Kisah Bani Israil Takut Perang sehingga Nabi Musa Gagal Kuasai Yerusalem
Nabi Musa as gagal membawa kaumnya, Bani Israil , memasuki Yerusalem karena harus dilakukan melalui perang. Sedangkan kala itu, orang-orang Israel takut mati dan lebih mencintau hidup.
"Nabi Musa tidak memaksakan diri masuk ke negeri itu karena risikonya adalah perang. Di sisi lain, Bani Israel sendiri sejatinya sangat takut menghadapi peperangan," tulis Prof Dr Ahmad Syalabi dalam bukunya berjudul "Muqaranah al Adyan al Yahudiyah".
Nabi Musa menyadari bahwa selama hati kaumnya masih tertawan pada kecintaan hidup di dunia dan takut mati, sehingga tidak akan mungkin bisa menduduki Yerusalem .
Sikap mereka ini diabadikan dalam Al Qur’an surah al Ma’idah ayat 21-26.
يٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَةَ الَّتِىۡ كَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمۡ وَلَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰٓى اَدۡبَارِكُمۡ فَتَـنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِيۡنَ
قَالُوۡا يٰمُوۡسٰٓى اِنَّ فِيۡهَا قَوۡمًا جَبَّارِيۡنَ ۖ وَاِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَهَا حَتّٰى يَخۡرُجُوۡا مِنۡهَا ۚ فَاِنۡ يَّخۡرُجُوۡا مِنۡهَا فَاِنَّا دٰخِلُوْنَ
قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِيۡنَ يَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰهُ عَلَيۡهِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَيۡهِمُ الۡبَابَۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡهُ فَاِنَّكُمۡ غٰلِبُوۡنَ ؕوَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوۡۤا اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ
قَالُوۡا يٰمُوۡسٰٓى اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَهَاۤ اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِيۡهَا فَاذۡهَبۡ اَنۡتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَاۤ اِنَّا هٰهُنَا قَاعِدُوۡنَ
قَالَ رَبِّ اِنِّىۡ لَاۤ اَمۡلِكُ اِلَّا نَفۡسِىۡ وَاَخِىۡ فَافۡرُقۡ بَيۡنَـنَا وَبَيۡنَ الۡـقَوۡمِ الۡفٰسِقِيۡنَ
قَالَ فَاِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيۡهِمۡ اَرۡبَعِيۡنَ سَنَةً ۚ يَتِيۡهُوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَى الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِيۡنَ
21. Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.
22. Mereka berkata, "Wahai Musa! Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam, kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk."
23. Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, "Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman."
24. Mereka berkata, "Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja."
25. Dia (Musa) berkata, "Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu."
26. (Allah) berfirman, "(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu."
Hal serupa pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW tatkala Beliau menerangkan mengapa Bani Israil tertunda memasuki Baitul Maqdis. Rasulullah bersabda, "Tidak akan ada seorang pun penyembah berhala yang bisa memasuki Baitul Maqdis (Yerusalem)."
Karena keengganan mereka untuk berjihad ini, Bani Israil terhukum dengan melewati hidup terkatung-katung di padang gurun selama 40 tahun lamanya. Rentang 40 tahun ini menjadi rentang masa yang cukup untuk melahirkan sebuah generasi baru Bani Israil.
Menjelang akhir hayatnya, Nabi Musa menyadari bahwa saat-saat yang ditunggu telah tiba bagi kaumnya untuk memasuki tanah yang dijanjikan, meskipun tanpa kehadiran dirinya. Melalui bimbingan Allah SWT, Nabi Musa pun mempersiapkan Yusya' bin Nun, sebagai pemimpin Bani Israil menggantikan dirinya.
Ibnu Jarir mengutip Muhammad bin Ishaq, dalam Tarikhnya, menjelaskan kenabian itu diserahkan oleh Musa kepada Yusya’ pada akhir hayatnya. Kala itu, Musa menemui Yusya’ dan menanyakan kepadanya berbagai perintah dan larangan yang disampaikan Allah kepadanya (Musa).
Hingga akhirnya Yusya’ menjawab, ”Wahai Kalimullah (orang yang diajak berbicara langsung oleh Allah-ed), sesunguhnya aku tidak bertanya tentang apa yang diwahyukan Allah kepadamu sehingga engkau sendiri yang yang memberitahukannya kepadaku.”
Nabi Musa wafat sebelum berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Oleh karena itu, beliau menunjuk Yusya’ bin Nun sebagai pemimpin Bani Israil untuk melanjutkan visinya menaklukkan Baitul Maqdis.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment