Catatan Perang Atrisi: Omong Kosong Perdana Menteri Israel Golda Meir

 Catatan Perang Atrisi: Omong Kosong Perdana Menteri Israel Golda Meir

Perdana Menteri Israel (1969 - 1974), Golda Meir. Foto: History
Perang Atrisi berlangsung antara Israel dan Mesir pada tahun 1969-1970. Perang ini menggunakan artileri dan komando sepanjang Terusan Suez di Semenanjung Sinai dan dengan misil dan pesawat perang di atas langit Mesir. "Pertikaian yang mendasarinya terletak pada kegigihan Israel untuk tetap bertahan di wilayah Mesir yang direbutnya pada 1967 dan usaha-usaha Mesir untuk mendapatkannya kembali," jelas Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019).

Menurut catatan Paul Findley, kala itu Golda Meir, Perdana Menteri Israel melontarkan pernyataan: "Sejak Maret tahun ini Nasser (Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser) telah mengubah Terusan menjadi pusat agresi skala luas."

"Itu omong kosong," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995)

Faktanya, ujar Paul Findley, perang Atrisi dimulai secara sungguh-sungguh pada 8 Maret 1969, dengan serangan-serangan Mesir yang dilancarkan tiap hari pada Bar-Lev Line yang dibentengi dengan sangat kuat oleh Israel di tepi timur Terusan Suez.

Serangan-serangan itu secara khusus ditujukan pada pasukan Israel yang menduduki tanah Mesir. Tidak ada penduduk sipil Israel atau harta benda mereka yang terancam.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ahli sejarah Lawrence Whetten: "Tujuan Arab melancarkan pertempuran adalah mengembalikan kehormatan bangsa dengan jalan mendapatkan kembali wilayah yang hilang."

Tembak-menembak artileri semakin gencar sehingga pada 7 Juli 1969 Sekretaris jenderal PBB U Thant memperingatkan bahwa tingkat kekerasan sepanjang Terusan Suez telah menjadi lebih parah dibanding masa-masa sebelumnya sejak perang 1967.

Perang itu mencakup berbagai serangan udara Israel terhadap penduduk sipil Mesir, meskipun Mesir tidak melancarkan serangan terhadap penduduk sipil Israel.

Israel menggunakan pesawat-pesawat perang F-4 buatan AS untuk melakukan penetrasi ke dalam wilayah Mesir, yang membunuh banyak penduduk sipil. Setidaknya 68 pekerja Mesir terbunuh dalam suatu serangan udara Israel pada Februari 1970, ketika pesawat-pesawat perang Israel membom sebuah pabrik besi tua di Abu Zambal, lima belas mil sebelah timur laut Kairo; dan empat puluh enam anak-anak terbunuh pada 8 April dalam suatu serangan pada sebuah sekolah dasar di Bahr Al-Bakr.

Kegagalan

Pada akhir Perang Atrisi pada Agustus 1970, Israel secara resmi menyatakan bahwa ia telah menang sebab pasukannya masih berdiri di atas wilayah Mesir di tepi timur Terusan Suez.

Hanya saja para pemimpin militer Israel menganggap perang itu sebagai yang pertama di mana kekuatan Israel berhasil dikalahkan. Salah satu kegagalan dasar kepemimpinan terletak pada ketidakmampuan untuk memahami bahwa Mesir tidak bisa menyetujui pendudukan Israel yang berkelanjutan atas tanahnya.

Ahli sejarah militer Israel Yaacov Bar-Siman-Tov setuju bahwa ada kegagalan-kegagalan besar di pihak Israel: "Kesalahan-kesalahan besar Israel di bidang politik dan militer dalam Perang Yom Kippur [1973] berakar pada evaluasi yang keliru atas hasil-hasil Perang Atrisi."

Apa pun pelajaran yang dapat diambil, harga yang harus dibayar akibat penolakan Israel untuk menghentikan penaklukan-penaklukan militernya sangat tinggi. Kerugian Mesir setidak-tidaknya adalah 5.000 orang yang terbunuh semasa perang. Korban di pihak Israel lebih dari 1.800 orang, termasuk 400 orang yang meninggal.

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: