Gambaran Ummul Mukminin Aisyah soal Sosok Ayah yang Tenang dan Lemah Lembut

Gambaran Ummul Mukminin Aisyah soal Sosok Ayah yang Tenang dan Lemah Lembut
Sosok Sosok Abu Bakar As Shiddiq digambarkan begitu damai, lemah lembut dan sikapnya tenang sekali. Foto/Sindonews
Ummul Mukminin Aisyah banyak meriwayatkan hadis tentang ayahnya, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiyallahu'anhu. Banyak tabi'in hingga ulama zaman sekarang mengetahui profil Abu Bakar dari periwayatan istri tercinta Rasulullah Shallallahu A‘laihi wa Sallam ini. Yang diceritakan Aisyah Radhiyallahu'anha terutama tentang perawakan dan perangai Abu Bakar as-Shiddiq serta perjuangan beliau saat menemani dakwah Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam.

Dalam buku berjudul Abu Bakar As-Shiddiq karya penulis Mesir Muhammad Husain Haekal, bahwa Ummul Mukminin Aisyah melukiskan sosok Abu Bakar berperawakan kurus, berkulit putih bersih, memiliki sepasang bahu yang kecil, dan muka lancip dengan mata yang cekung disertai dahi yang menonjol dan urat tangan yang jelas.

Aisyah Radhiyallahu'anha menggambarkan begitu damai perangai sang ayah. Sangat lemah lembut dan sikapnya tenang sekali. Abu Bakar tidak pernah terdorong oleh keinginan pribadi yang menggebu-gebu dan tidak pernah tergoda hawa nafsunya. Sifat itu ada karena dibawa oleh sikapnya yang selalu tenang dan tidak pernah tergesa-gesa memaksakan kehendak.

Pandangan beliau selalu jernih dan pikiran yang tajam, serta banyak kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat jahiliah yang tidak diikutinya. Aisyah Radhiyallahu'anha menyebutkan Beliau Abu Bakar tidak pernah sekalipun minum-minuman keras (khamar) meski ketika itu menjadi budaya dan kebiasaan masyarakat jahiliah. Abu bakar sangat menentang khamar, baik di zaman jahiiliah dan pada masa-masa awal Islam diturunkan.

Abu Bakar adalah pria yang pandai bergaul, seorang ahli geneaologi (ahli silsilah), bicara dan tutur katanya lembut, jelas, serta sedap untuk didengarkan. Diriwayatkan juga bahwa ketika tinggal di Mekah (sebelum hijrah ke Madinah), Abu Bakar tinggal di kampung yang sama dengan Ummul Mukminin (ibu dari orang mukmin) dan Sayyidatu Nisa'il 'alamin (penghulu para wanita di dunia pada zamannya), dan istri pertama rasulullah, yakni Khadijah binti Khuwailid.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu terkenal memiliki sifat lemah lembut dan pemaaf. Kisah terfitnahnya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, putri beliau adalah bukti kelemahlembutan Abu Bakar. Ketika terjadi penuduhan terhadap Aisyah, Mishthoh bin Utsatsah yang merupakan pembantu rumah tangga Abu Bakar adalah seorang yang terlibat dalam fitnah tersebut, padahal Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu selama ini tidak pernah terlambat yang memberi Mishthoh upah.

Maka beliau marah dan bersumpah untuk tidak memberikan upah kembali, hingga turunlah firman Allah Azza wa Jalla :

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang?” (QS. An-Nuur: 22)

Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu segera mengatakan, “Ya, demi Allah, sungguh aku lebih suka Allah mengampuni dosaku.” Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu kembali memberikan upah kepada Mishthah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dikisahkan juga bahwa Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Aallam diperjalankan ke Masjidil Aqsha, maka orang-orang pun mulai memperbincangkannya. Sebagian orang yang sebelumnya beriman dan membenarkannya menjadi murtad, mereka pun datang menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu seraya berkata :

“Apakah engkau mengetahui kalau temanmu (Muhammad) mengaku melakukan perjalanan pada malam hari ke Baitul Maqdis?”

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Apakah ia mengatakan seperti itu?”

“Iya”, jawabnya.

Abu Bakar berkata : “Andai ia memang mengatakan seperti itu sungguh ia benar.”

Mereka berkata : “Apakah engkau mempercayainya bahwa ia pergi semalaman ke Baitul Maqdis dan sudah kembali pada pagi harinya?”

Abu Bakar menjawab : “Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang.”

Aisyah kemudian mengatakan,“Itulah mengapa beliau dinamakan Abu Bakar Ash-Shiddiq, orang yang membenarkannya.” (HR. Al-Hakim).

Wallahu A'lam
(wid)Widaningsih

No comments: