Abu Ubaidah, Komandan Perang yang Menaklukkan Yerusalem di Era Khalifah Umar bin Khattab

 Abu Ubaidah, Komandan Perang yang Menaklukkan Yerusalem di Era Khalifah Umar bin Khattab

Abu Ubaidah adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia termasuk paling awal memeluk agama Islam. Ilustrasi: Ist
Nama pahlawan Islam ini tak sepopuler Khalid bin Walid . Dia adalah Abu Ubaidah bin Jarrah . Dia pula yang menjadi komandan perang saat Yerusalem takluk di bawah Islam pada era Khalifah Umar bin Khattab .

Sekadar mengingatkan, Abu Ubaidah adalah sahabat Nabi Muhammad SAW . Ia termasuk paling awal memeluk agama Islam. Beliau salah seorang dari 10 orang yang dijanjikan masuk surga.

Pada saat Umar bin Khattab menjabat sebagai Khalifah, karir Abu Ubaidah bin Jarrah di militer amat mencorong. Ia menggantikan Khalid bin Walid sebagai pemimpin perang saat melawan pasukan Romawi .

Dr Gandhi Liyorba Indra, S.Ag., M.Ag. dalam bukunya berjudul "Pasang Surut Peradaban dalam Lintas Sejarah" menyebut di era Umar bin Khattab pula, ekspansi wilayah Islam dilakukan dengan gencar.

Sebut saja perluasan Islam ke Syria dan jatuhnya kota Damaskus. Ketika kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq , ekspansi ke wilayah Syria memang sudah dirintis, tetapi belum dikuasai, Abu Bakar keburu wafat. Perang ini dinamakan Perang Yarmuk, yaitu perang antara pasukan muslim dengan tentara Byzantium, yang dipimpin oleh Khalid bin Al Walid.

Setelah Umar menjabat sebagai Khalifah, pemimpin pasukan diganti Abu Ubaidah bin Jarrah. Dalam pertempuran ini, kaum muslimin memenangkan perang dan berhasil menaklukan kota Damaskus yang menjadi ibu kota Syria pada tahun 636M.

Begitu juga jatuhnya Kota Baitul Maqdis. Ketika pasukan Islam menyerang Yerusalem, tentara Romawi Timur dipimpin oleh Jenderal Aretion dengan benteng-benteng pertahanan yang kuat.

Peristiwa ini menyebabkan rakyat hampir mati kelaparan, sehingga wali kotanya membuat pernyataan yang isinya, tentara Romawi di Syria menyerah kalah.

Kota Baitul Maqdis pun diserahkan dengan syarat yang menerima Khalifah Umar bin Khatab sendiri.

Pada tahun 637 setelah pengepungan selama 4 bulan terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya berhasil mengambil Alih kota tersebut.

Ketika itu, Umar memberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Chruch of the Holy Sepulchre). Akan tetapi, Umar memilih untuk salat di tempat lain agar tidak membahayakan gereja.

Sekitar 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan di tempat ia salat. Setelah jatuhnya kota Baitul Maqdis, berarti seluruh daerah Syria jatuh ke tangan Islam. Pertempuran mengalahkan Syria itu memakan waktu kurang lebih 6 tahun.

Ikrar Khalifah

Pada saat mengambil alih Yerusalem, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan ikrarnya yang masyhur. Kepada warga ia tetapkan:

''Demi Allah!, jaminan keamanan bagi diri mereka, kekayaan, gereja, dan salib mereka, bagi yang sakit, bagi yang sehat, dan seluruh masyarakat beragama di Kota Suci itu; bahwa gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, takkan ada satu barang pun diambil dari mereka atau kediaman mereka, atau dari salib-salib maupun milik penghuni kota, bahwa para warga tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, bahwa tak seorang pun akan dicederai. Dan bahwa, tak seorang Yahudi pun akan menghuni Aelia.''

Menurut ''Al-Quds Document'' yang diterbitkan Organisasi Konperensi Islam (OKI), janji Umar bahwa ''tak seorang Yahudi pun menjadi penghuni Aelia, Jerusalem'' diberikan atas permintaan Saphronius sendiri.

Ini mengingat pengkhianatan orang Yahudi, membantu penguasa Persia yang membawa lari Salib (tetapi berhasil direbut kembali oleh Heraclius) di awal abad ke-7 Masehi. Namun Umar menolak permintaan uskup tersebut. Ia tetap memperbolehkan, orang-orang Yahudi tetap diberi hak memasuki dan tinggal di Jerusalem.

Ikrar itu disaksikan para Sahabat Nabi dan pahlawan Islam yang tersohor seperti Khalid Ibn Walid, Amr Ibn 'Aash, Abdurrahman Ibn Auf, dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan.

Menurut catatan para pakar sejarah, penaklukan Jerusalem, Palestina dan Syam (Suriah) oleh pasukan Islam ternyata berjalan sangat mulus dan mudah.

''Boleh jadi orang-orang Suriah di abad ke-7 itu memandang kaum Arab Muslim lebih dekat kepada mereka dalam kaitan kesukuan, bahasa maupun barangkali juga agama, dibanding para penguasa Bizantium (Romawi Timur),'' tulis Philip Hitti.

Begitulah Umar membangun fondasi toleransi sejalan dengan semangat yang ditetapkan Islam: '"Tak ada paksaan dalam agama. Telah jelas beda petunjuk dan kebohongan.'' ( QS Al-Baqarah ). Para pakar sejarah mencatat betapa rakyat Palestina dan warga al-Quds menyambut baik datangnya kekuasaan Islam. Kebanyakan orang-orang itu beragama Kristen dan sebagian kecil di antara mereka orang Yahudi . Dan orang-orang Yahudi Samaritan bekerja sama dengan pasukan Islam dalam perebutan kota itu dari tangan kaum Bizantium.

Seorang rabbi Yahudi menulis tentang masa awal Islam ini, ''Jangan risau, wahai Putera Iahve, Sang Pencipta yang Maha Mulia menciptakan Kerajaan Ismail hanya untuk membebaskan kalian dari kejahatan ini (Bizantium).''

Kaum Kristen pun menyambut baik kekuasaan Islam dan bekerjasama dengan pemerintahan khalifah Muawiyah. Seorang ahli sejarah anggota Gereja Suriah Timur sampai mengungkap perasaannya dengan menulis, ''Tuhan telah mengirim orang-orang Arab untuk membebaskan kita dari genggaman kaum Bizantium. Kebaikan yang kita peroleh dari kekejian dan kebencian orang Bizantium sungguh bukan hal yang layak diremehkan.''

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: