Sikap Ahlussunnah tentang Tragedi Karbala dan Cinta Keluarga Rasulullah SAW

Begini Sikap Ahlussunnah tentang Tragedi Karbala dan Cinta Keluarga Rasulullah SAW
Sikap Ahlussunah wal Jamaah tentang tragedi Karbala berada di tengah. Foto/Ilustrasi: pinterest
Sikap dan posisi ahlussunnah wal jamaah tentang tragedi Karbala berada di tengah. Tidak turut menyelenggarakan ritual berkabung atas syahidnya Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib , tidak juga mensyukuri peristiwa tersebut.

Kini, sebagian kaum Syi’ah menyelenggarakan pesta berkabung atas syahidnya al-Husain ra dengan klaim kecintaan yang sangat. Sementara di pihak yang lain, di sebagian negeri-negeri Islam justru melakukan perayaan kebahagiaan pada hari Asyuro, mengkhususkan jenis-jenis jajanan dan makanan tertentu.

Syaikh Muhammad Karim dalam bukunya berjudul "Asyura dan Klaim Cinta Husain" mengutip Syaikh Ali Mahfudz berkata, “Setan yang terkutuk telah membuat dua bid’ah dengan sebab terbunuhnya al-Husain".

Pertama, kesedihan, ratapan, menampar-nampar wajah, menjerit-jerit, menangis, bersin-bersin, membuat acara nostalgia, sampai kepada mencela dan melaknat generasi salaf dan mengaitkan mereka yang tidak terlibat menjadi para pendosa, membacakan kisah-kisah pemikat hati yang mengarah kepada fitnah di mana kebanyakannya adalah kedustaan.

Tujuan mereka mencontohkan sunnah sayyi’ah (teladan yang buruk) pada hari itu adalah untuk membuka pintu fitnah dan perpecahan di antara ummat. Perbuatan tersebut tidak dibenarkan secara ijma (konsensus) kaum muslimin. "Bahkan menciptakan keluhan dan ratapan serta membangkitkan musibah masa lalu adalah dosa yang paling buruk dan perbuatan haram yang terbesar," ujarnya.

Kedua, bid’ah kegembiraan dan kebahagiaan. Menjadikan hari Asyuro sebagai hari raya; memakai pakaian dan perhiasan, melebihkan uang belanja keluarga, dan seterusnya.

Hal itu bermula, kala itu di Kuffah terdapat kaum Syi’ah yang berlebih-lebihan dalam mencintai dan memperjuangkan al-Husein, yang dipimpin oleh al-Mukhtar bin Ubaid. Menurut Syaikh Muhammad Karim, dia adalah berfaham Rafidhah yang mengaku sebagai nabi.

Di sisi lain, ada juga kelompok an-Naashibah yang membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya, yang diantaranya al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi (berasal dari daerah Tsaqif).

Satu kelompok membuat-buat kesedihan dan yang satunya lagi membuat-buat kebahagiaan. Syaikh Muhammad Karim mengatakan kesemua bid’ah itu berlatarbelakang dendam terhadap al-Husain. Demikian juga bid’ah kesedihan dan segala yang diekspresikan oleh pecinta al-Husain merupakan perbuatan yang batil dan merupakan bid’ah yang sesat.

Al-Alaamah Ibnul Izz al-Hanafi dalam Kitab al-Ibdaa’ fi Mudhar al-Ibtidaa’ berkata: “Sesungguhnya tidak ada yang sah dari Nabi SAW pada hari Asyuro selain puasa.”

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbaad, sebagaimana dikutip Syaikh Muhammad Karim, berkata: “Aqidah (keyakinan) Ahlussunnah wal Jamaah adalah pertengahan antara berlebih-lebihan dan merendahkan, antara melampaui batas dan menelantarkan dalam seluruh permasalahan aqidah.

Termasuk aqidah mereka mengenai Ahlulbait Rasulullah SAW (keluarga Nabi). Mereka loyal kepada setiap muslim dan muslimah dari keturunan Abdul Muthalib. Demikian pula pada seluruh istri-istri Nabi.

Mereka mencintai keseluruhannya dan memuji mereka. Menempatkan mereka pada posisi yang pantas bagi mereka dengan adil dan inshof (seimbang). Tidak dengan hawa nafsu dan membebani diri.

Menyadari akan keutamaan siapa yang tergabung pada dirinya antara kemuliaan iman dan kemuliaan nasab (keturunan). Siapapun Ahlulbait dari kalangan sahabat Nabi maka Ahlussunnah mencintainya karena keimanan dan ketakwaannya serta karena persahabatan dan kekerabatannya dengan Nabi.

Jika dia bukan sahabat Nabi, maka Ahlussunnah mencintainya karena keimanan dan ketakwaannya juga kekerabatannya dengan Nabi. Mereka memandang bahwa kemuliaan nasab mengikuti kemuliaan iman.

Siapa yang Allah berikan keduanya maka telah terkumpul padanya dua kebaikan. Jika dia tidak beriman, maka kemuliaan nasab tidaklah bermanfaat sedikitpun. Allah Taala telah berfirman,

قال الله تعالى : إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.”

Nabi Muhammad SAW bersabda di akhir hadis yang panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya no.2699 dari Abu Hurairah ra,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((ومَن بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرَع بِهِ نَسَبُهُ)) رواه مسلم

“Siapa yang dilambatkan oleh amalnya, nasab (keturunannya) tidak dapat mempercepatnya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab al-Aqidah al-Waashitiah mengatakan, “Mereka (Ahlussunnah wal Jama’ah) mencintai Ahlulbait Rasulullah dan loyal kepada mereka. Ahlussunnah menjaga wasiat Rasulullah yang bersabda pada hari ghadir haam, satu lembah yang berada di antara Mekkah dan Madinah tepatnya di Juhfah dalam perjalanan beliau bersama para sahabat:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((أُذَكـِّرُكُم الله فِي أَهْلِ بَيْتِي))

“Aku mengingatkan kalian akan ahlulbaitku (keluargaku).”

Beliau juga berkata kepada pamannya Abbas bin Abdul Muthalib ketika mengeluh kepadanya bahwa sebagian Quraisy bersikap keras kepada Bani Hasyim:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((وَالذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لاَ يُؤْمِنُوْن حتَّى يُحبُّوكُم لِلهِ وَلِقَرَابَتِي))

“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah mereka beriman hingga mencintai kalian karena Allah dan juga karena kekerabatan kalian denganku.”

Dan sabda beliau:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إِنَّ اللهَ اِصْطَفَى كِنَانَة مِنْ وَلَد إِسْمَاعِيل، وَاصْطَفَى مِنْ كِنَانَة قُرَيْشًا، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْش بَنِي هَاشِم، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِم))

“Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari keturunan Ismail dan memilih dari Kinanah Quraisy dan memilih dari Quraisy Bani Hasyim dan memilihku dari Bani Hasyim.”

Ahlussunnah loyal kepada istri-istri Rasulullah, ibu kaum mukminin dan mengimani bahwa mereka adalah istri-istrinya SAW di akhirat, terkhusus Khadijah Radhiyallahu anha, ibu dari anak-anaknya. Wanita pertama yang mengimani dan menolong beliau atas kenabiannya. Dia memiliki kedudukan yang tinggi.

Demikian juga as-Shiddiqoh binti as-Shiddiiq, Aisyah Radhiyallahu anha. Yang dikatakan oleh Nabi SAW, “Keutamaan Aisyah dibanding para wanita yang lain seperti keutamaan tsariid (bubur/roti yang dilunakkan) bagi makanan yang lain.”

Ahlussunnah berlepas diri dari jalan orang-orang Rafidhah yang membenci dan mencela sahabat Nabi SAW. Juga berlepas diri dari jalan orang-orang Nawashib yang menyakiti Ahlulbait dengan ucapan atau perbuatan.

Syaikhul Islam juga mengatakan dalam Majmu Fatawa 28/491: “Demikian pula terhadap Ahlulbait (keluarga) Rasulullah, diwajibkan mencintai, loyal dan menjaga hak mereka.”

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: