Kondisi Wilayah Palestina ketika di Bawah Pemerintahan Islam

 

Begini Kondisi Wilayah Palestina ketika di Bawah Pemerintahan Islam
Ketika Palestina masuk di bawah pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab ra, wilayah ini dianggap sebagai bagian dari negeri Syam. Ilustrasi: Ist
Dr Muhsin Muhammad Shaleh mengatakan ketika Palestina masuk di bawah pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab ra , wilayah ini dianggap sebagai bagian dari negeri Syam .

"Saat itu negeri Islam dibagi menjadi tujuh wilayah, dan Syam adalah salah satu dari ketujuh wilayah tersebut," jelasnya dalam bukunya yang berjudul "Ardhu Filistin wa Sya’buha" dan diterjemahkan Warsito, Lc menjadi "Tanah Palestina dan Rakyatnya".

Pada masa khulafaur Rasyidin , secara administratif negeri Syam terbagi menjadi beberapa kota administratif, yakni kota administratif Himsh, Damaskus, Palestina dan Yordania .

Sedangkan pada masa kekhalifahan Bani Umayah ditambah kota administratif yang kelima, yaitu kota administratif Qanisrain. Wilayah kota administratif Palestina membentang dari Rafah yang berbatasan dengan Sinai sampai ke el Lajun, yaitu sebuah kota yang terletak setelah 18 kilometer barat laut kota Jenin.
Wilayah administratif Palestina beribukotakan Alladu sampai akhirnya Sulaiman bin Abdul Malik menjadi wali wilayah ini pada masa kekhalifahan saudaranya, Khalifah Alwalid bin Abdul Malik, pada tahun 86 – 97 Hijriah. Kemudian Sulaiman memerintahkan pembangunan kota Remlah yang kemudian menjadi ibukota wilayah ini.

Selanjutnya Palestina menjadi wilayah yang terlepas berdiri sendiri pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah , yaitu setelah masa pemerintahan Abu Abbas al Sifah dengan Remlah tetap menjadi sentral pemerintahan.

Setelah terlepas berdiri sendiri, Palestina terbagi menjadi 12 Kurah (kota). Yaitu Remlah, Eilia (al Quds), Amwas, Alladdu, Yabna, Yafa, Qaisariya, Nablus, Sabastiyan, Asqalan, Gaza, Beit Jabrain serta bergabung ke dalamnya wilayah pinggiran, Zagar, Diyar Qaum, Lud, Syara dan pegunungan hingga Aila di Teluk Aqabah.

Adapun kota administratif Yordania, berdasarkan fakta-fakta kontemporer, sekarang ini menjadi bagian wilayah timur Yordania, wilayah utara Palestina dan selatan Lebanon.

Muhsin Muhammad Shaleh menyebutkan ketika itu, Yordania merupakan kota administratif terkecil dari negeri Syam yang berpusat (ibukota) Thabriya, yang terdiri dari 13 Kurah. Yaitu Thabriya, Samira, Bisan, Fuhl, Jursy, Beit Ras, Jadr, Abil, Susiya, Shafwariya, Aka, Qadas (utara Shafad) dan Shur.

Pada masa pemerintahan Mamalik (1250 – 1517), secara administratif negeri Syam terbagi menjadi beberapa wilayah perwakilan (niyabah). Wilayah Palestina terdiri dari tiga niyabah, yaitu Shafad, al Quds dan Gaza. Niyabah Shafad meliputi wilayah dari utara Palestina dan selatan Lebanon sampai ke sungai Lithani.

Selanjutnya, pada masa kekhalifahan Turki Utsmani di Syam (1516 – 1918), negeri ini terbagi menjadi tiga iyalah (distrik), yaitu iyalah Damaskus, Halb dan Tharablus. Setiap iyalah terdiri dari beberapa daerah administratif yang disebut sanajiq.

Kala itu sanajiq Nablus, Gaza, al Quds, Lajun dan Shafad berada dalam iyalah Damaskus.

Sanajiq Nablus meliputi bagian-bagian wilayah timur Yordania. Ketika dibentuk iyalah baru Shaida pada tahun 1660, masuk dalam distrik ini wilayah Shafad yang kemudian sentral pemerintahan berpindah ke Aka pada tahun 1777. Setelah itu turut bergabung dalam iyalah Shaida kota al Quds, Nablus dan Balqa.

Ketika terbit sistem kewilayahan baru pada tahun 1864 iyalah Shaida bergabung dalam wilayah (Provinsi) Suriah. Dan ketika dibentuk wilayah (provinsi) Beirut pada tahun 1887, Aka, Balqa dan tiga kota lainya pisah dari wilayah Suriah membentuk provinsi-provinsi (wilayah) baru.
Wilayah Beirut membentang sampai penghujung jalan antara Nablus dan al Quds, yang mencakup kota Aka dan Balqa yang berpusat di Nablus yang meliputi pinggiran Jenin, Bani Sha’b, Jamain dan Salth.

Saat itu kota Aka mencakup pinggiran Haifa, Nashira, Thabriya dan Shafad. Wilayah-wilayah utara Palestina ini masih tetap menjadi bagian wilayah Beirut sampai tahun 1914.

Wilayah Otonomi

Sedangkan distrik al Quds, melihat dari urgensi dan kekhawatiran Daulah Utsmaniyah dari ketamakan zionis Yahudi, serta masuknya campur tangan negara asing dalam urusan al Quds, pihak daulah memisahkannya dari Provinsi Suriah, dan dinyatakan sebagai wilayah otonomi yang berdiri sendiri dan langsung terikat oleh pemerintah pusat sejak tahun 1874.

Wilayah ini meliputi bagian tengah dan selatan Palestina, yang diikuti wilayah pinggiran al Quds, Yafa, Gaza dan Hebron (al Khalil). Pada tahun 1909 dibangun pinggiran Bi’r Sebaa yang sebelumnya merupakan bagian dari pinggiran Gaza.

Melihat kuatnya kekuasaan al Quds, beberapa kali terjadi penggabungan wilayah Nablus (Balqa’) juga pinggiran Nashira selama tahun 1906 – 1909. Kekuasaan otonomi al Quds ini terus berlanjut hingga akhir kekhalifahan Daulah Utsmaniyah.

(mhyMiftah H. Yusufpati

No comments: