Apakah Bangsa Israel adalah Bani Israil yang disebut Al-Quran?

Komunitas Yahudi ultra-ortodoks

Bani Israil yang disebut Al-Quran merupakan keturunan Nabi Ya’kub Alaihissam, berbeda dengan Israel saat yang ini yang didominasi zionisme

SEKITAR tahun 1997 – 1822 SM, Nabi Ibrahim Alaihissalam lahir. Menurut Ibnu Katsir, dalam kitabnya Bidayah wa al-Nihayah, Nabi Ibrahim AS lahir di Babilonia (Irak).

Beliau memiliki anak bernama Ismail (atau bapak Bangsa Arab) dan Ishak. Selanjutnya, dari  Nabi Ishak ‘Alaihi salam memiliki anak bernama Ya’qub yang juga dinamakan Israil, dan kelak termasuk salah satu dari 25 Nabi dan keturunnya disebut Bani Israil.

Al-Quran mengatakan hal ini dalam Surat As-Shaaffaat. Dari keturunan Nabi Ishaq nanti akan menjadi anak yang taat kepada Allah, sebagian lagi akan menjadi keturunan dzalim, inilah yang kelak menjadi bangsa Israel.

وَبَشَّرْنَٰهُ بِإِسْحَٰقَ نَبِيًّا مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

وَبٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰٓى اِسْحٰقَۗ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَّظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ مُبِيْنٌ

“Dan Kami memberi dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang dzalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” (QS: As-Shaaffaat, 37: 112-113).

Nabi Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim dari istri Sarah. Sementara dengan istri keduanya, Siti Hajar, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dikaruniai putra bernama Ismail yang kelak kemudian menurunkan bangsa Arab Hijaz.

Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam mendapatkan tugas kenabian dari Allah. Dalam rangka melancarkan tugasnya, Allah memberikan Ya’kub empat orang istri dan dua belas anak;

Isteri pertama [Li’ah] melahirkan enam orang anak: Rawabin, Sami’un, Lawiyah, Yahudza, Badzakir dan Dzambalan. Isteri kedua [Rahil] melahirkan dua anak: Yusuf dan Benyamin.

Isteri ketiga [Zalifah] melahirkan dua anak: Za’ad dan Asyir, dan isteri keempat [Barihah] melahirkan anak: Dana dan Naftalia. (Lihat: Yahudi Ahl al-Kitab, Ulil Amri, 2004).

Sebagian besar nabi dan imam (pemuka agama) Bani Israil merupakan keturunan Lewi. Beberapa keturunannya antara lain Musa, Harun, Samuil (Samuel), Ilyas (Elia), Zakariyya, dan Yahya (Yohanes Pembaptis). Sebagian pendapat menyatakan bahwa Maryam (Maria) termasuk keturunan Lewi.

Dalam Islam Ya’qub adalah orang shalih dan sebagai seorang nabi. Meski namanya cukup banyak disebutkan bila dibandingkan nabi yang lain, kisahnya yang termaktub dalam Al-Qur’an hanyalah terkait kehidupan Yusuf dan wasiatnya.

Israil adalah nama kedua untuk Ya’qub alaihisaalam. Dan, kepada Ya’qub inilah Bani lsrail atau bangsa Israel bernasab.

Arti Israil sendiri, seperti yang termaktub dalam sumber rujukan Arab, adalah “Pilihan Allah” atau “Hamba Allah”. Adapun makna harfiah atau etimologis menurut kaum Yahudi ialah “Orang yang bergulat dengan Tuhan”.

Di dalam bahasa mereka, “isra” artinya bergulat, sedangkan “el” artinya Tuhan. Diartikan demikian karena orang-orang Yahudi ini meyakini, seperti yang tertera dalam kitab Taurat, bahwa Yaqub pernah bergulat melawan Allah dan berhasil mengalahkan-Nya. Mahasuci Dia dan anggapan mereka itu. (Lihat Taurat: Kitab Kejadian 32/25-29).

Dalam Al-Qur’an, nama Ya’qub disebut enam belas kali, dia juga disebut dengan Israil sebanyak dua kali.  Dalam Al-Qur’an tidak dikisahkan mengenai Ya’qub yang berdakwah kepada kaum tertentu, tetapi disebutkan bahwa dia selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat.

Namanya dalam Al-Qur’an kerap dirangkaikan bersama Ibrahim dan Ishaq, juga dengan beberapa nabi yang lain, menegaskan kedudukannya sebagai nabi, orang shaleh, dan sosok beriman yang diberi wahyu dan petunjuk oleh Allah.

Disebutkan pula bahwa Allah menganugerahi kitab dan kenabian pada keturunannya. Umat Islam juga diperintahkan untuk beriman kepada wahyu Allah, baik yang diturunkan kepada Muhammad maupun kepada nabi-nabi yang lain, di antaranya adalah Ya’qub, juga diperintahkan untuk tidak membeda-bedakan para nabi dan berserah diri kepada Allah.

Pada mulanya, keturunan Ya’qub hidup (tinggal) di wilayah tengah Palestina. Kemudian pindah ke suatu pedesaan di daerah Gurun Naqab, selatan Palestina serta dekat dengan Semenanjung Sinai.

Baik Al-Qur’an dan Alkitab menyebutkan mengenai wasiat Ya’qub sebelum meninggal. Dalam Al-Qur’an disebutkan bagaimana Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam bertanya kepada anak-anaknya;

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya“. (QS: Al-Baqarah [2]: 133).

Wasiat Ya’qub dalam Alkitab terkait peran dari keturunan anak-anaknya di masa mendatang, seperti keturunan Yehuda akan mewarisi tongkat kerajaan, keturunan Zebulon akan tinggal di tepi laut dan menjadi pangkalan kapal, keturunan Asyer akan memiliki makanan mewah berlimpah dan akan memberikan santapan raja-raja, dan keturunan Naftali akan dikaruniai anak-anak yang indah.

Selama hidupnya, Nabi Ya’kub melakukan perjalanan ke utara Irak, kembali Palestina dan akhirnya menetap di Mesir hingga meninggal di usia 147 tahun. Dia dimakamkan di Hebron, Palestina, bersama dengan ayahnya, sesuai dengan keinginan terakhirnya.

Jenazahnya diantar ke Palestina dan diiringi putra-putranya, para pegawai raja, dan para sesepuh istana.  Nabi Ya’qub dikebumikan di Gua Makhpela (Gua Para Bapa Leluhur) di Hebron, bersama Sarah, Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, Ribka, dan Lea.

Setelah menjadi wilayah kekhalifahan, tempat ini didirikan sebuah masjid yang kini kita kenal dengan Masjid Ibrahimi.

Penjajah Zionis memasuki Masjid Ibrahimi, tempat Nabiullah Ibrahim, istri dan keturunnya dimakamkan

Penindasan Fir’aun

Sesudah Yusuf dan Ya’qub wafat, keadaan Bani Israil di Mesir berubah drastis. Mereka mengalami penghinaan maupun penindasan di tangan penguasa Fir’aun. Terkait peristiwa tragis ini, Allah pun berfirman:

وَاِذۡ نَجَّيۡنٰکُمۡ مِّنۡ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ يَسُوۡمُوۡنَكُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ يُذَبِّحُوۡنَ اَبۡنَآءَكُمۡ وَيَسۡتَحۡيُوۡنَ نِسَآءَكُمۡ‌ؕ وَفِىۡ ذٰلِكُمۡ بَلَاۤءٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ عَظِيۡمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun. Mereka telah menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itulah merupakan cobaan yang besar dari Rabbmu.”(QS. Al-Baqarah [2): 49).

Kemudian Nabi Musa menyelamatkan Bani Israil dari tangan Firaun. Sekali lagi kisah ini diriwayatkan dalam Al-Qur’an di beberapa tempat.

وَاَوۡرَثۡنَا الۡـقَوۡمَ الَّذِيۡنَ كَانُوۡا يُسۡتَضۡعَفُوۡنَ مَشَارِقَ الۡاَرۡضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِىۡ بٰرَكۡنَا فِيۡهَا‌ ؕ وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ الۡحُسۡنٰى عَلٰى بَنِىۡۤ اِسۡرَاۤءِيۡلَۙ بِمَا صَبَرُوۡا‌ ؕ وَدَمَّرۡنَا مَا كَانَ يَصۡنَعُ فِرۡعَوۡنُ وَقَوۡمُهٗ وَمَا كَانُوۡا يَعۡرِشُوۡنَ

 “Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir‘aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun.” (QS: Al-A’raf: 137).

Ya’qub Bukan seorang Yahudi

Fakta yang sesungguhnya ialah bahwa Ya’qub bukanlah salah seorang pemeluk agama Yahudi. Pasalnya, Taurat yang dijadikan Kitab Suci serta sumber ajaran kaum Yahudi diturunkan setelah masa Ya’qub.

Yang benar, Ya’kub adalah seorang pemeluk agama hanifiyah (agama yang lurus) atau penganut tauhid murni, yaitu agama Nabi lbrahim. Kesimpulannya, Al-Quran membantah klaim orang-orang Bani Israil yang telah menyimpang dari kebenaran, yang berbohong Nabi Ya’kub sebagai pemeluk Yahudi.

يٰۤـاَهۡلَ الۡكِتٰبِ لِمَ تُحَآجُّوۡنَ فِىۡۤ اِبۡرٰهِيۡمَ وَمَاۤ اُنۡزِلَتِ التَّوۡرٰٮةُ وَالۡاِنۡجِيۡلُ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِهٖؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ

“Wahai Ahlul Kitab! Mengapa kamu berbantah-bantahan tentang lbrahim, padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah dia (lbrahim)? Apakah kamu tidak mengerti?” (QS: Ali Imran [3]: 65).

Kemudian Allah menjelaskan kebohongan mereka dalam firman-Nya:

مَا كَانَ اِبۡرٰهِيۡمُ يَهُوۡدِيًّا وَّلَا نَصۡرَانِيًّا وَّ لٰكِنۡ كَانَ حَنِيۡفًا مُّسۡلِمًا ؕ وَمَا كَانَ مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَ

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, ‘muslim’ dan dia tidaklah termasuk orang- orang musyrik.” (QS: Ali Imran 3: 67)

Kezaliman Firaun terhadap penduduk Mesir

Setelah Firaun berkuasa di Mesir dan secara keji memperbadak penduduknya, Allah mengutus kepadanya Nabi Musa dan Nabi Harun. Keduanva adalah putra mran bin Fahat bin Lawi bin Ya’qub ‘Alaihissalam.

Kisah keduanya akan diulas pada pembahasan seputar nabi- nabi yang berasal dari kalangan Bami Israil. Musa menjadi seorang nabi yang membimbing dan mengeluarikan manusia dari tradisi penyembahan makhluk memuju peribadatan kepada Allah menguatkan Musa serta Harun dengan mukjizat dan hujjah (dalil syar’i) untuk melawan Fir’aun dan bala tentara beserta para penyihirnya.

Dari situlah bermula sejarah Yahudi sebagai agama dan syariat. Bersamaan dengan itulah muncul pula pembangkangan, pengkhianatan dan sikap keras kepala Bani Israil terhadan para Nabi, serta pendustaan mereka terhadap Allah dan para Nabi-Nya.

Sungguh Allah menguatkan kenabian Musa dengan mukjizat yang nyata. Namun, Fir’aun mendustakan dan mendurhakainya. Maka Allah pun memerintahkan Nabi-Nya, Musa, untuk membawa keluar Bani Israil dari Mesir.

Allah juga memberikan Musa suatu mukjizat berupa kemampuan membelah lautan untuk menjadi jalan pelarian mereka dari Fir’aun dan tiraninya. Tatkala Fir’aun dan bala tentaranya mengejar kaum Musa hingga ke tengah lautan, Allah pun langsung menenggelamkan mereka semua, sehingga Musa dan Bani Israil selamat hingga tiba di tanah Sinai.

Setelah Nabi Musa menyelamatkan Bani lsrail dan membawanya keluar Mesir, kaum Bani Israel kembali pada kekufuran. Mereka juga terbiasa bermalas-malasan dan cenderung mudah menyerah.

Walau mereka sudah melihat 9 mukjizat yang Allah dianugerahkan kepada Musa untuk melawan Fir’aun, dan mukjizat kesepuluhnya berupa kemampuan membelah lautan sehingga mereka dapat selamat dari Fir’aun dan bala tentaranya, sedangkan musuh Allah tersebut tenggelam di hadapan mereka, tetap saja mereka menyembah berhala, dan kembali pada kekufuran.

Mereka (Bani Israel) menyerukan kepada Musa:

وَجَاوَزۡنَا بِبَنِىۡۤ اِسۡرَاۤءِيۡلَ الۡبَحۡرَ فَاَ تَوۡا عَلٰى قَوۡمٍ يَّعۡكُفُوۡنَ عَلٰٓى اَصۡنَامٍ لَّهُمۡ‌ ۚ قَالُوۡا يٰمُوۡسَى اجۡعَلْ لَّـنَاۤ اِلٰهًا كَمَا لَهُمۡ اٰلِهَةٌ‌  ؕ قَالَ اِنَّكُمۡ قَوۡمٌ تَجۡهَلُوۡنَ

 “Dan Kami selamatkan Bani Israil menyeberangi laut itu (bagian utara dari Laut Merah). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa! Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (Musa) menjawab, “Sungguh, kamu orang-orang yang bodoh.” (QS: Al-A’raf Ayat 138)

Lihat, betapa cepatnya kaum Bani Israil itu kafir, meski mereka telah melihat mukjizat yang nyata di hadapan mata. Israil (Ya’qub bin Ishaq bin lbrahim).

Asal penamaan Yahudi

Asal-muasal penamaan Yahudi ini ada beberapa versi.  Umumnya pendapat-pendapat menunjukkan bahwa penamaan ini terjadi setelah masa Nabi Musa.

Di antara pendapat yang dikemukakan para ilmuwan tentang asal penamaan Yahudi ini sebagai berikut:

Pertama, menurut Abu Amr bin al-Ula, mereka disebut Yahudi karena sering bergerak-gerak (yatahawwadu) ketika membaca kitab Taurat. Kedua, ada yang berpendapat bahwa nama Yahudi diambil dari kata tahawwud yang artinya bertaubat, karena mereka bertaubat dari tindakan menyembah patung anak sapi.

Kata ini diambil dari firman Allah yang menyebutkan perkataan Musa:” Sungguh, kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” (QS: Al-A’raf [7]: 156).

Pendapat lain mengatakan bahwa Yahudi merupakan nisbat kepada Yehudza, nama salah satu suku dari 12 suku yang dinisbatkan kepada putra keempat Ya’qub. Kemudian, setelah Bani Israil terbelah menjadi dua kerajaan besar, maka nama itu disematkan pada Kerajaan Selatan (sehingga kerajaan ini disebut kerajaan Yehudza), untuk membedakan diri dari Kerajaan Utara.

Yahudi yang sekarang bukan keturunan Ya’qub

Di Barat atau di negeri Timur, oleh orang-orang non-muslim, kaum Yahudi sering dipanggil dengan sebutan Jew atau Jewish. Lantas darimana asal mula munculnya penamaan ini?

Kata Jew atau Jewish tersebut berasal dari Joshua, atau dalam bahasa Arab: Yoshuwa. Kata Joshuwa atau Yoshuwa itu sendiri berasal dari nama Yosha bin Nun (murid Nabi Musa).

Apakah seluruh kaum Yahudi berasal dari keturunan Ya’qub? Dengan kata lain, apakah Yahudi sekarang ini adalah Bani Israil yang sesungguhnya?

Jawabannya, bukan. Sebab, mayoritas Yahudi sekarang bukanlah berasal dari keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam. Ini adalah fakta yang sudah diakui oleh para peneliti.

Misalnya kaum Yahudi Khazar (Yahudi Ashkinaze) yang memeluk agama Yahudi pada abad 8 Masehi (sebelumnya mereka ialah kaum paganis atau penyembah berhala). Jumlah mereka, menurut sensus, mencapai 92% dari total kaum Yahudi saat ini.

Sementara 8% sisanya berasal dari suku penganut paganisme dari pedalaman Afrika dan Asia, serta pesisir Laut Tengah (Yahudi Shephardim dan Flascha). Mereka semuanya diyakini bukan berasal dari keturunan Ya’qub.

Sejarah mencatat bahwa Tubba’ (atau Tuban As’ad Abu Karab), Raja Yaman yang merupakan umat Yahudi, telah memaksa rakyatnya untuk turut memeluk agama ini. la membakar hidup-hidup mereka yang menolaknya.

Demikian pula putranya yang memerintah sepeninggalnya. Dari sinilah agama Yahudi mulai memasuki negeri Yaman, padahal penduduk Yaman sebenarnya bukan keturunan Israil (Ya’qub).

Oleh sebab itulah, pendapat yang menyatakan bahwa Yahudi sekarang berasal dari keturunan Ya’qub adalah dusta dan kebohongan besar yang dibantah oleh para peneliti dan fakta sejarah.

Yahudi, zionisme dan kewarganegaraan Israel modern

Ada banyak undang-undang yang menetapkan siapa saja yang berhak menyandang status kewarganegaraan ‘Israel’, yakni sesuai dengan undang-undang yang berlaku di negeri Zionis tersebut, di antaranya adalah:

  1. Undang-undang tentang Kepulangan Yahudi ke ‘Israel’. Undang-undang ini dikeluarkan pada 5 Juni tahun 1950, yang memberi hak kepada setiap Yahudi di seluruh dunia untuk bermigrasi ke ‘Israel’ dan mendapatkan kewarganegaraan ‘lsrael’ tanpa syarat.
  2. Undang-undang tentang kewarganegaraan ‘Israel’ yang dikeluarkan pada 14 April 1952.
  3. Undang-undang ini terbagi ke dalam dua is pokok atau inti.

Pertama: bagi kaum Yahudi Palestina, mereka mendapatkan kewarganegaraan ‘Israel’ tanpa syarat apa pun. Kedua: bagi bangsa Arab Palestina, mereka bisa mendapatkan kewarganegaraan ‘Israel’ dengan tiga syarat:

  • Tercatat di dalam dokumen bahwa ia sudah berada di wilayah Palestina sejak sebelum tahun 1948.
  • Tidak memiliki kewarganegaraan lain.
  • Bercakap dengan bahasa Ibrani.

Sebenarnya, apa yang sekarang dikenal dengan sebutan ‘Negara Israel’ berdiri di atas fondasi rasisme-theologis yang keras. Sejak awal hingga akhir, negara ini hanyalah milik Yahudi ekstrem dan penjajah, tak ada yang lainnya.

Jumlah populasi Pendidikan Israel sebanyak 9.506.000. Sejak berdirinya negara palsu ‘Israel’ , ada 3,3 juta orang telah berimigrasi ke tempat ini, 45% dari mereka tiba sejak tahun 1990.

‘Israel’ menyambut sekitar 25.000 imigran baru pada tahun 2021, meningkat 29% dari tahun 2020. Sebagian besar imigran berasal dari  Rusia  (30%), Prancis  (15%),  Amerika Serikat  (14%), dan Ukraina  (12%). Bangsa ‘Israel’ modern saat ini adalah mereka yang mendukung pembentukan, dan mendukung tanah air bagi orang-orang Yahudi yang berpusat di wilayah jajahan Palestina, itulah zionisme.

Karenanya, penduduk ‘Israel’ yang sekarang tidak bisa disamakan dengan bangsa Israil sebagaimana yang dimaksud Al-Quran.*/ dari berbagai sumber

Rep: Ahmad
Editor: -

No comments: