Kesaksian Ismail Banda: Mahasiswa Indonesia di Mesir Pelopor Perjuangan Kemerdekaan RI

 

Berkat perjuangan mahasiswa Indonesia di Mesir, mengakibatkan delegasi Indonesia meraih kesuksesan pengakuan kemerdekaan Indonesia dari negeri-negeri Arab

PERJUANGAN mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai contoh, para mahasiswa Indonesia di Mesir.

Hal ini, bisa disimak dari surat kabar yang terbit pada tahun 1947 memberitakan kiprah besar mereka dalam mewujudkan cita-cita luhur ini.  Dalam surat kabar Nasional (No. 126, Juni 1947), ada tajuk menarik yang menggambarkan perjuangan pemuda Indonesia, khususnya mahasiswa Muslim, yang menjadi mahasiswa di Negeri Kinanah: Mesir, dalam upaya memelopori perwujudan kemerdekaan Republik Indonesia.

Judul beritanya: “Perdjoangan Pemoeda Indonesia di Mesir, Mahasiswa Pelopor Kemerdekaan.” Pembaca bisa membaca komentar Ismail Banda berikut ini pada 4 Juni 1947,  sebagai pembuka:

“Oentoek memperdjoeangkan kemerdekaan Repoeblik Indonesia, teroetama pengakoean dari negeri lain oemoemnja dan negeri2 Arab choesoesnja, maka para Mahasiswa Indonesia jg. berada di Mesir telah berdjoeang dgn sekoeat tenaga.”

Ismail Banda (1810-1951) ini adalah seorang yang dikenal sebagai diplomat, aktivis, ulama dan juga salah seorang pendiri Al-Washiliyah. Dalam kaarirnya, beliau pernah menjadi diplomat Indonesia di beberapa negara Timur Tengah.

Beliau melanjutkan, “Dengan soesah pajah, maka achirnja kami dapat pertolongan dari Sekretaris Agoeng Arableague Abdoelrahman Azam Pasja. Maka selandjoetnja terdapat hasil baik ja’ni dengan. datangnja Abdoel Maunin (Mun’im) di Indonesia tempo hari.”

Lebih lanjut Ismail Banda menceritakan pengalamannya saat di Mesir. Para mahasiswa Indonesia di negeri para Nabi ini bukan saja berjuang dalam bidang politik tapi juga pada ranah sosial.

Ketika ada 3.000 jamaah haji atau lainnya yang masih berada di tanah Arab, pasca tidak mau mengakui kedaulatan Belanda, mereka menderita kesulitan yang banyak.  Utamanya dalam memenuhi kebutuhan pokok.   

Sebabnya apa? 15 ton beras yang biasa dikirim dari Mesir tiba-tiba pada bulan yang lalu (Mei 1947) tiba-tiba dihentikan pengirimannya oleh Belanda. Akibatnya, banyak orang Indonesia yang mengalami kesusahan, baik itu yang haji atau bukan.

Menariknya, melihat situasi ini, para mahasiswa Mesir bergerak cepat. Mereka bekerjasama denan lembaga di Mesir agar bisa mengirimkan beras sebagaimana biasanya. Usaha itu akhirnya berhasil. Dengan pertolongan Raja Mesir, pengiriman itu bisa dilangsungkan kembali.

***

Sebagai tambahan informasi, M. Zein Hassan, saksi dan pelaku sejarah kala itu, dalam buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” (1980: 124-127) menggambarkan betapa Kedutaan Belanda kala itu panik dengan aksi Mahasiswa Indonesia di Mesir. Karena itu, mereka sampai menghubungi Kementerian Luar Negeri Mesir agar mau menghentikan kegiatan mahasiswa Indonesia.

Pemerintah Mesir malah mendukung mahasiswa Indonesia melakukan kegiatan konfrontasi dengan Belanda. Bahkan menetapkan demikian, “Dari saat ini juga Pemerintah Mesir menganggap warga Indonesia di Mesir tidak ada hubungan lagi dengan Perwakilan Belanda. Semua urusan yang menyangkut warga Indonesia itu, Pemerintah Mesir akan menghubungi Panitia.”

Panitia dari kalangan mahasiswa inilah yang diakui oleh Pemerintah Mesir menggeser Kedutaan Belanda. Ini terjadi pada 22 Maret 1946. Paspor-paspor Belanda yang biasa digunakan mereka, juga dibuang sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda.

Dampak yang sangat signifikan pada perjuangan selanjutnya adalah akhirnya Pemerintah Mesir mencabut izin ekspor beras ke Saudi Arabia untuk warga Indonesia di sana dari Kedutaan Belanda dan menyerahkan ke Panitia Pusat di Mesir. Arab Saudi pun membuat panitia cabang di sana bahkan mengizinka menjual separuh dari 30 ton beras yang dikirim Panitia Pusat ke sana setiap bulan supaya uangnya dapat dibagikan kepada warga Indonesia yang memerlukan bantuan di sana. (Selesai Nukilan)

****

Kisah ini menunjukkan dua hal penting: Pengakuan de facto RI dan kepedulian Mesir terhadap Indonesia yang diperjuangkan oleh mahasiswa Indonesia di sana. Bahkan, di antara bentuk perhatian Pemerintah Mesir adalah memberi hutang yang sebelumnya telah diputus oleh Belanda sehingga bisa meringankan kesulitan mahasiswa Indonesia.

Peran mahasiswa Indonesia di Mesir

Dari keterangan Ismail Banda dan penguatan Zein Hasan ini, teranglah betapa besar kontribusi mahasiswa Indonesia yang sedang menjalankan studi di Mesir. Mereka tidak sekadar belajar, tapi memiliki kepedulian dalam perjuangan kemerdekaan. Bahkan dalam ranah sosial pun, selama bisa dikerjakan akan mereka bantu juga.

Kalau dilihat pada tahun-tahun saat delegasi Indonesia meraih kesuksesan mendapat pengakuan dari negeri-negeri Arab, maka jasa-jasa mahasiswa Indonesia di Mesir tidak bisa dilupakan begitu saja. Mereka bisa dikatakan sebagai pelapang jalan menuju kesuksesan diplomasi H. Agus Salim dan kawan-kawan di negeri-negeri Arab.

Benarlah kata Ismail Banda bahwa mahasiswa Indonesia di Mesir adalah pelopor perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di Timur Tengah. Lalu bagaimana dengan peran mahasiswa Indonesia di Timur Tengah saat ini?

Meski Indonesia telah merdeka, mereka bisa berkontribusi dalam berbagai bidang yang bisa mengharumkan nama Indonesia sebagaimana yang telah dilakukan para pendahulunya ketika menimba ilmu di Bumi Kinanah.*/Mahmud Budi Setiawan

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: