Masjid Agung Umayyah, Saksi Sejarah Perkembangan Kota Damaskus

 Air mancur kuno di belakang gerbang timur Masjid Umayyah. Masjid Agung Umayyah, Saksi Sejarah Perkembangan Kota Damaskus

Air mancur kuno di belakang gerbang timur Masjid Umayyah. Masjid Agung Umayyah, Saksi Sejarah Perkembangan Kota Damaskus

Foto: Sana
Khalifah Al Walid ingin Masjid Umayyah menawarkan “surga Islam”.
Damaskus yang terletak di Suriah adalah salah satu kota di Timur Tengah yang mempunyai sejarah panjang sebelum kondisinya seperti sekarang. Musafir Andalusia, ahli geografi, dan penyair Abul Husain Muhammad Ibn Ahmad ibn Jubayr mengunjungi Damaskus pada tahun 1184 M.

Saking indahnya, dia sampai mengatakan “Jika surga ada di bumi maka Damaskus tanpa keraguan ada di dalamnya.” Jubayr menghabiskan waktu sebulan selama di Damaskus dan menginap di Dar al-Hadits di sebelah barat masjid Masjid Agung Umayyah.

Pada 1260, pasukan Mongol menaklukkan kota tersebut. Pengepungan dan penghancuran brutal kota terjadi saat itu. Meskipun segala tumpah darah yang terjadi, Masjid Agung Umayyah masih megah berdiri, menyimpan sejarah kota dan penguasanya.

Dibangun pada masa Khalifah al-Walid

Masjid Agung Umayyah selesai dibangun pada tahun 715 oleh Khalifah Umayyah keenam, al-Walid. Masjid ini dibangun di atas situs yang telah digunakan terus-menerus selama beberapa milenium sebagai rumah ibadah.

Dulunya ada kuil yang dibangun oleh orang Aram kuno lalu orang Romawi. Ketika Suriah berada di bawah kekuasaan Bizantium Kristen, kuil tua itu diubah menjadi katedral. Kemudian pada tahun 634 M Damaskus menjadi kota Bizantium besar pertama yang ditaklukkan oleh penguasa Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Rashidun pertama Abu Bakar dan jenderalnya Abu Ubaidah dan Khalid ibn-al Walid.

Dari kedatangan Islam hingga 715 M, ketika Walid memulai pembangunan masjid baru, katedral lama berfungsi sebagai ruang ibadah bagi komunitas Kristen dan Muslim di kota itu. Selama periode 80 tahun ini, kedua umat memasuki rumah ibadah melalui pintu yang sama. Ketika umat Islam datang, orang-orang Kristen pergi.

Seiring pertumbuhan jumlah Muslim maka kebutuhan ruang ibadah juga bertambah. Walid telah menghancurkan katedral tua dan menugaskan pembangunan yang sekarang dikenal sebagai Masjid Agung Umayyah.

Khalifah Al Walid ingin Masjid Umayyah menawarkan “surga Islam”.

Pembangunan masjid

Sebelum memutuskan untuk membangun masjid, Walid memikirkan konstruksi dan ukuran masjid. Dia ingin berbeda dari masjid-masjid yang ada di Madinah, Makkah, dan Kufah. Walid memikirkan masjid yang dibangunnya harus menawarkan “surga Islam” kepada umat beriman.

Oleh karena itu, dia memerintahkan agar setiap ruang yang ada di atas panel marmer dinding bawah ditutup dengan mozaik, di bagian dalam dan luar masjid. Seluruh masjid ditutupi gambar taman surga yang fantastis, lanskap luas dan beragam yang dikuasai oleh Umayyah, dicat emas dengan mosaik batu berwarna-warni.

Dikutip Middle East Eye, Kamis (8/9/2022), sekitar 40 ton kubus kaca dan batu yang di antaranya 12 ton berwarna hijau diatur sehingga seluruh ruang bersinar dan berkilau. Setiap kubus dimiringkan dengan hati-hati agar bisa menangkap cahaya jika dilihat dari bawah.

Untuk desainnya, Walid mengambil inspirasi dari sebuah ayat dalam Alquran yang menggambarkan surga dengan kamar-kamar yang tinggi dan sungai yang mengalir. Dalam laporannya, Jubayr menggambarkan kesempurnaan konstruksi masjid.

Menurut dia, masjid memiliki hiasan dan dekorasi yang luar biasa, termasuk mosaik emas dan batu berwarna luar biasa yang mempesona dalam cahaya. Sejauh ini, masih ada perdebatan soal design language untuk masjid itu Bizantium, neo-Romawi, Sassanian (Persia), Suriah, atau murni Islam. Karena kenyataannya, masjid mengandung semua unsur tersebut.

photo
Masjid Umayyah di Aleppo pada tahun 2010 (atas) dan kondisi terakhir 17 Desember 2016. - (Reuters)Rol

No comments: