Kisah Diskusi Malaikat dengan Nabi Ibrahim Perihal Penghancuran Kaum Luth

Kisah Diskusi Malaikat dengan Nabi Ibrahim Perihal Penghancuran Kaum Luth
Nabi Ibrahim mendapatkan info jauh sebelum peristiwa turunnya azab bagi kaum Luth. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Sebelum Allah SWT menghacurkan kaum Luth , Nabi Ibrahim mendapatkan kabar akan datangnya azab tersebut. Bocoran itu datang dari malaikat yang mendatanginya.

Kala itu, malaikat memberitahu bahwa Sarah, istri Ibrahim, kelak akan melahirkan seorang putra, yakni Ishak . Dan mereka juga akan memiliki cucu, yakni Yaqub .

Selain kabar gembira tersebut, malaikat pun menyampaikan rencana penghancuran kaum Luth kepada Nabi Ibrahim. Pada kesempatan itu, Nabi Ibrahim terkesan keberatan. "Sesungguhnya di sini ada Luth," ujar Nabi Ibrahim.

Peristiwa datangnya para malaikat ke tempat Nabi Ibrahim itu diabadikan di dalam Al-Quran:

وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَىٰ قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ ۖ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ
الَ إِنَّ فِيهَا لُوطًا ۚ قَالُوا نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَنْ فِيهَا ۖ لَنُنَجِّيَنَّهُ وَأَهْلَهُ إِلَّا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ


Dan tatkala utusan Kami mendatangi Ibrahim dengan kabar gembira. Mereka (malaikat) mengatakan, “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri ini, sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang zalim.”

Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya di sini ada Luth.”

Mereka berkata, “Kami lebih mengetahui tentang siapa yang ada di sana. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkannya dan keluarganya. Dia (istri Luth) adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakah).” ( QS Al-Ankabut : 31-32).

Mengenai apa yang dimaksud dengan “kabar gembira” dalam ayat di atas, Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa para malaikat memberitahu Ibrahim bahwa Sarah, istri Ibrahim, kelak akan melahirkan seorang putra, yakni Ishak. Dan mereka juga akan memiliki cucu, yakni Yaqub.

Ath-Thabari dalam bukunya berjudul "Tarikh al-Rusul wa al-Muluk" melanjutkan, apa yang terjadi antara malaikat dengan Ibrahim, disampaikan dalam sebuah riwayat oleh Ibnu Masud dan beberapa sahabat Nabi Muhammad lainnya. Berikut ini riwayatnya:

Allah mengutus para malaikat untuk menghancurkan umat Luth. Mereka datang, berjalan, dalam wujud pemuda, dan mereka mendatangi Ibrahim dan meminta untuk tinggal di kediamannya. Kami telah menyebutkan apa yang terjadi antara mereka dan Ibrahim, dalam kisah Ibrahim dan Sarah.

Ketika rasa takjub Ibrahim mereda dan dia mendengar berita (tentang kelahiran Ishak), para utusan memberi tahu dia mengapa mereka datang kepadanya, dan mengatakan kepadanya bahwa Allah telah mengirim mereka untuk menghancurkan kaum Luth.

Ibrahim berdebat dan berselisih dengan mereka, sebagaimana dikatakan dalam firman Allah, “Maka tatkala rasa takut telah pergi dari Ibrahim dan telah datang kepadanya berita gembira, dia pun berdiskusi dengan (para rasul) Kami tentang kaum Luth (QS 11: 74).”

Adapun jalannya diskusi di antara mereka, Said bin Zaid meriwayatkan:

Ketika Jibril dan yang bersamanya (malaikat lainnya) datang kepada Ibrahim, mereka berkata kepadanya, “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri ini, sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang zalim.”

Ibrahim berkata kepada mereka, “Apakah kalian akan menghancurkan sebuah kota di mana ada empat ratus orang yang beriman?”

Mereka berkata, “Tidak.”

Dia berkata, “Apakah kalian akan menghancurkan sebuah kota di mana ada tiga ratus orang beriman?”

Mereka berkata, “Tidak.”

Dia berkata, “Kalau begitu, akankah kalian menghancurkan sebuah kota di mana ada dua ratus orang beriman?”

Mereka berkata, “Tidak.”

Dia berkata, “Kalau begitu, akankah kalian menghancurkan sebuah kota di mana ada seratus orang beriman?”

Mereka berkata, “Tidak.”

Dia berkata, “Kalau begitu, akankah kalian menghancurkan sebuah kota di mana ada empat puluh orang beriman?”

Mereka berkata, “Tidak.”

Dia berkata, “Kalau begitu, akankah kalian menghancurkan sebuah kota di mana ada empat belas orang beriman?”

Mereka berkata, “Tidak.”

Ibrahim telah menghitung bahwa ada empat belas orang beriman di Sodom, termasuk istri Luth, jadi dia meninggalkan perdebatan dan merasa diyakinkan.

Dalam riwayat lainnya Ibnu Abbas berkata, “Malaikat berkata kepada Ibrahim bahwa jika ada lima orang di kota (Sodom) yang sholat, dia akan membatalkan hukuman untuk mereka.”

Sementara itu, Qatadah bin an-Numan juga memiliki riwayat dalam versi lainnya. Berikut kisahnya:

Mengenai pernyataan, “Dia pun berdiskusi dengan (para rasul) Kami tentang kaum Luth,” telah sampai kepada kami bahwa dia (Ibrahim) berkata kepada mereka (para malaikat) pada hari itu, “Apakah menurut kalian ada lima puluh Muslim di antara orang-orang Sodom?”

Mereka berkata, “Jika ada lima puluh di antara mereka, kami tidak akan menghukum mereka.”

Dia berkata, “Dan empat puluh?”

Mereka berkata, “Tidak juga jika ada empat puluh.”

Dia berkata, “Dan tiga puluh?”

Mereka berkata, “Tidak juga jika ada tiga puluh.”

Sampai dia mencapai sepuluh, dan mereka berkata, “Dan bahkan jika ada sepuluh.”

Dia berkata, “Tidak ada bangsa yang tidak memiliki sepuluh orang baik di dalamnya.”

Ketika para utusan itu memberi tahu Ibrahim tentang keadaan Kaum Luth, dia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya di sini ada Luth.”

Ath-Thabari berpendapat, ketika Ibrahim berkata seperti ini, itu karena dia khawatir akan keselamatan Luth jika Sodom dihancurkan.

Dan para utusan itu berkata, “Kami lebih tahu siapa-siapa saja yang ada di sana. Kami akan menyelamatkannya dan keluarganya, kecuali istrinya, yang merupakan salah satu dari mereka yang akan tertinggal di belakang.”

Kemudian utusan Allah bergerak menuju Sodom, kota Kaum Luth. Disebutkan bahwa ketika mereka sampai di sana, mereka bertemu Luth di sebidang tanah tempat dia sedang bekerja, dan di sungai mereka bertemu putri Luth yang sedang mengambil air.

Adapun mengenai pernyataan Ibrahim dalam ayat di atas, “Sesungguhnya di sini ada Luth,” Allamah Thabathabai, dalam Tafsir al-Mizan, berbeda pendapat dengan ath-Thabari. Dia berpendapat bahwa ketika Ibrahim berkata demikian, sesungguhnya itu merupakan ungkapan harapan kiranya siksaan itu dapat dialihkan demi kemuliaan Nabi Luth, bukan bertujuan agar Luth diselamatkan dari siksa itu atau dampaknya.

Thabathabai menguatkan pendapatnya dalam ayat berikut ini:

Maka tatkala rasa takut telah pergi dari Ibrahim dan telah datang kepadanya berita gembira, dia pun berdiskusi dengan (para rasul) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim benar-benar penyantun lagi pengiba dan suka kembali. Hai Ibrahim, berpalinglah dari ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak.” ( QS Hud : 74-76)

Ayat surat Hud ini menurut Thabathabai, merupakan bukti yang sangat jelas bahwa beliau berupaya “membela”, yakni memohon agar ditangguhkan jatuhnya siksa itu terhadap kaum Luth, bukan permohonan menyangkut keselamatan Nabi Luth.

Menurut Quraish Shihab , pendapat Thabathabai sangat tepat. Karena kata-kata “bermujadalah” dalam ayat di atas artinya adalah berdiskusi dengan tujuan meyakinkan pihak lain yang berbeda pendapat.

Demikian juga penyebutan sifat Ibrahim sebagai “pengiba” dan “suka kembali” untuk bertaubat kepada Allah, serta pernyataan akhir ayat di atas bahwa “azab yang tidak dapat ditolak”, semua mengesankan adanya upaya Nabi Ibrahim untuk menolak jatuhnya siksa itu, paling tidak untuk sementara waktu guna memberi kesempatan kaum Nabi Luth untuk bertaubat.

Memang, Allah dapat menangguhkan siksa atas kaum durhaka, bila ada orang-orang yang taat dan dekat kepada-Nya. Sebagaimana Al-Quran dalam ayat lain menegaskan bahwa keberadaan Nabi Muhammad SAW merupakan jaminan tidak jatuhnya siksa Allah. Allah berfirman:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang engkau berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” ( QS al-Anfal : 33).

Ditemukan juga riwayat yang menyatakan, “Seandainya bukan karena adanya orang-orang tua yang bungkuk, anak-anak yang menyusu dan binatang-binatang yang melata, niscaya Allah akan menumpahkan siksa kepada para pendurhaka.”

(mhy)
 Miftah H. Yusufpati

No comments: