Sejarah Lahirnya Aliran Muktazilah, Tokoh dan Ajarannya

Sejarah Lahirnya Aliran Muktazilah, Tokoh dan Ajarannya
Aliran Muktazilah cenderung mengedepankan otoritas akal dan pernah mempengaruhi empat khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Foto/ilustrasi
Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama Tabiin Imam Hasan Al-Bashri.

Muktazilah berasal dari kata "i'tizal" yang artinya memisahkan diri. Muktazilah merupakan aliran yang banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya.

Aliran Mu'tazilah cenderung mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar'i). Sehingga mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur'an yang merupakan kalam Allah adalah makhluk.

Sejarah Lahirnya Muktazilah
Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2 Hijriyah. Sejarah munculnya aliran ini bermula dari pendapat Washil bin Atha' (700-750 M) dan dan Amr bin Ubaid. Keduanya terlibat perdebatan dengan Imam Hasan Al-Bashri mengenai status dari pelaku dosa besar.

Perdebatan ini terjadi di satu majelis yang dipimpin Imam Hasan al-Bashri di Masjid Basrah. Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid mentatakan bahwa pelaku dosa besar bukanlah dalam status mukmin maupun kafir.

Karena jawaban itu, Imam Hasan Al-Bashri kemudian mengeluarkan mereka dari majelisnya. Keduanya pun mengasingkan diri pada salah satu pojok Masjid Bashrah. Sejak saat itulah Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid mulai berdakwah dan kemudian mempunyai pengikut yang disebut Muktazilah.

Penamaan itu didasarkan pada sebuah perbedaan pendapat kedua tokoh ini dibandingkan dengan pendapat mayoritas umat Islam pada masa itu.

Tokoh
Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha, seorang penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha lahir di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H atau 684-705 M).

Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i'tizal (mengasingkan diri) dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: Ia telah keluar dari kita. I'tazala'anna! Kata i'tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu'tazilah (yang hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha dan pengikutnya.

Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha kian berkembang dan mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Washil bin Atha meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-132 H atau 744-750 M).

Ajaran dan Perkembangannya di Indonesia
Dalam sebuah perbincangan M Baharudin dengan Harun Nasution (21 September 1988), seorang yang mengaku dirinya Neo-Muktazilah. Baharudin menegaskan bahwa di negara Indonesia sudah tidak ada penganut paham atau aliran itu.

Hal ini mengacu pada sebuah syarat seperti apa yang dikatakan oleh Harun Nasution. Beliau mengatakan bahwa tidak bisa menjadi penganut paham Muktazilah apabila tidak bisa memenuhi Al-Ushul Al-Khamsah (5 dasar Ajaran Muktazilah), yaitu:
1. At-Tauhid (mengesakan Tuhan).
2. Al-Adlu (keadilan Allah)
3. Al-Wa'd wa al-Wa'id (janji dan ancaman Allah)
4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain (pelaku dosa besar antara surga dan neraka)
5. Al-Amr bil-Ma'ruf wa an-Nahi Munkar (mengajak kepada kebaikan dan melarang perbuatan buruk).

Keduanya mengklaim bahwa belum tentu ajaran Muktazilah cocok dianut di Indonesia. Akan tetapi cara berpikir rasional cocok untuk direalisasikan di Indonesia.

Layaknya di Indonesia mempunyai 5 sila dasar. Jika salah satu dari sila tersebut tidak terpatri dalam diri, maka tidak bisa disebut sebagai Pancasilais. Begitu pula dengan paham Muktazilah, jika salah satu dari Al-Ushul Al-Khamsah (5 pokok ajaran) tidak dijalani, maka tidak bisa disebut penganut Muktazilah.
(rhs)Amien Nulloh Ibrohim

No comments: