Ribuan Rakyat Lebanon Terbunuh, Begin kepada Reagen: Yahudi Hanya Berlutut kepada Tuhan
Ketika melakukan invasi ke Lebanon , ribuan rakyat sipil menjadi korban. Presiden AS Ronald Reagen sempat menegur Israel . Perdana Menteri Israel, Menachem Begin, menjawab: "Tak seorang pun, tak seorang pun akan membuat Israel berlutut. Anda pasti telah lupa bahwa orang-orang Yahudi hanya berlutut kepada Tuhan."
Padahal sebelumnya, Begin telah bilang tidak dengan sengaja melukai penduduk sipil. "Saya ingin menjanjikan pada Anda... bahwa IDF --dengan mematuhi ketentuan-ketentuan pemerintah tidak sekali pun sengaja melukai penduduk sipil," katanya pada saat Israel melancarkan invasi ke Lebanon pada tahun 1982.
Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019) mengatakan hal itu sebagai omong kosong. Ia merujuk bahwa di samping pembantaian Sabra dan Shatila, banyak penduduk sipil Lebanon terbunuh dalam invasi Israel.
"Orang-orang Israel, para wartawan, diplomat, pengamat internasional, dan yang lain-lain semuanya telah menyaksikan hilangnya nyawa penduduk sipil yang luar biasa banyak," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).
Perkiraan-perkiraan sangat beragam, namun semuanya mematok angka ribuan. Militer Israel melaporkan 12.276 orang terbunuh pada 6 Oktober 1982.
Polisi Lebanon mengemukakan angka 19.085 terbunuh dan 30.302 luka-luka, termasuk 6.775 di Beirut, di mana 84% di antara mereka adalah penduduk sipil dan sepertiganya anak-anak.
Komite Penasihat tentang Hak-hak Asasi Manusia dari American Friends Service Committee memperkirakan hampir 200.000 orang Palestina terpaksa kehilangan rumah mereka sebagai akibat penghancuran sistematis atas kamp-kamp pengungsi oleh angkatan bersenjata Israel dalam 4 bulan pertama invasi itu.
Selain itu, pasukan Israel melibatkan diri mereka dalam perampasan harta penduduk sipil, sebagaimana yang telah mereka lakukan dalam perang-perang sebelumnya. Truk-truk yang penuh barang rampasan terlihat berjalan kembali ke Israel dalam konvoi-konvoi seperti ketika Israel mundur pada akhir September 1982.
Dr Sabri Jiryis, Direktur Pusat Riset PLO di Beirut, mengeluh bahwa para serdadu Israel mengangkut pergi seluruh 25.000 jilid buku-buku perpustakaan riset dalam bahasa Arab, Inggris, dan Ibrani. Dr Jiryis mengatakan para serdadu Israel melewatkan waktu satu minggu di pusat itu untuk mengambil semua berkas, naskah, dokumen, mikrofilm, mesin cetak, telepon, dan peralatan eletronik. Mereka juga menghancurkan meja-meja, lemari-lemari berkas, dan perlengkapan-perlengkapan lain.
Orang-orang Israel itu meninggalkan coretan-coretan Binding seperti "Orang Palestina? Apa Itu?" dan "Orang-orang Palestina, persetan kalian." Di bawah tekanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Israel mengembalikan arsip-arsip itu pada 24 November 1983.
Israel juga menggunakan bom-bom cluster buatan AS terhadap penduduk sipil, suatu pelanggaran atas persetujuan dengan Amerika Serikat untuk hanya menggunakan bom-bom tersebut dalam upaya membela diri. Akibatnya, pemerintahan Reagan melapor kepada Kongres pada 24 Juni bahwa Israel "mungkin telah" melanggar Undang-undang Pengawasan Ekspor Senjata dengan menggunakan senjata-senjata AS bukan untuk tujuan pertahanan diri dalam invasi ke Lebanon. Tiga hari kemudian pengapalan unit-unit bom cluster ke Israel dihentikan, namun hanya sementara.
Sunday Times London melaporkan bahwa dalam dua bulan pertama invasi hingga 6 Agustus para penembak Israel telah menghantam 5 bangunan PBB, 134 kedutaan besar atau tempat kediaman diplomatik, 6 rumah sakit dan klinik, 1 rumah sakit jiwa, Bank Sentral, 5 hotel, kantor Palang Merah, dan rumah-rumah yang tak terhitung jumlahnya di Beirut.42 Semua lalu lintas ke bagian barat kota itu dihentikan.
Air, listrik, makanan, bensin, dan pasokan-pasokan sipil penting lainnya dicegat oleh pasukan Israel. Ketika Presiden Reagan mendesak Perdana Menteri Begin untuk memerintahkan pasukan Israel menghentikan pelanggaran atas gencatan senjata yang didukung PBB, Begin menanggapi: "Tak seorang pun, tak seorang pun akan membuat Israel berlutut. Anda pasti telah lupa bahwa orang-orang Yahudi hanya berlutut kepada Tuhan."
Begin menambahkan aksi kekerasan pada kata-katanya yang menantang itu seminggu kemudian ketika Israel melancarkan serangan yang paling merusak atas Beirut. Serangan besar pada 12 Agustus dengan pesawat-pesawat, senjata-senjata artileri, dan kapal itu dikenal sebagai Black Thursday. Hari penghancuran dimulai dengan serangan artileri besar pada dini hari yang diikuti dengan delapan jam penuh bombardemen udara 45 Sebanyak lima ratus orang terbunuh dalam serangan tersebut.
Presiden Reagan demikian marahnya sehingga dia sendiri menelpon Begin dua kali hari itu, menuduh bahwa Israel menyebabkan "kehancuran dan pertumpahan darah yang tak perlu." Pemboman-pemboman itu "tidak dapat diduga dan tidak berperikemanusiaan," Reagan mendakwa.
Gedung Putih secara terbuka mengumumkan bahwa "Presiden sangat terkejut pagi ini ketika dia mengetahui terjadinya bombardemen Israel besar-besaran yang baru dilakukan di Beirut barat."
Pada akhir Agustus koran Lebanon An-Nahar memperkirakan bahwa 5.515 orang telah terbunuh dan 11.139 orang terluka di Beirut. Meskipun Israel berkeras bahwa "hanya 3.000" orang yang terbunuh dan bahwa kebanyakan di antara mereka adalah "teroris," yang lain-lainnya memperkirakan bahwa untuk setiap gerilya Palestina yang terbunuh atau terluka, empat orang penduduk sipil telah terbunuh atau terluka.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment