Nabi Palsu yang Muncul Pada Masa Rasulullah SAW Masih Hidup

Nabi Palsu yang Muncul Pada Masa Rasulullah SAW Masih Hidup
Nabi palsu yang muncul pada masa Rasulullah SAW masih hidup lumayan banyak. Salah satunya Musailamah. Foto/Ilustrasi: Ist
Nabi palsu yang muncul pada masa Rasulullah SAW masih hidup lumayan banyak. Mereka ikut-ikutan memploklamirkan diri sebagai nabi setelah Nabi Muhammad SAW mengikrarkan diri sebagai Rasul.

Di kalangan Banu Asad banyak orang yang menyambut Tulaihah yang mendakwakan diri nabi dan mendapat dukungan ketika ia meramalkan adanya tempat mata air tatkala golongannya sedang dalam perjalanan hampir mati kehausan.

Kalangan Banu Hanifah banyak juga yang menyambut Musailamah ketika ia mengutus dua orang pengikutnya kepada Nabi Muhammad, memberitahukan bahwa Musailimah juga nabi seperti dia, dan bahwa separuh bumi ini buat dia dan separuh buat Quraisy, tetapi Quraisy golongan yang tidak suka berlaku adil.

Selanjutnya, penduduk Yaman mengenal nama Aswad al-Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" — "orang yang berkudung", tatkala orang ini menguasai Yaman dan mengusir wakil Nabi.
Kala itu, oleh Rasulullah mereka tidak begitu dihiraukan, dengan keyakinan bahwa kebenaran yang ada dalam agama Allah ini sangat kuat untuk menangkis kebohongan mereka, dan dengan keimanan yang sudah kuat orang-orang yang beriman itu akan mampu membasmi mereka.

Mereka yang mendakwakan diri nabi itu menyadari posisi mereka terhadap Rasulullah SAW. Kecuali Aswad al-Ansi, di antara mereka tak ada yang memberontak.

Konon ia mendakwakan diri nabi lalu tampil dan terbunuh ketika Nabi masih ada. Tetapi sebagian sejarawan ada yang menyebutkan bahwa ia mengambil cara seperti kedua rekannya itu, menunggu sampai Rasulullah wafat, kemudian baru mereka memberontak melawan Islam.


Dalam buku Tarikh-nya al-Ya'qubi menuturkan: "Aswad bin Inza al-Ansi sudah mendakwakan dirinya nabi sejak masa Rasulullah. Setelah Abu Bakar dilantik ia muncul dan mendapat pengikut beberapa orang. Ia dibunuh oleh Qais bin Maksyuh al-Muradi dan Fairuz ad-Dailami yang memasuki rumahnya dan mendapatkannya sedang mabuk lalu dibunuh."

Mengutip salah satu sumber at-Thabari mengatakan: "Perang pembangkangan pertama setelah Nabi SAW wafat ialah perang yang dilancarkan oleh Ansi, dan perang Ansi itu terjadi di Yaman."

Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut para era Khalifah Abu Bakar pembangkangan terjadi di mana-mana. Musailimah dan Aswad al-Ansi mendakwakan diri sebagai nabi di kalangan masyarakatnya itu. Maksud mereka supaya di kalangan Banu Hanifah dan di Yaman serta kelompok-kelompok Arab yang lain ada juga nabinya, seperti di kalangan Quraisy.

Menurut Haekal, besar dugaan bahwa pergolakan Ansi itu terjadi pada akhir masa Rasulullah. “Benar tidaknya dugaan ini, yang jelas terjadinya itu pada masa Abu Bakar,” tuturnya.


Dukun dari Yaman
Aswad al-Ansi adalah seorang dukun yang tinggal di Yaman bagian selatan, seorang tukang sihir yang dapat membuat bermacam-macam muslihat, dan mempengaruhi penduduk dengan kata-katanya. Ia mendakwakan diri nabi dan juga menamakan dirinya "Rahman," sama halnya dengan Musailimah yang menamakan dirinya "Rahman Yamamah."

Menurut Lisanul 'Arab kata "rahman" mengandung beberapa arti, dan nama Allah yang tak dapat disifatkan pada yang lain, seperti "rahim". Lisanul 'Arab juga menyebutkan, bahwa kata rahman ini berasal dari kata bahasa Ibrani dan rahim dari kata bahasa Arab.

Beberapa Orientalis menyebutkan bahwa sebelum Islam kata rahman ini nama dewa di Semenanjung Arab bagian selatan, dan terdapat dalam naskah-naskah mereka tetapi di Hijaz sendiri tidak dikenal.

Aswad mengaku memelihara setan yang dapat mengalahkan segala macam, dan juga dapat mengalahkan segala rencana musuh. Ia tinggal dalam sebuah gua Khabban di Mazhij.

Orang-orang awam dalam jumlah besar banyak yang datang kepadanya karena tertarik pada kata-katanya, dan terpesona oleh apa yang katanya adalah perkataan setannya.

Aswad mengepalai kelompok itu setelah ia membuat kerusuhan. la pergi ke Najran dan menyingkirkan Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm wakil Muslimin di daerah itu.

Penduduk Najran yang merasa terpesona oleh kemenangan Aswad segera bergabung. Mereka sama-sama pergi ke San'a dan ia berhadapan dengan Syahr bin Bazan yang kemudian dibunuhnya dan pasukannya dikalahkan.

Kaum Muslimin yang tinggal di kota itu lari, dipimpin oleh Mu'az bin Jabal, menyusul Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm ke Madinah. Dengan kemenangannya itu Aswad menjadi raja Yaman.

Orang-orang dari pedalaman dan dari kota, dari sahara Hadramaut, Ta'if, Bahrain dan Ahsa sampai ke Aden tunduk di bawah perintahnya.

Yang mengherankan, ketika Aswad menghadapi Syahr bin Bazan di San'a hanya dengan tujuh ratus orang pasukan berkuda. Ada yang bergabung kepadanya dari Mazhij dan ada pula yang dari Najran. Dengan jumlah pasukan yang begitu kecil, dukun sihir itu mendapat kemenangan melawan penduduk kawasan tersebut dan berkembang cepat sekali seperti jilatan api, tak ada kekuatan yang dapat melawannya.

Setelah Aswad tampil menuntut Yaman untuk orang Yaman, tak ada orang yang mengadakan perlawanan. Pihak Persia tak dapat membela Syahr dan ayahnya, dan orang Hijaz pun tak ada di negeri itu yang akan membantu kaum Muslimin dari ulah dan tipu muslihat Aswad.

Menurut Haekal, dapat juga ditafsirkan dari segi lain, yakni negeri ini memang sudah menjadi ajang berbagai macam agama: Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama-agama ini berdekatan pula dengan berhala-berhala dan peribadatan masyarakat Arab.

Di samping itu Islam yang baru saja singgah di Yaman, ajaran-ajarannya belum dapat dikatakan sudah kuat merasuk ke dalam hati warga penduduk negeri itu. Setelah nabi palsu itu muncul di tengah-tengah mereka dengan membangkitkan rasa kegolongan, mengajak mereka dengan berdalih ia telah mengusir kekuasaan asing dari negerinya itu, segera sekali mereka menyambut ajakan itu.

Tak ada jalan bagi kaum Muslimin selain melarikan diri, dan bagi orang-orang Persia yang masih ada di tempat itu tak ada jalan lain daripada tunduk atau mati.

Tatkala berita-berita itu sampai kepada Nabi Muhammad di Madinah, beliau tengah mengadakan persiapan hendak menghadapi pihak Romawi dan akan mengadakan pembalasan terhadap Mu'tah sambil mengadakan konsolidasi menghadapi bahaya yang sedang mengepung Semenanjung Arab itu dari segenap penjuru.

Selanjutnya, Nabi Muhammad berencana mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad dan yang semacam Aswad itu. Beliau mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya, dengan meminta bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai keberanian dan rasa agama.

Cukup dengan keputusan itu yang diambil Rasulullah mengenai Yaman. Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit.

Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin-pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa sudah lebih kuat.

Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya, begitu juga daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a sampai ke Ta'if. Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin Abd Yagus sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat Fairuz dan Dazweh. Keduanya orang Persia.

Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal memerintah dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan kemenangan kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak menjatuhkannya.

Namun di waktu subuh, ia dibunuh orang-orang kepercayaannya. Thabari dan Ibn Asir menyebutkan bahwa Aswad mati sebelum Rasulullah berpulang ke rahmatullah, dan bahwa pada malam kejadian itu Nabi SAW sudah menerima wahyu tatkala berkata: "Al-Ansi terbunuh, dibunuh oleh seorang laki-laki yang mendapat berkah dari keluarga orang-orang yang penuh berkah." Ditanya siapa yang membunuh, ia menjawab: "Dibunuh oleh Fairuz."

Sumber lain menyebutkan bahwa berita kematian Aswad itu baru sampai ke Madinah setelah Rasulullah wafat, dan bahwa itulah berita baik pertama yang sampai kepada Abu Bakar ketika ia di Madinah.

Selanjutnya sumber itu menyebutkan, bahwa Fairuz berkata: "Setelah Aswad kami bunuh keadaan kita kembali seperti semula, di tangan Mu'az bin Jabal, dan dia yang mengimami sholat kami. Tinggal harapan bagi kami; orang yang kami benci sudah tak ada, kecuali pasukan berkuda teman-teman Aswad. Kemudian setelah datang berita kematian Nabi, di mana-mana timbul kegelisahan."
Musailamah
Sejarawan berbeda pendapat tentang nama Musailamah. Ada yang mengatakan ia adalah Musailamah bin Hubaib al-Hanafi. Yang lain mengatakan Musailamah bin Tsamamah bin Katsir bin Hubaib al-Hanafi. Ada yang mengatakan kunyahnya adalah Abu Tsamamah. Ada pula yang menyebutnya Abu Harun.

Usia Musailamah lebih tua dan lebih panjang dibanding Rasulullah. Ada yang menyebutkan ia terbunuh pada usia 150 tahun saat Perang Yamamah. Ia adalah seorang tokoh agama di Yamamah dan telah memiliki pengikut sebelum wahyu kerasulan datang kepada Nabi Muhammad SAW.

Sebelum mengaku sebagai nabi, Musailamah sering menyusuri jalan-jalan. Masuk ke pasar-pasar yang ramai oleh masyarakat Arab maupun non-Arab. Berjumpa dengan orang-orang berbagai macam profesi di sana. Pasar yang ia kunjungi semisal pasar di wilayah al-Anbar dan Hirah.

Musailamah berkepribadian kuat (strong personality). Pandai bicara. Memiliki pengaruh di tengah bani Hanifah dan kabilah-kabilah tetangga. Tutur katanya lembut. Pandai menarik simpati, bagi laki-laki maupun wanita. Ia menyebut dirinya Rahman al-Yamamah.

Musailamah adalah laki-laki bersosok kecil, kerdil, tampangnya tidak menarik selain tutur katanya yang manis, tidak banyak tertarik pada perempuan atau pada kecantikannya.

Oleh karena itu, salah satu ketentuan yang diterapkan pada kaumnya ialah barang siapa mempunyai anak laki-laki tak boleh ia mendekati istrinya kecuali jika anak itu mati. Kalau anaknya meninggal, ia boleh mencampuri istrinya untuk memperoleh anak lagi. Maka barang siapa sudah mempunyai anak laki-laki, semua perempuan diharamkan buat dia!

Musailamah dan pengikut-pengikutnya di Yamamah, tak mau mengakui Muhammad sebagai Rasulullah atas mereka. Sebagaimana Quraisy, mereka berpendapat juga berhak punya nabi dan rasul sendiri.

Jumlah prajurit-prajurit pemberani di kalangan mereka lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Di samping itu kelompok mereka merupakan satu kesatuan, tak ada perselisihan dan persaingan yang akan membuat mereka jadi lemah.
Tipu Tukang Sulap
Bagaimana Musailamah jadi makin kuat? Pada Tahun Perutusan ia pergi kepada Nabi bersama-sama delegasi Banu Hanifah. Sesudah sampai di Madinah delegasi itu tak mengajaknya bersama-sama menemui Nabi, tapi ia ditinggalkan di kendaraan.

Setelah memberi salam Nabi memberikan bingkisan kepada mereka. Mereka menyebut juga ada Musailamah. Lalu dimintanya supaya mereka memberikan juga bingkisan itu kepadanya, seraya katanya ramah: "Sebenarnya dia bukan orang paling jahat di antara kamu", yakni karena ia ditinggalkan di kendaraan teman-temannya.

Anehnya, Musailamah tiba-tiba menjadi sangat kuat dengan ribuan pengikut. Konon, kisah ini bermula dari seorang laki-laki bernama Nahar ar-Rajjal — atau ar-Rahhal bin Unfuwah.

Ia ke Madinah mengikuti Rasulullah. Ia belajar membaca Qur'an, mendalami hukum fikih dan menguasai ajaran-ajaran Islam, karena ia memang pandai dan cerdas. Oleh Rasulullah ia dikirim ke Yamamah untuk mengajarkan Islam di sana.

Di antara mereka terdapat juga Musailamah. Ia memperkuat Muslimin dan bersama-sama mereka mau mengacaukan nabi palsu itu. Tetapi sebenarnya Nahar ini lebih berbahaya bagi Banu Hanifah daripada Musailamah sendiri. Ketika dilihatnya Musailamah banyak pengikutnya, serta merta ia mengakui kenabiannya dan menjadi saksi bahwa Muhammad mengatakan Musailamah adalah sekutunya dalam kenabian.

Apa gerangan kata penduduk Yamamah mengenai ini! Ya, ada pengikut Muhammad yang sudah memberikan kesaksiannya, mengakui kenabian Musailamah, dan yang memberikan kesaksian ini orang yang mengerti, ahli fikih, mengajarkan Qur'an Muhammad kepada mereka, mengajarkan kisah-kisahnya, memperdalam ajaran agamanya dan ia menjadi saksi kenabian Musailamah.

Tak ada jalan sekarang untuk menolak kebenarannya. Karenanya, orang datang kepada Musailamah berbondong-bondong, percaya bahwa dia utusan Allah kepada Banu Hanifah. Dengan begitu jalan buat dia terbuka dan apa pun yang dikehendakinya tersedia di hadapannya.

Muhammad Husain Haekal mengatakan kepercayaan sepenuhnya dapat diberikan oleh Musailamah kepada Nahar ar-Rajjal ini, dan segala yang ingin ditiru dari Muhammad dapat terlaksana. Untuk itu, Nahar pun dapat memperoleh segala kesenangan dunia yang diinginkannya.

“Kalau ulama dan ahli-ahli Qur'an sudah tunduk pada kesenangan, dan menyerahkan ilmunya di bawah kekuasaan orang yang menguasai kesenangan, celakalah ilmu dan agama, celakalah kebenaran!” tutur Haekal.
(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: