Syeikhul Islam Taqiyuddin As-Subki: Ulama Syafi’i yang Membolehkan Hisab

Syeikhul Islam Taqiyudin As-Subki adalah ulama besar bermazhab Syafii yang berpendapat membolehkan metode hisab dalam menentukan awal Ramadhan

Bahrul Ulum 

 ADALAH Syeikhul Islam Taqiyuddin As-Subki, atau yang lebih dikenal dengan Imam As-Subki,  seorang ulama yang menjadi rujukan umat Islam pada jamannya yang dikenal membolehkan hisab. Karena ketinggian ilmu dan mulia ahlaknya ia mendapat gelar Syeikhul-Islam.

Para ulama semasanya, seperti; Al-Baji, Ibnu Rif’ah, dan Dimyathi menjulukinya dengan Imam Muhaditsin, Imam Fuqaha, dan Imam Ushuliyin. Gelar Syeikhul Islam diberikan oleh Tajuddin as-Subki dan Hafidz al-Mizzi.

Beberapa karya As-Subki yang kini menjadi kitab referensi antara lain, Tafsir Durar an-Nadzim, Al Ibhaj Syarh Minhaj, dan kitab Takmilah al-Majmu, sambungan dari kitab Al-Majmu’ syarah Muhadzab  oleh Imam Nawawi.

Taqiyudin As-Subki adalah seorang ulama besar bermazhab Syafii yang pendapat-pendapatnya terkadang berbeda dengan mazhab yang dianutnya. Diantaranya ia membolehkan metode hisab dalam menentukan awal Ramadhan yang dalam Mazhab Syafii tidak digunakan.

Tentu saja pendapatnya ini didasari oleh ijtihadnya sebagai seorang mujtahid yang diakui pada masanya. Bahkan As-Subki menegaskan rukyah harus didahului hisab.

Hal ini dterangkan oleh Sayyid Abu Bakar Syatha di dalam Hasyiyah I’anah al-Thalibin: “Jika satu orang atau dua orang bersaksi bahwa dia atau mereka telah melihat hilal sementara secara hisab hilal tak mungkin terlihat, maka menurut al-Subki kesaksian itu tidak diterima, karena hisab besifat pasti sedangkan rukyat bersifat dugaan, tentu yang bersifat dugaan tidak bisa mengalahkan yang pasti.” Ini artinya as-Subki mengakui metode hisab bukan menafikkan. 

Adapun pendapatnya tentang ahli bid’ah diantaranya tertuang dalam kitab Al-Yawaqit wa Al-Jawahir, karya Asy-Sya’rani yang menyebutkan bahwa Asy-Syeikh Syahabuddin Al-Adzra’i, penulis buku Al-Qut, bertanya kepada Syeikh Al-Islam Taqiyuddin As-Subki, sebagai berikut:

Penulis: “Bagaimanakah pandangan Syeikh Al-Islam tentang perbuatan melontarkan tuduhan sebagai ‘kafir’ terhadap para ahli bid’ah (dalam hal akidah)?”

Taqiyuddin As-Subki: “Ketahuilah, Wahai saudaraku, bahwa keberanian mengkafirkan orang-orang yang beriman adalah sesuatu yang amat serius. Setiap orang yang menyimpan keimanan dalam kalbunya, akan merasa sangat takut melontarkan ucapan pengkafiran terhadap para ahli bid’ah itu, sementara telah mengikrarkan kalimat La ilaha illa Allah Muhammad Rasul Allah. Sungguh, pengkafiran adalah perkara yang amat serius dan sangat berbahaya…..Maka demi menjaga adab dan sikap lurus, setiap prang Mukmin hendaknya menjauhkan diri dari perbuatan raengkafirkan siapa pun dari para ahli bid’ah itu, kecuali apabila mereka secara terang-terangan berlawanan dengan nash-nash yang jelas dan pasti dan yang tidak mengandung kemungkinan untuk ditakwilkan.”

Pejabat yang peduli pendidikan anaknya

As-Subki lahir di tahun 683 hijriyah (1284 M) di Al-Manufiyyah. Nama lengkapnya adalah A’li Bin A’bdul Kafi Bin A’di Bin Tamam as-Subki Al-Ansari Al-Khazraji Abul Hasan Taqiyuddin.  Ayahnya, seorang hakim bernama Zainuddin.

Sewaktu kecil orang tuanya memboyong ke Mesir, untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Hafidz Dimyathi dan Syeikh al-Islam Ibnu Daqiq al-Ied. Sejak menimbah ilmu As-Subki dikenal anak yang cerdas dan disiplin. Sehingga dalam waktu singkat ia menguasai banyak ilmu.

Setelah mendapat ilmu banyak dari para ulama di Kairo, ia kemudian pindah ke Syam (Suriah). Karena ketinggian ilmu dan kealimannya ia dilantik sebagai qadhi di negeri ini. Bahkan ia mendapat gelar qadhi al-Qudaat (hakim dari hakim) di negara tersebut.

Meski berprofesi sebagai pejabat, namun hal itu tidak mengurangi produktifitasnya dalam menulis buku. Selain buku-buku di atas masih banyak karya lain yang ia hasilkan, yang tidak kalah dengan Ibnu Taimiyah. Sayangnya buku-buku tersebut tidak terpelihara dengan baik.

Yang juga menarik dari sosok ulama satu ini, yaitu perhatiannya terhadap pendidikan anaknya. Ia selalu memantau perkembangan pendidikan anaknya bernama Tajudin As-Subki, yang kelak juga menjadi seorang ulama besar yang mengarang kitab Tabaqat as-Syafiiyah.

Imam As-Subki selalu mengecek perkembangan keilmuan Tajudin. Simak penuturan Tajuddin As- Subki (771H) di bawah ini:

”Aku jika datang dari seorang Syeikh, maka ayahku (Taqiyuddin As-Subki) berkata kepadaku,” tunjukkan apa yang telah kamu peroleh, yang kamu baca dan yang kamu dengar.” Maka, aku menerangkan tentang hal-hal yang telah kuperoleh dalam majelis. Jika aku pulang dari Ad Dzahabi, ia berkata,” tunjukkan yang telah engkau dapat dari Syeikhmu”. Jika aku pulang dari Syeikh Najmuddin Al Qahfazi, ia mengatakan,” yang kau dapat dari masjid Thingkiz”. Jika aku pulang dari Syeikh Syamsuddin Ibnu Naqib, maka ia mengatakan, ”yang kamu dapati dari Syamiyah”. Jika aku pulang dari Syeikh Abu Abbas Al Andarsy, ia mengatakan, ”yang kau dapati dari masjid”. Jika aku pulang dari Hafidz Al Mizzi, ia mengatakan,”yang kamu peroleh dari As Syeikh”. Ia melafadzkan kata As Syeikh dengan fashih, dan meninggikan suaranya. Aku mengerti, bahwa itu bertujuan agar aku juga ikut merasakan kebesaran nama Al Mizzi, hingga aku lebih banyak mendatangi majelisnya”. (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah, As Subki, 10/399).

Syeikh Taqiyuddin As-Subki  wafat pada tahun 756 H di Kairo, Mesir. Penguburan jenazahnya diiringi ribuan umat Islam. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menandingi jumlah petakziyah Imam Ahmad bin Hanbal, kecuali jumlah petakziyah as-Subki.*

Penulis sekretaris MIUMI Jawa Timur

Rep: Admin Hidcom
Editor: Insan Kamil

No comments: