Beradab kepada Ulama Pejuang

 

KH Hasyim Asyari | KH Ahmad Dahlan | Moh Natsir

Salah satu adab penting yang harus ditanamkan kepada anak-anak adalah beradab kepada para ulama pewaris Nabi, atau ulama pejuang

Dr. Adian Husaini

 DALAM acara peluncuran dan diskusi buku Kiat Menjadi Guru Keluarga di Solo, ada peserta bertanya, adab-adab apa saja yang harus diajarkan kepada anak-anak? Saya jawab, menurut QS Luqman: 12-19, adab  pertama yang harus diajarkan adalah adab kepada Allah SWT. Yakni, tidak menyekutukan Allah dengan apa pun juga.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman besar.” (QS: Luqman: 13).

Menyetarakan Allah dengan makhluk adalah tindakan yang tidak beradab (biadab). Menyusul  kemudian beradab kepada Rasulullah ﷺ, adab kepada para ulama pewaris Nabi, adab kepada guru, orang tua dan seterusnya.

Salah satu adab penting yang harus ditanamkan kepada anak-anak adalah beradab kepada para ulama pewaris Nabi, atau ulama pejuang. Untuk bisa beradab kepada para ulama pejuang, maka para murid atau santri harus diberikan pengajaran sejarah yang benar.

Para santri harus mengenal dengan baik keteladanan perjuangan para ulama dalam memperjuangkan kebenaran. Jangan sampai anak-anak kita tidak mengenal para ulama pejuang yang telah berjasa besar dalam menebarkan cahaya Tauhid di bumi Nusantara.

Sebagai contoh, di Nusantara ini, kita mengenal sosok-sosok ulama pejuang yang tangguh, seperti Wali Songo, Syeikh Yusuf al-Maqassari, Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Nawawi al-Bantani, KH. Hasyim Asy’ari dan sebagainya. Sebutlah kehebatan Sunan Ampel yang mendidik anak Raja Majapahit sampai akhirnya mendirikan pesantren  dan menjadi Raja muslim pertama di Tanah Jawa.

Sebut pula kehebatan Syeikh Yusuf al-Maqassari, ulama hebat, yang bukan hanya ahli agama, tetapi juga sanggup memimpin sekitar 5000 pasukan Banten melawan Belanda. Setelah ditangkap dan dibuang kemana saja, Syeikh Yusuf senatiasa menyebarkan Islam.

Ada lagi sosok Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani (lahir tahun 1116 H/1704 M, di Palembang). Beliau  merupakan ulama sufi pejuang yang menulis puluhan kitab. Diantara kitab karyanya adalah: Zahratul Murid fi Bayani Kalimatit Tauhid, Risalah Pada Menyatakan Sebab Yang Diharamkan Bagi Nikah, Hidayatus Salikin fi Suluki MaslakilMuttaqin, Siyarus Salikin ila ‘Ibadati Rabbil ‘Alamin, Al-‘Urwatul Wutsqa wa Silsiltu Waliyil Atqa, Ratib Sheikh ‘Abdus Shamad al-Falimbani, Nashihatul Muslimina wa Tazkiratul Mu’minina fi Fadhailil Jihadi wa Karaamatil Mujtahidina fi Sabilillah, Ar-Risalatu fi Kaifiyatir Ratib Lailatil Jum’ah, Mulhiqun fi Bayani Fawaidin Nafi’ah fi Jihadi fi Sabilillah, dan sebagainya.

Kitab Syeikh Abdus Shamad yang berjudul Nashihatul Muslimin wa Tazkiratul Mu’minin fi Fadhailil Jihadi wa Karaamatil Mujtahidin fi Sabilillah menerangkan kewajiban orang Muslim berjihad melawan kaum kafir. Dalam The Achehnese, seperti dikutip Azyumardi Azra, Snouck Hurgronje menyebutkan bahwa karya Syeikh al-Falimbani merupakan sumber rujukan utama berbagai karya mengenai jihad dalam Perang Aceh yang sangat panjang melawan Belanda, mulai 1873 sampai awal abad ke-20.

Kitab ini menjadi model imbauan agar kaum Muslim berjuang melawan kaum kafir. (Lihat, Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII&XVIII, (Jakarta: Prenada Media, 2005).

Syeikh Abdush Shamad al-Falimbani juga berkirim surat kepada Raja-raja Mataram, mendorong mereka untuk terus berjihad melawan penjajah. Bukan hanya itu, Syeikh al-Falimbani juga terjun berjihad di Thailand dan beliau dikabarkan syahid di sana.

Kini, tanyakanlah kepada anak-anak Palembang, apakah mereka mengenal dan mengkaji Kitab-kitab karya Syeikh al-Falimbani? Alhamdulillah, beberapa kitab beliau dikaji oleh para santri at-Taqwa Depok.

*****

Bangsa Indonesia masih terus berutang jasa kepada KH Hasyim Asy’ari yang mengeluarkan fatwa jihadnya, tahun 1945.  Fatwa jihad Kiai Hasyim itu berdampak besar dalam menggerakkan umat Islam berjihad melawan tentara penjajah. Ribuan Kiai dan santri berperang melawan tentara Sekutu, yang baru saja memenangkan Perang Dunia kedua. Lima belas ribu tentara Sekutu dengan persenjataan serba canggih tak mampu menghadapi pasukan perlawanan pasukan Kiai dan santri. Bahkan,  Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas di tangan laskar santri.

Sejarah Indonesia pernah mencatat lahirnya ulama  pemimpin dan cendekiawan hebat seperti Hamka dan Haji Agus Salim. Mereka telah menggoreskan tinta emas bagi sejarah kehidupan manusia.

Kita kenal pribadi Hamka, yang dengan tegas menolak permintaan pemerintah agar fatwa haramnya muslim menghadiri Perayaan Natal Bersama, dicabut. Demi menjaga kemandirian sebagai ketua MUI, sejak awal Hamka menolak berkantor di Masjid Istiqlal dan digaji sebagai ketua MUI.

Maka, tatkala situasi menuntut mundur dari MUI, bukan masalah baginya. Keteguhan, keberanian , keikhlasan dan kecerdikan senantiasa menyatu pada diri tokoh-tokoh panutan umat.

Haji Agus Salim, yang tak lain salah satu guru Hamka, dikenal sebagai cendekiawan hebat dan mandiri. Kesepuluh anaknya dididik sendiri. Tidak disekolahkan. Ia bertahan dengan identitas Islamnya. Gelar haji, jenggot, dan sarung menjadi ciri khasnya.  Ia dikenal teguh pendirian dan pandai berargumen. Kepribadian hebat Haji Agus Salim itu diceritakan Hamka dalam bukunya, Pribadi.

Para murid atau santri jangan sampai tidak mengenal sosok Mohammad Natsir, salah satu pejuang dakwah, pahlawan nasional, dan juga pribadi hebat yang dicatat dengan tinta emas sejarah. Jika para pelajar dan mahasiswa membaca seluruh karya Mohammad Natsir, insyaAllah sudah cukup memadai untuk membentuk wawasan keislaman dan keindonesiaan yang adil.

Karena  itulah, salah satu materi penting yang perlu dikuasai orang tua agar bisa menjadi guru yang baik bagi keluarganya adalah “Sejarah Keagungan Peradaban Islam”. Termasuk dalam hal ini adalah mengenal pribadi-pribadi agung dalam lintasan sejarah Islam, mulai Rasulullah ﷺ, para sahabat beliau, para ulama, termasuk para ulama pejuang di Nusantara ini.

Demikianlah pentingnya beradab kepada para ulama pejuang; mengenal perjuangan dan karya-karya mereka, sehingga muncul rasa kagum dan menjadikan mereka sebagai teladan dalam kehidupan dan perjuangan. (Cirebon, 8 Desember 2019).*

Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) dan pengajar Pesantren Attaqwa Depok. Tulisan Catatan Akhir Pekan (CAP) 

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: