Benarkah Tidak Semua Taurat Karangan Nabi Musa Sendiri? Begini Analisis Maurice Bucaille

 

Benarkah Tidak Semua Taurat Karangan Nabi Musa Sendiri? Begini Analisis Maurice Bucaille
Carlstadt memperingatkan kita bahwa Nabi Musa tentu tidak dapat menulis berita tentang kematiannya. Ilustrasi: Ist
Zionis mengklaim diri mereka sebagai pengikut Nabi Musa as , dan kitab pedoman mereka (Talmud) itu merupakan nukilan dari Taurat . Lalu, seperti apa kondisi Taurat saat ini?

Dr Maurice Bucaille menjelaskan Taurat adalah nama dalam bahasa Semit. Kalimat Yunani yang sekarang dipakai dalam bahasa Prancis adalah Pentateuque yang artinya kitab yang terdiri dari lima bagian: Kejadian, Keluaran, Imamat orang Levi, Bilangan dan Ulangan, yaitu lima fasal yang pertama dari 37 fasal yang terdapat dalam Perjanjian Lama.

Kumpulan teks ini membicarakan asal alam, sampai masuknya bangsa Israil di Kana'an, tanah yang dijanjikan sesudah mereka menjadi budak di Mesir; atau lebih tepat lagi sampai wafatnya nabi Musa.

"Tetapi riwayat kejadian-kejadian sejarah itu dipergunakan sebagai kerangka untuk menerangkan kehidupan keagamaan dan sosial bangsa Yahudi. Dari sinilah nama Hukum atau Taurat," jelas Dr Maurice Bucaille dalam bukunya berjudul "La Bible Le Coran Et La Science" yang dialihbahasakan Prof Dr HM Rasyidi menjadi "Bibel, Quran, dan Sains Modern" (Bulan Bintang, 1979).

Orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen selama berabad-abad berpendapat bahwa pengarang Taurat adalah Nabi Musa sendiri. Maurice Bucaille menduga, pendapat tersebut didasarkan atas ayat (Keluaran 17, 14) yang berbunyi: "Tulislah itu (kekalahan kaum Amalek) dalam Kitab," atau atas ayat (Bilangan 33, 2) tentang keluarnya orang Yahudi dari Mesir yang berbunyi "Musa menerangkan dengan tulisan tempat-tempat mereka berangkat," atau dalam (kitab Ulangan 3, 9) yang berbunyi: "Musa menulis aturan (hukum) ini."

Semenjak abad Pertama SM, kata Maurice Bucaille, banyak orang yang mempertahankan anggapan bahwa seluruh Pentateuque ditulis oleh Nabi Musa, di antara orang-orang itu adalah: Flavius Joseph dan Philon dari Alexandria.

"Pada waktu sekarang anggapan seperti tersebut di atas sudah ditinggalkan orang. Tetapi meskipun begitu, Perjanjian Baru masih mempertahankannya," ujar Maurice Bucaille.

Paulus dalam suratnya kepada orang-orang Rum (10, 5) mengutip kata-kata orang Levi: "Musa sendiri menulis aturan-aturan yang datang dari Taurat."

Yahya, pengarang Injil yang keempat, dalam fasal 5, ayat 46-47 meriwayatkan bahwa Yesus berkata: "Jika kamu telah melihat Musa, kamu tentu akan percaya kepadaku karena ia (Musa) telah menulis tentang diriku. Kalau kamu tidak percaya kepada apa yang ditulis oleh Musa, bagaimana kamu dapat percaya kepada apa yang aku katakan?"

Di sini kekeliruan timbul daripada redaksi; teks asli bahasa Yunani adalah "episteute" yang berarti "fasal" dan bukan "menulis." Dengan begitu maka Yahya, penulis Injil ke empat telah memberi keterangan salah yang digambarkan telah diucapkan oleh Yesus.

"Saya meminjam bahan-bahan di atas dari RP de Vaux, direktur Lembaga Bibel di Yerusalem," ujar Maurice Bucaille. Menurutnya, dalam terjemahan "kitab Kejadian" tahun 1962 ia memberi pengantar umum yang memuat argumentasi yang bertentangan dengan keterangan Injil mengenai siapa yang menulis "Pentateuque" (lima fasal pertama dalam Perjanjian Lama).

RP de Vaux memperingatkan bahwa tradisi Yahudi yang menjadi pedoman bagi Yesus dan para rasul (sahabat)nya telah diterima sampai akhir abad pertengahan.

Pada abad XII, Aben Isra adalah satu-satunya orang yang menentang anggapan itu. Pada abad XVI, Carlstadt memperingatkan kita bahwa Nabi Musa tentu tidak dapat menulis berita tentang kematiannya, seperti yang tersebut dalam kitab (fasal) Ulangan 34, 512.

Pengarang kemudian menyebutkan kritik-kritik lainnya yang mengatakan bahwa tidak semua Taurat itu karangan Musa; secara khusus disebutkan buku karangan Richard Simon yang berjudul: Histoire Critique du Vieux Testament (Sejarah Kritik tentang Perjanjian Lama) tahun 1678 yang menonjolkan kesulitan-kesulitan kronologis (urutan Sejarah), ulangan-ulangan, tulisan-tulisan yang tak teratur tentang riwayat-riwayat, serta perbedaan-style (tata bahasa) dalam Taurat.
Karangan R Simon tersebut telah menyebabkan heboh, tetapi orang tidak lagi mengikuti argumentasi R Simon; buku-buku sejarah dari permulaan abad 18 selalu menyebutkan: "Apa yang telah ditulis oleh Musa" untuk menunjukkan sumber yang sangat kuno.

Maurice Bucaille mengatakan kita dapat mengerti betapa susahnya menentang suatu dongengan (Legende) yang berdasarkan atas sandaran yang (digambarkan) telah diberikan oleh Yesus dalam Perjanjian Baru. "Kita berhutang budi kepada Yean Astruc, tabib pribadi Raja Louis XV yang telah memberikan argumen yang kuat," katanya.

Pada tahun 1753 ia menerbitkan bukunya: Dugaan tentang catatan-catatan asli, yang dipakai oleh Nabi Musa untuk menulis kitab (fasal) Kejadian. Dalam buku itu, ia menitik beratkan adanya bermacam-macam sumber. Ia sudah terang, bukannya orang pertama yang menulis hal ini, akan tetapi ia adalah orang pertama yang berani mengumumkan suatu kenyataan yang sangat penting, yaitu bahwa mengenai kitab: (fasal) Kejadian terdapat dua teks yang berbeda-beda; yang satu menamakan Tuhan dengan kata Yahwe, yang lainnya menyebut Tuhan dengan kata Elohim.

Eichhorn (1780-1783) mengungkapkan penemuan yang sama mengenai empat kitab (fasal) lainnya dalam Taurat (Pentateuque). Kemudian pada tahun 1798, Ilgen merasa bahwa satu daripada dua teks yang diselidiki oleh Astruc yaitu teks yang di dalamnya Tuhan dinamakan Elohim, harus dibagi menjadi dua. Dengan begitu maka Pentateuque menjadi benar-benar terpecah-pecah.
Pada abad XIX telah dilakukan penelitian yang telah mantap mengenai sumber-sumber Perjanjian Lama. Pada tahun 1854, orang berpendapat bahwa ada 4 sumber, yaitu: dokumen Yahwist, dokumen Elohist, Deuteronomy, kitab-(fasal) Ulangan dan kode Sakerdotal (hukum para pendeta).

Dokumen Yahwist telah ditulis di Kerajaan Yuda pada abad IX SM Dokumen Elohist adalah lebih baru, dan ditulis di kerajaan Israil Deuteronomy (Kitab Ulangan) menurut Edmond Yacob ditulis pada abad VIII SM, dan menurut R.P. de Vaux ditulis pada abad VII SM pada zaman Yosias. Dan akhirnya, code Sakerdotal (hukum-hukum pendeta) ditulis pada abad VI S.M., yakni pada zaman pengasingan Israil di Babylon atau sesudahnya.

"Dengan begitu maka teks Taurat telah berangsur-angsur tertulis selama sedikitnya tiga abad," ujar Maurice Bucaille.

Akan tetapi, kata Maurice Bucaille lagi, masalahnya jauh lebih kompleks. Pada tahun 1941, A Lods mengatakah bahwa document Yahwist mempunyai 3 sumber, dokumen Elohist mempunyai 4 sumber, kitab ulangan mempunyai 6 sumber dan hukum-hukum pendeta mempunyai 9 sumber, di samping tambahan-tambahan yang dibagi-bagi antara 8 penulis, sebagai yang dikatakan oleh R.P. de Vaux.

Kemudian orang mulai berpikir bahwa banyak hukum-hukum dalam Taurat yang sama dengan hukum-hukum lama di luar Bibel, dan banyak riwayat-riwayat dalam Taurat yang memberi kesan berasal dari lingkungan lain yang lebih kuno; dengan demikian maka persoalannya menjadi jauh lebih kompleks.

Sumber-sumber yang banyak itu menyebabkan perbedaan-perbedaan dan ulangan-ulangan. R.P. de Vaux memberi contoh tentang tercampurnya tradisi yang berbeda-beda mengenai penciptaan alam, anak keturunan Cain (Habil), banjir Nabi Nuh, penculikan Nabi Yusuf, petualangannya di Mesir, perbedaan nama seseorang, penyajian yang berbeda-beda mengenai sesuatu kejadian.

Maurice Bucaille mengatakan dengan begitu maka Taurat (Pentateuque) nampak tersusun daripada tradisi bermacam-macam yang dihimpun secara baik oleh penyusun-penyusunnya, yang kadang-kadang menjajarkan kumpulan mereka dan kadang-kadang merubah kumpulan-kumpulan itu dengan maksud menimbulkan sintesa di antaranya; meskipun dalam melakukan hal terakhir ini mereka tidak menghilangkan perbedaan serta keragu-raguan sehingga hal-hal ini menarik perhatian orang-orang zaman sekarang untuk mengadakan penelitian mengenai sumber-sumber asli.

Dalam rangka kritik mengenai teks, Taurah (Pentateuque) memberi contoh yang amat jelas tentang perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusia, pada bermacam-macam periode sejarah bangsa Yahudi, tradisi lisan dan teks-teks yang berasal dari generasi-generasi terdahulu.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: