Abu Dzar Al-Ghifari (3): Batal Memenggal Leher Koruptor Karena Ingat Pesan Nabi SAW

Abu Dzar Al-Ghifari (3): Batal Memenggal Leher Koruptor Karena Ingat Pesan Nabi SAW
Rasulullah SAW berkata kepada Abu Dzar: Engkau benar, yaitu engkau akan mati dalam keadaan iman yang sama pada saat aku meninggalkan engkau. (Ilustrasi : Ist)
Abu Dzar Al-Ghifari adalah simbol perlawanan rakyat atas kekuasaan yang korup. Sepeninggal Nabi SAW, ia berada di garda paling depan melawan komplotan para koruptor. Ia sempat menghunus pedangnya untuk membunuh para pencoleng duit negara itu.

Alkisah, di era Khalifah Utsman bin Affan , kesabaran Abu Dzar Al-Ghifari benar-benar sudah habis. Ia marah bukan kepalang. Kala itu, Islam telah berkembang pesat. Para pejabat menjadi kaya raya. Korupsi, kolusi, dan nepotis pun merajalela.

Abu Dzar memandang kondisi sudah sangat berbahaya. Dia berpendapat bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai Islam. Kepentingan pribadi telah menggeser kepentingan yang lebih besar, yaitu tegaknya ajaran Islam.

Apa yang dilakukan oleh para pejabat yang banyak dipegang sahabat Nabi berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW , yang bahkan pada saat wafatnya pun baju besinya sedang dalam keadaan tergadai.

Wasiat Rasulullah SAW
Inilah yang membuat Abu Dzar marah besar. Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah memaparkan, Abu Dzar menghunus pedangnya. Diangkatlah pedangnya yang tidak pernah tumpul itu, dan menebaskannya ke udara yang kosong.

Bergegas dia bangkit dan berdiri untuk menantang orang-orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran Islam. Namun ia tiba-tiba tertegun. Dia teringat akan wasiat Rasulullah yang pernah disampaikan kepadanya:

“Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk diri mereka pribadi?” tanya Rasulullah.

“Demi yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, akan aku tebas mereka dengan pedangku!” jawab Abu Dzar.

Kemudian Rasulullah bersabda, “Maukah engkau aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Ialah bersabar sampai kamu menemuiku.”

Rasulullah mengetahui bahwa permasalahan harta bagi kepentingan umat adalah persoalan yang pokok bagi Abu Dzar, dan untuk itu dia akan membaktikan hidupnya.

Abu Dzar akan selalu mengingat wasiat guru tercintanya ini. Demi larangan dari Rasulullah untuk menebas leher para pembesar yang meraup kekayaan untuk kepentingan dirinya sendiri, Abu Dzar akan berdiam diri. Tetapi tidak untuk lidahnya yang tidak kalah tajam untuk membela kebenaran. Abu Dzar tidak dilarang untuk berkata-kata. Maka sabda Rasulullah mengenai Abu Dzar akan segera terjadi kembali:

“Tak akan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar!”

Mengingat wasiat Rasulullah, Abu Dzar mengurungkan niatnya untuk mengangkat senjata. Maka disarungkannya kembali pedang yang sudah terangkat tadi.

Senjata Kebenaran
Jauh hari sebelumnya Rasulullah telah mengetahui keunggulan Abu Dzar, bahwa dia memiliki kemampuan berupa kata-kata yang tepat dan jitu, sehingga dia tidak membutuhkan senjata apapun. Satu kalimat yang diucapkannya akan lebih tajam dan menghasilkan daripada pedang walaupun sebanyak isi bumi.

Maka dengan senjata kebenarannya dia akan pergi menemui para pembesar, para penguasa, kaum hartawan, atau singkat kata, orang-orang yang menyalahgunakan agama demi kepentingan duniawi.

Pergilah Abu Dzar menemui pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, dan dengan lisannya yang tajam, dia benar-benar mengubah mereka satu demi satu.

Hanya dalam waktu yang singkat saja Abu Dzar telah menjadi simbol perlawanan. Dia menjadi sosok yang dicintai oleh rakyat kebanyakan dan golongan pekerja, bahkan oleh orang-orang di negeri jauh yang sama sekali belum pernah melihatnya.

Nama Abu Dzar membayangi seluruh dunia Islam. Kehadirannya di setiap daerah yang dilaluinya—bahkan ketika baru namanya saja yang sampai ke sana—menimbulkan rasa takut bagi para penguasa dan golongan orang kaya yang gemar berlaku curang.
“Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak, mereka akan disetrika dengan setrika api neraka, menyetrika kening dan pinggang mereka di hari kiamat.”

Kalimat tersebut menjadi semacam syair atau lagu perjuangan bagi para pendukung Abu Dzar. Setiap dia mendaki bukit, menuruni lembah memasuki kota, dan setiap dia berhadapan dengan para penguasa dan pembesar, kalimat itu yang selalu diucapkannya. Begitu pun dengan setiap orang yang melihatnya datang, mereka akan menyambutnya dengan kalimat tersebut, “Beritakanlah kepada para penumpuk harta….”

Dekat Majelis Suci Nabi
Abu Dzar adalah sosok yang sangat deterministik dan teguh dalam hal pendirian, sehingga dia tidak pernah gentar dengan kekuasaan besar mana pun jika itu dia anggap menghalangi prinsip hidupnya. Nasihat ataupun dorongan dari orang sekitarnya untuk menghindari bahaya tidak pernah membuat pendiriannya goyah. Dalam suatu kesempatan dia pernah dengan bangga berkata:

“Wahai manusia! Pada hari kiamat aku akan tetap berada di dekat majelis suci Nabi, karena aku telah mendengar dia mengatakan bahwa yang terdekat dengannya pada hari kiamat adalah orang yang meninggalkan dunia dalam kondisi sama ketika dia (Nabi) meninggalkannya. Aku bersumpah demi Allah bahwa sekarang tidak ada yang tertinggal di antara kalian kecuali aku yang berada dalam keadaan asalku dan belum terkontaminasi dengan sesuatu yang baru.”

Perkataan Abu Dzar tersebut bukanlah klaim sepihak. Nabi Muhammad SAW juga pernah berkata seperti itu, dalam Tabaqat Ibn Sa’d dikisahkan suatu hari Nabi berkata, “siapa di antara engkau yang akan datang untuk menemuiku (di Kautsar) dalam kondisi yang sama di mana aku meninggalkannya?”

Abu Dzar berkata, “Aku”. Sebagai balasannya Nabi berkata, “Engkau benar, yaitu engkau akan mati dalam keadaan iman yang sama pada saat aku meninggalkan engkau.”
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: