengganggu saya, maka sungguh ia mengganggu Allah." (Riwayat Thabarani)

"Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka saya adalah musuhnya, dan barang

"Barangsiapa berlaku zalim kepada seorang kafir 'ahdi, atau mengurangi haknya, atau memberi beban melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu daripadanya dengan niat yang tidak baik, maka saya adalah pembelanya nanti di hari kiamat." (Riwayat Abu Daud)

Para khalifah Nabi telah melaksanakan perlindungan hak dan kehormatan ini terhadap warga negara yang bukan beragama Islam. Dan diperkuat pula oleh para ahli fikih dalam berbagai mazhab.

Seorang ahli fikih Maliki Syihabuddin al-Qarafi mengatakan: "Perjanjian perlindungan adalah menentukan hak yang harus kita patuhinya karena sesungguhnya mereka itu berada di samping kita, dalam perlindungan kita, dalam perjanjian kita, dalam perjanjian Allah, dalam perjanjian Rasulullah dan dalam perjanjian Islam. Oleh karena itu barangsiapa mengganggu mereka kendati dengan sepatah kata yang tidak baik, atau dengan mengumpat yang menodai kehormatan mereka, atau macam gangguan apapun atau membantu perbuatan tersebut, maka sungguh ia telah mengenyampingkan perjanjian Allah, perjanjian Rasulullah dan perjanjian Agama Islam."

Ibnu Hazm, salah seorang ahli fikih Dhahiri mengatakan: "Kalau ada kafir harbi datang ke negeri kita untuk mengganggu ahludz-dzimmi, maka kita wajib keluar untuk melawannya dengan memanggul senjata dan bersedia mati demi melindungi orang yang berada dalam lindungan Allah dan RasulNya. Sebab menyerahkan mereka ini berarti mengabaikan perjanjian perlindungan."

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: