Keluarga Kerajaan Arab Saudi Keturunan Yahudi?

Benarkah Keluarga Kerajaan Arab Saudi Keturunan Yahudi?
Raja Saudi Salman (kanan) bersama Presiden Palestina Mahmoud Abbas. (Foto/Ilustrasi: AP/ynetnew)
Pernyataan Komandan Angkatan Laut Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Laksamana Muda Alireza Tangsiri, yang menyebut keluarga Kerajaan Arab Saudi keturunan Yahudi cukup viral. Klaim itu disampaikan Alireza Tangsiri dalam pidato 7 Januari 2022 yang disiarkan Bushehr TV dan diterjemahkan Middle East Media Research Institute (MEMRI), Sabtu (15/1/2022).

Benarkah klaim Alireza Tangsiri tersebut? Mari kita telusuri sejarah awal mula kerajaan Arab Saudi berdiri. Kalangan sejarawan telah mencatat jatuh bangunnya Dinasti Saud , penguasa Saudi Arabia tersebut.

Kisah ini dimulai pada tahun 1744. Kala itu, Muhammad ibn Saud, putra seorang penguasa lokal padang pasir, menikahi putri seorang ulama Sunni, bernama Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab.

Abd al-Wahhab menjadi kondang namanya lantaran gigih berdakwah menolak “prilaku menyimpang” umat Islam dalam beribadah. Ulama ini bercita-cita menegakkan ajaran Islam yang murni tanpa dikotori paham lain yakni Islam bebas dari bid'ah, khurafat, dan tahayul. Islam seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.

Momen pernikahan putrinya dengan Muhammad ibn Saud, ternyata menjadi kunci pembuka keberhasilan misinya di kemudian hari.

Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Negara Arab Saudi yang sekarang kita kenal. Negara ini menganut secara konsisten paham Wahabi, yang tidak lain diambil dari nama Abd al-Wahhab, buyut dinasti ini.

Desa Dariyah yang dulunya hanya sebuah kawasan kecil di padang pasir Arabia, menjelma menjadi salah satu metropolitan yang masyur di Timur Tengah, yang sekarang kita kenal dengan Riyadh.

Bukan Pernikahan Biasa
Eammon Gaeron dalam bukunya berjudul "Turning Points in Middle Eastern History" menyebut pernikahan antara Muhammad ibn Saud dengan putri Muhammad ibn Abd al-Wahhab menandai dimulainya titik balik sejarah Islam modern yang kita lihat seperti sekarang.

Gaeron menyebutnya momen bergabungnya visi politik dengan misi agama secara formal dan disadari. Sebuah pakta yang menyatukan antardua kepentingan dalam satu ikatan dinasti.

Sejarah modern menyaksikan, bagaimana ikatan yang dibuat 200 tahun lalu ini, memang terbukti sangat kokoh. Setidaknya dua kali kerajaan Saud mengalami kehancuran, namun bangkit lagi dan bangkit lagi, hingga sekarang menjadi satu-satunya dinasti politik Islam yang tersisa di dunia.

Muhammad ibn Abd al-Wahhab lahir di Uyaynah (sekarang 30 Km dari Riyadh) pada tahun 1703. Ia berasal dari keluarga ulama, dan sejak kecil sudah memiliki minat yang tinggi terhadap ilmu agama. Demi menuntut ilmu, Abd al-Wahhab berjalan ke banyak tempat, mencari guru-guru ataupun kitab yang dibutuhkan. Setelah puas mencari ilmu, dia kembali ke tanah kelahirnyya di Uyaynah dan memulai dakwah di sana.

Di tempat ini ia menyebarkan gagasannya yang revolusioner untuk memberantas segala bentuk praktik yang menurutnya satu penyimpangan di tengah masyarakat Muslim. Tidak sedikit yang menduga bahwa paham Abd al-Wahhab ini diilhami oleh pemikiran ulama besar abad 14, Ibnu Taimiyyah , yang menyerukan pemurnian Islam melalui pemberantasan praktik yang menurutnya menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Suatu ketika, Abd al-Wahhāb pergi ke Diriyah bersama seluruh keluarganya. Kedatangan Abd al-Wahhab ke Diriyah atas permintaan langsung dari penguasa Diriyah, Muhammad ibn Saud. Konon, sejak mendengar dakwah-dakwah yang disampaikan Abd al-Wahhāb, dia menjadi tertarik, dan mengharapkan kedatangan ulama pembaharu ini.

Di Dariyah Abd al-Wahhāb mendapat perlindungan, kehormatan dan ajaran-ajarannya diikuti. Di sini pula misi ajaran Abd al-Wahhāb dan visi politik Muhammad ibn Saud dipersatukan oleh ikatan sumpah dan perjanjian pada tahun 1744.

Dan pada tahun 1745, orang-orang mulai berdatangan menyambut ajaran Abd al-Wahhāb. Doktrin-doktrin reformasi keagamaan yang digaungkan Abd al-Wahhāb mulai membentuk legitimasi perjuangan. Atas alasan itu, Negara Saudi pertama didirikan, dan ekspansi militerpun di mulai.

Muhammad ibn Saud lahir pada tahun 1710. Setelah menggantikan ayahnya sebagai penguasa Deriyah, ia dikenal sebagai penguasa ambisius dan memiliki visi politik yang jauh, serta berhasrat besar memperluas wilayah kekuasaan sukunya.

Dua kali Dinasti Saud mengalami krisis politik, sampai klan ini terusir dari negerinya. Pada tahun 1308 H/1890 M keluarga Saud hijrah ke Kuwait. Di tempat ini mereka berada di bawah perlindungan klan Al-Sabah, penguasa Kuwait waktu itu.
Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Saud yang akhirnya membuka kemenangan. Ia membangun Kerajaan Saudi kembali di awal abad kedua puluh. Wilayah kekuasaannya inilah yang kini kita kenal dengan Saudi Arabia.

Prof Dr Hamka dalam bukunya berjudul "Fakta dan Khayal Tuangku Rao" menulis setelah duduk menjadi Imam Besar Kerajaan yang didirikannya sendiri dengan pedangnya dan buah kurma --lambang negerinya sekarang-- 50 tahun lamanya Abdul Aziz “Thawil ul-umur” (Si Panjang Umur) pun mangkat tahun 1953.

Kini, Raja Arab Saudi dipimpin Raja Salman bin Abdul-Aziz Al Saud. Raja Arab Saudi adalah kepala negara dan monarki absolut (kepala pemerintahan) Arab Saudi. Ia menjabat sebagai pimpinan monarki Saudi — Wangsa Saud.

Raja memiliki gelar Pelayan Dua Kota Suci. Gelar yang menandakan kekuasaan Arab Saudi atas Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah menggantikan gelar Yang Mulia pada tahun 1986.

Raja-raja Arab Saudi tidak dipilih berdasarkan keturunan, melainkan berdasarkan kemampuan mereka. Pengganti Raja Abdullah, misalnya, bukanlah anaknya, melainkan saudara Raja Abdullah, Salman.

Meskipun begitu, hingga kini semua Raja setelah Abdul Aziz masih berasal dari lingkungan keluarga; semua Raja adalah putra-putranya.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: