Zunnun al-Misri Capai Maqam Makrifah karena Kemurahan Tuhan

Zunnun al-Misri Capai Maqam Makrifah karena Kemurahan Tuhan
Makrifat adalah anugerah Tuhan kepada sufi yang dengan ikhlas dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Foto/Ilustrasi: Ist
Zunnun al-Misri mencapai maqam makrifat dalam dunia sufi . Ia mengaku dirinya memperoleh makrifat karena kemurahan hati Tuhan. Sekiranya Tuhan tidak membukakan tabir dari mata hatinya, ia tidak akan dapat melihat Tuhan.

Harun Nasution (1919 –1998) dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah" menyebut, Zunnun al-Misri menonjolkan pengalaman makrifat.

Makrifat atau makrifah adalah anugerah Tuhan kepada sufi yang dengan ikhlas dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Karena cinta ikhlas dan suci itulah Tuhan mengungkapkan tabir dari pandangan sufi. Dan dengan terbukanya tabir itu sufi pun dapat menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan dan sufi pun melihat keindahan-Nya yang abadi.

Ketika Zunnun ditanya, bagaimana ia memperoleh makrifah, ia menjawab, "Aku melihat dan mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tidak melihat dan tidak tahu Tuhan."

Menurut Harun Nasution, yang dimaksud Zunnun ialah bahwa ia memperoleh makrifah karena kemurahan hati Tuhan. Sekiranya Tuhan tidak membukakan tabir dari mata hatinya, ia tidak akan dapat melihat Tuhan.

Alat yang Berpusat di Kalbu
Sebagaimana disebut dalam literatur tasawuf , sufi berusaha keras mendekatkan diri dari bawah dan Tuhan menurunkan rahmat-Nya dari atas. Juga dikatakan bahwa ma'rifah datang ketika cinta sufi dari bawah dibalas Tuhan dari atas.

Dalam hubungan dengan Tuhan, kata Harun Nasution, sufi memakai alat bukan akal yang berpusat di kepala, tapi qalb atau kalbu (jantung) yang berpusat di dada. Kalbu mempunyai tiga daya, pertama, daya untuk-mengetahui sifat-sifat Tuhan yang disebut qalb. Kedua, daya untuk mencintai Tuhan yang disebut ruh. Ketiga, daya untuk melihat Tuhan yang disebut sirr.

Sirr adalah daya terpeka dari kalbu dan daya ini keluar setelah sufi berhasil menyucikan jiwanya sesuci-sucinya.

Harun Nasution menjelaskan dalam bahasa sufi, jiwa tak ubahnya sebagai kaca, yang kalau senantiasa dibersihkan dan digosok akan mempunyai daya tangkap yang besar.

Demikian juga jiwa, makin lama ia disucikan dengan ibadat yang banyak, makin suci ia dan makin besar daya tangkapnya, sehingga akhirnya dapat menangkap daya cemerlang yang dipancarkan Tuhan. Ketika itu sufi pun bergemilang dalam cahaya Tuhan dan dapat melihat rahasia-rahasia Tuhan.

Oleh karena itu al-Ghazali mengartikan makrifat, "Melihat rahasia-rahasia Tuhan dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada."

Menurut Harun Nasution, kata makrifat memang mengandung arti pengetahuan. Maka, makrifat dalam tasawuf berarti pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan melalui kalbu.

Pengetahuan ini disebut ilm ladunni. Makrifah berbeda dengan 'ilm. 'Ilm ini diperoleh melalui akal. Dalam pendapat al-Ghazali , pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu, yaitu makrifah, lebih benar dari pengetahuan yang diperoleh melalui akal, yaitu 'ilm.

Sebelum menempuh jalan tasawuf, al-Ghazali diserang penyakit syak. Tapi, menurut al-Ghazali, setelah mencapai makrifah, keyakinannya untuk memperoleh kebenaran ternyata melalui tasawuf, bukan filsafat.

Lebih jauh mengenai makrifah dalam literatur tasawuf dijumpai ungkapan berikut:

1. Kalau mata yang terdapat di dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah.
2. Makrifah adalah cermin. Kalau sufi melihat ke cermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif, baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanyalah Allah.
3. Sekiranya makrifah mengambil bentuk materi, cahaya yang disinarkannya gelap. Semua orang yang memandangnya akan mati karena tak tahan melihat kecemerlangan dan keindahannya.

Tetapi sufi yang dapat menangkap cahaya makrifah dengan mata hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan. Harun Nasution mengatakan tidak mengherankan kalau sufi merasa tidak puas dengan stasion makrifah saja. Ia ingin berada lebih dekat lagi dengan Tuhan. Ia ingin mengalami persatuan dengan Tuhan, yang di dalam istilah tasawuf disebut ittihad.

(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: