Kisah Kocak Abu Nawas, Merusak Perabot Istana untuk Membalas Perbuatan Raja

Kisah Kocak Abu Nawas, Merusak Perabot Istana untuk Membalas Perbuatan Raja
Kisah Baginda Raja tidak berdaya. Ilustrasi Ist

Perilaku Abu Nawas karena kekesalannya pada sang Raja membuat sang Raja tidak berdaya. Kisah ini terdapat dalam buku yang berjudul “Kisah 1001 malam: Abu Nawas Sang Penggeli Hati” karya MB Rahimsyah

Alkisah, Abu Nawas sangat sedih setelah mendengar keluh kesah istrinya. Sebab pagi tadi beberapa pekerja kerajaan atas perintah langsung dari baginda Raja membongkar dan terus menggali rumah Abu Nawas tanpa peduli dengan pemiliknya.

Penyebabnya ialah mimpi Baginda Raja semalam bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam perhiasan yang tak ternilai harganya. Terbujuk akan kebenaran firasat lewat mimpinya itu, akhirnya baginda Raja memutuskan untuk segera menggali tanah yang di atasnya terdapat bangunan rumah Abu Nawas.

Akan tetapi, setelah mereka terus menggali, ternyata perhiasan itu tidak ditemukan. Atas kejadian ini, baginda Raja tidak meminta maaf apalagi sampai mengganti kerugian. Tentu saja atas perilaku ini Abu Nawas sangat menaruh dendam.
Mencari Akal untuk Membalas Perbuatan Raja

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas tetap tidak beranjak.

Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi.” Abu Nawas berkata kepada istrinya.

"Untuk apa?" tanya istrinya heran.

"Membalas Baginda Raja,” jawab Abu Nawas singkat.

Dengan muka berseri-seri Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk hormat dan berkata,

"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa izin dari hamba dan berani memakan makanan hamba.”

"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergah Baginda kasar.

"Lalat-lalat ini, Tuanku,” kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini.”

"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"

"Hamba hanya menginginkan izin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu.”

Baginda Raja tidak bisa mengelakkan diri menolak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat surat izin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di manapun mereka hinggap.

Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.

Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda Raja.

Baginda Raja Tidak Berdaya

Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu.

Kini ia sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas yang tampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang yang mengusiknya.

Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.

No comments: