3 Tokoh Muslim Indonesia yang Pernah Jadi Sasaran Misionaris

M Natsir - HM Rasjidi - KH Saifuddin Zuhri pernah jadi sasaran misionaris

Bahkan Menteri Agama pun dijadikan obyek propagandis untuk membagikan buku-buku misionaris dengan sasaran anak-anaknya, untung saja, bisa diatasi KH. Saefuddin Zuhri

ADA tiga tokoh muslim nasional yang pernah jadi sasaran propagandis atau misioanaris Kristen. Ketiganya mewakili ormas-ormas besar di Indonesia, yaitu: Buya Mohammad Natsir, Prof. Dr. Rasjidi dan KH. Saifuddin Zuhri.

Natsir sebagaimana diketahui umum berasal dari organisi Persis dan memimpin DDII (Dewan Dakwah Islamiyah). Sedangkan Rasjidi, adalah tokoh yang pernah menimba ilmu di Al-Irsyar dan menjadi tokoh Muhammadiyah. Adapun KH. Saifuddin Zuhri adalah tokoh besar Nahdlatul Ulama yang pernah menjadi Menteri Agama RI masa Soekarno.

Buya M Natsir

Dalam buku “Aba M. Natsir Sebagai Cahaya Keluarga” (2008: 96-98) ada cerita cukup tragis yang dialami Buya Natsir pada saat dirawat di RSCM Jakarta di ruang ICU. Dalam buku ini, diceritakan oleh anaknya bahwa pada saat hari Jumat, beliau dijaga oleh Lies dan Abi.

Saat menjelang shalat Jumat, para dokter dan petugas pergi ke masjid. Yang bersama Natsir kala itu adalah para perawat wanita. Sementara anak-anak Natsir yang cewek berada di ruang tunggu.

Tak lama kemudian, ada dari anggota kebersihan (cleaning service) tergopoh-gopoh mendatangi anak Natsir di ruang tunggu. Ia melaporkan bahwa ada dokter non-Muslim yang membaca injil di samping tempat tidur Natsir. Kemudian, Lies dan Abi dengan lekas menuju kamar sang ayah.

Setibanya di sana, rupanya setelah ditanya kepada Natsir, memang ada dokter yang memberikan kabar gembira dan melepas kaset Al-Qur’an yang dipasang di telinga Natsir. Beliau sangat geram dengan kejadian ini. Kata sang anak, “Dalam keadaan tidak berdaya masih ada orang yang menzhalimi Aba. Dia ingin memurtadkan Aba.”

Ba’da shalat Jumat kejadian ini tersebar dan menghebohkan. Dokter Juzinaf, salah seorang cucuk kemenakan Natsir pun melaporkan dokter itu ke Direktor RSCM supaya diberi tindakan tegas berupa skorsing karena dia telah berlaku tidak etis di luar tugasnya.

Dengan sangat cepat berita ini menyebar keluar. Umat Islam asal Maluku sangat geram sampai ingin menyerbu rumah sakit dan mencari dokter yang mau memurtadkan Natsir. Alhamdulillah, situasi aman dan bisa diredam sehingga tidak ada kekerasan. Akhirnya, setelah diadakan klarifikasi dalam persidangan dengan dokter tersebut, ia pun dikeluarkan dari RSCM secara tidak terhormat.

Betapa liciknya cara dokter ini dalam menyampaikan ajarannya. Dia menunggu situasi-situasi lengah untuk memurtadkan tokoh Islam yang sangat konsisten dalam membendung arus kristenisasi ini. Maka kisah ini menjadi pelajaran penting buat umat Islam. Kalau sekelas tokoh Besar sekaliber Natsir saja menjadi sasara propaganda misionaris, apalagi orang biasa.

Prof. Dr. Rasjidi

Dalam Majalah Kiblat tahun 1968, dalam edisi No. 14 (Thn. XV: 11) dimuat sambutan M. Rasjidi dalam musyawarah antar agama tahun 1967 dengan judul “Masalah Agama adalah Suatu Problem Mengenai Kepentingan Mutlak”.

Berikut ini, akan menuliskan cerita beliau terkait upaya pemurtadan diri beliau:

“Saja harus mengakui bahwa dari fihak saja, golongan Islam nampak djuga gerakan da’wah jang mengadjak kepada agama Islam, akan tetapi saja jakin bahwa tidak ada seorang propogandist Islam jang pernah mendatangi Pak Kasimo atau Pak Tambunan dan mengadjak mereka supaja meninggalkan agama Krsiten dan memeluk agama Islam, sebagaimana saudara2 saja jang beragama Kristen telah mentjoba melakukan hal itu terhadap diri saja.

Jang saja tjeritakan kepada sdr2 itu hanja soal ketjil; apa jang terdjadi diseluruh wilajah Indonesia pada waktu ini djauh lebih besar dan lebih penting. Saja beberapa waktu jang lalu kembali dari kampung saja di Djokja. Saja didatangi oleh seorang penduduk dan mengatakan kepada saja sebagai berikut:

Pak, ipar saja terlibat dalam soal G/30 S, ia ditahan oleh jang berwadjib. Anak bininja terpaksa hidup susah dan menderita. Pada suatu waktu, dalam tahanan,, ipar saja diapproach oleh seorang jang menanjakan kepadanja apakah ia suka djika keluarganja didjamin dengan beras dan uang; tentu sadja ipar saja itu berkata tertu sadja saja akan sangat terima kasih djika ada orang jg bersedia membantu keluargaku. Orang itu mendjawab: djaminan akan datang setjara teratur, akan tetapi kamu harus menanda tangani surat kontrak ini lebih dahulu jang isinja menerangkan bahwa sdr telah memeluk agama Kristen Katholik.”  (Selesai Nukilan)

***

Perhatikan pola usaha pemurtadan yang disebutkan Prof. Rasjidi! Hampir semua lini menjadi sasaran kristenasasi. Tak peduli bahkan kepada seorang tokoh Islam sekalipun. Padahal, menurut Rasjidi, meski Islam juga agama yang menganjurkan umatnya untuk berdakwah, tidak akan secara terang-terangan mendakwahi pendeta Kristen seperti Kasimo dan Tambunan.

Lain halnya dengan mereka, Prof. Rasjidi pernah merasakan jadi obyek pemurtadan.

KH. Saifuddin Zuhri

Saat menjadi Menteri Agama, tokoh besar NU ini pun tak luput jadi sasaran propagandis Kristen. Simak apa yang diceritakan beliau sendiri dalam buku anggitan beliau berjudul “Berangkat dari Pesantren” (C I 1987: 565, 566):

“Selaku Menteri Agama, aku melakukan pendekatan, baik kepada kalangan Islam maupun Kristen, untuk menjaga kerukunan antar mereka, yaitu dengan memelihara iklim kebebasan mengembangkan agama secarasehat. Kemerdekaan menyiarkan agama itu harus didudukkan secara proporsional, tidak ekspansionis apalagi semangat yang meluap-luap. Sebagai contoh apa yang pernah aku alami sendiri. Semua orang tahu bahwa aku -meski Menteri Agama- tetapi selaku pribadi adalah orang Islam.

Suatu hari datang kepadaku seorang propagandis Kristen menawarkan buku-buku bacaan ke-Kristenan untuk anak-anakku. Aku katakan kepadanya bahwa aku mempunyai perpustakaan pribadi di rumah, juga untuk anak-anakku dan anggota keluargaku. Sebagai seorang pemimpin dalam keluarga, aku memilih sendiri jenis buku apa yung cocok bagi mereka sesuai dengan ajaran agama Islam, agama yang kami peluk dengan penuh kesadaran. Kepada propagandis Kristen itu, aku nasihati bahwa membaca buku-buku Kristen bagi anak-anakku akan mengacaukan kepercayaan mereka dan membuang-buang waktu saja.

“Aku juga berpikir, kalau terhadap seorang Muslim yang kebetulan Menteri Agama propagandis Kristen dengan leluasa mendatanginya, betapa pula terhadap orang Islam golongan awam. Aku katakan kepadanya bahwa propaganda semacam itu berlebihan serta mengundang reaksi. Kepadanya aku memperingatkan bahwa dengan kaum Muslimin yang tercermin dengan jumlah gereja mereka di Agama tahun 1965 gereja Protestan di seluruh Indonesia berjumlah 9.000 buah, gereja Katholik sebanyak 3.550 buah sedang masjid / musholla sebanyak 320.069 buah.”

Bahkan Menteri Agama pun dijadikan obyek propagandis untuk membagikan buku-buku misionaris dengan sasaran anak-anak beliau. Untung saja, semua bisa diatasi dengan baik oleh KH. Saefuddin Zuhri. Pernyataan beliau yang perlu diperhatikan di antaranya, “Kalau terhadap seorang Muslim yang kebetulan Menteri Agama propagandis Kristen dengan leluasa mendatanginya, betapa pula terhadap orang Islam golongan awam?”

Jadi, kisah ini sebagai pengingat bagi umat Islam untuk senantiasa waspada. Bahwa upaya untuk memurtadkan umat Islam (baik tokoh dan kalangan awamnya) senantiasa ada. Masih relevan apa yang dikatakan oleh Buya Natsir dalam buku “Percakapan Antar Generasi” bahwa problem yang dihadapai umat Islam di Indonesia adalah: Sekularisasi, Kristenisasi dan Nativisasi. Semoga ini menjadi kewaspadaan umat Islam.*/ Mahmud Budi Setiawan

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: