Kisah Pemimpin dan Propagandis Israel Menyebut Bangsa Palestina Hewan Berkaki Dua
Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019) mengatakan ketika dunia mulai memahami bahwa bangsa Palestina merupakan inti dari konflik Arab - Israel , para pemimpin dan propagandis Israel berusaha mengecilkan arti dan tidak memanusiakan orang-orang Palestina.
"Kecenderungan ini semakin gencar setelah Partai Likud sayap kanan meraih kekuasaan pada 1977, ketika bahkan kosakata para pemimpin Israel menjadi penuh dengan ucapan-ucapan rasis yang terbuka mengenai orang-orang Palestina," tulis tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).
Perdana Menteri Menachem Begin menyamakan orang-orang Palestina dengan "hewan berkaki dua." Penggantinya, Yitzhak Shamir, membandingkan seorang Palestina dengan seekor "lalat" dan seekor "belalang."
Shamir bahkan melangkah demikian jauh dengan menyebut orang-orang Palestina, sebuah bangsa yang telah hidup selama berabad-abad di tanah Palestina, sebagai "para penyerang asing yang brutal dan liar di Tanah Israel yang dimiliki oleh bangsa Israel, dan hanya oleh mereka."
Rafael Eitan, kepala staf militer Israel semasa Invasi Lebanon pada 1982, menambahkan: "Ketika kami telah mendiami tanah itu, semua orang Arab akan berlari mengelilinginya seperti coro-coro yang mabuk di dalam sebuah botol."
Eitan di kemudian hari mendirikan partai Tsomet (Persimpangan Jalan) sayap kanan yang diabdikan untuk "memindahkan" orang-orang Palestina, yang dicapnya baik dan buruk --"yang buruk harus dibunuh, yang baik dideportasi."
Faksi Tsomet Eitan melonjak popularitasnya dalam pemilihan tahun 1992, melipatkan empat kali perwakilannya sehingga secara mengesankan mendapatkan total delapan kursi di Knesset.
Para pemimpin Partai Buruh yang telah lama berkuasa juga berulangkali berusaha untuk menyangkal eksistensi bangsa Palestina. Pada 1969 Perdana Menteri Levi Eshkol menegaskan: "Apa itu bangsa Palestina? Ketika saya datang ke sini terdapat 250.000 orang non-Yahudi --terutama Arab dan Badui. Yang ada hanyalah gurun pasir-- lebih dari terbelakang. Tidak ada apa-apa."
Beberapa bulan kemudian Golda Meir, yang menggantikan Eshkol, berkata: "Kapan ada bangsa Palestina dengan negara Palestina? Wilayah itu adalah Syria Selatan sebelum Perang Dunia Pertama, dan kemudian menjadi Palestina termasuk Yordania. Tampaknya tidak ada bangsa Palestina itu, jadi tidak benar kami datang dan melempar mereka keluar serta mengambil negeri itu dari tangan mereka. Mereka tidak ada."
Shimon Peres, perdana menteri pada pertengahan 1980-an, juga menulis sebuah buku yang diterbitkan pada 1970: "Negeri itu sebagian besar berupa gurun pasir kosong, dengan hanya beberapa kelompok pemukiman Arab."
Sejumlah orang Israel masih mempertahankan pendapat ini. Pada 1988 ekstremis Rabbi Meir Kahane, pendiri Liga Pertahanan Yahudi militan dan kini telah meninggal, menulis dalam sebuah iklan di The New York Times: "Tidak ada yang disebut sebagai 'bangsa Palestina' itu... Orang-orang Palestina itu tidak ada."
Dengan menggambarkan orang Palestina sebagai lebih rendah dari manusia, Israel mengisyaratkan bahwa tidak soal sekejam apa pun mereka bertindak, orang-orang Palestina tidak pantas menerima yang lebih baik.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment