Kisah Abbad bin Bisyr, Tetap Melanjutkan Sholat dengan Anak Panah Menancap di Tubuhnya

Kisah Abbad bin Bisyr, Tetap Melanjutkan Sholat dengan Anak Panah Menancap di Tubuhnya
Abbad bin Bisyr selalu rajin beribadah yang tenggelam dalam kekhusyukannya. Ia seorang pahlawan yang gigih dalam berjuang. Ia seorang dermawan yang sibuk dengan kemurahan hatinya. Foto/Ilustrasi: Ist
Mush'ab bin Umair tiba di Madinah sebagai utusan Rasulullah SAW untuk mengajarkan Islam kepada orang-orang Anshar yang telah berbaiat kepada Nabi dan menegakkan sholat di lingkungan mereka.

Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Rijalun haular Rasul" menceritakan Abbad bin Bisyr ialah seorang budiman yang telah dibukakan Allah hatinya untuk menerima kebaikan. Ia datang menghadiri majelis Mush'ab dan mendengarkan dakwahnya, lalu mengulurkan tangan dan berbaiat memeluk Islam.

Sejak saat itu ia mulai menempati kedudukan utama di antara orang-orang Anshar yang diridhai oleh Allah dan mereka pun ridha kepada-Nya.

Kemudian Nabi hijrah ke Madinah , yang sebelumnya telah didahului oleh orang-orang beriman dari Mekkah menuju ke sana. Sejak itu, peperangan demi peperangan silih berganti akibat benturan antara kekuatan kebaikan dan cahaya di satu pihak dan kekuatan keburukan dan kegelapan.

Dalam setiap peperangan itu, Abbad bin Bisyr berada di barisan terdepan, berjihad di jalan Allah dengan gagah berani dan mati-matian, dengan cara yang menakjubkan orang yang berakal.

Setelah Rasulullah SAW dan kaum muslimin selesai menghadapi Perang Dzatur Riqa', mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah SAW memilih beberapa orang sahabatnya untuk menjaga beliau secara bergiliran.

Di antara mereka yang terpilih ialah Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyr yang berada pada satu kelompok.

Karena Abbad melihat Ammar sedang kelelahan, ia menyuruhnya agar tidur lebih dulu pada awal malam, sedangkan ia akan berjaga lebih dahulu. Bila Ammar telah beristirahat cukup, Ammar akan menggantikannya berjaga.

Abbad melihat bahwa lingkungan sekelilingnya aman. Ia berpikir, mengapa tidak mengisi waktunya dengan melakukan sholat, hingga pahala yang akan diperoleh akan berlipat? Ia pun bangkit menunaikan sholat malam.

Saat ia sedang berdiri membaca sebuah surat dari Al-Qur'an setelah Al-Fatihah, tiba-tiba sebuah anak panah menancap di pangkal lengannya. Ia mencabut anak panah itu dan tetap meneruskan sholatnya. Tidak lama setelah itu, sebuah panah kembali melukai tubuhnya dalam kegelapan malam itu. Ia mencabutnya dan mengakhiri bacaannya.

Setelah itu ia rukuk dan sujud, sedangkan tenaganya telah lemah karena menahan sakit dan kelelahan. Saat sujud, ia mengulurkan tangannya ke kawannya yang sedang tidur di sampingnya dan menarik-nariknya hingga terbangun. Ia bangkit dari sujudnya dan membaca tasyahud, lalu menyelesaikan sholat.

Ammar terbangun saat mendengar suara kawannya yang terputus-putus menahan sakit, “Gantikanlah aku berjaga karena aku terluka.”

Ammar langsung melompat dari tidurnya hingga menimbulkan kegaduhan dan kepanikan yang membuat takut musuh yang menyelinap. Mereka melarikan diri, sedangkan Ammar menghampiri Abbad seraya berkata, “Subhanallah! Mengapa saya tidak dibangunkan ketika kamu dipanah yang pertama kali?”

Abbad menjawab, “Ketika aku sedang sholat tadi, aku membaca beberapa ayat Al-Qur'an yang sangat mengharukan hatiku, sehingga aku tidak ingin memutuskannya. Demi Allah, kalau bukan karena takut menyia-nyiakan pos penjagaan yang ditugaskan Rasul kepada kita, sungguh aku lebih suka mati daripada memutuskan bacaan ayat-ayat yang sedang kubaca."

Abbad sangat loyal dan cinta kepada Allah, Rasulullah SAW, dan agamanya. Kecintaan itu memenuhi segenap perasaan dan seluruh kehidupannya. Sejak Nabi SAW berpidato dan mengarahkan pembicaraannya kepada kaum Anshar, ia termasuk salah seorang di antara mereka.

Sabda beliau itu ialah, “Wahai golongan Anshar, kalian adalah orang-orang khusus, sedangkan golongan lain adalah masyarakat umum. Jadi, tidak mungkin aku dicederai oleh pihak kalian.”

Sejak itu, yakni sejak Abbad mendengar ucapan ini dari Rasul-Nya, dari guru dan pembimbingnya kepada Allah, ia rela menyerahkan harta benda nyawa dan hidupnya di jalan Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah, kita menemukan dia di arena pengorbanan dan di medan laga muncul sebagai orang pertama. Sebaliknya, di waktu pembagian keuntungan dan harta rampasan, ia sulit ditemukan.

Ia selalu rajin beribadah yang tenggelam dalam kekhusyukannya. Ia seorang pahlawan yang gigih dalam berjuang. Ia seorang dermawan yang sibuk dengan kemurahan hatinya. Ia seorang mukmin sejati yang telah membaktikan hidupnya untuk keimanan.

Ummul Mukminin Aisyah pernah berkomentar tentang dirinya, “Ada tiga orang Anshar yang keutamaannya tidak dapat ditandingi oleh siapa pun, yaitu Sa'ad bin Mu'adz, Usaid bin Al-Hudhair, dan Abbad bin Bisyr.”
(mhyc Miftah H. Yusufpati

No comments: