Kunci Menghadapi Kehidupan Sulit Ala Istri Ibnu Hajar

 

Ketika mendapat rezeki dan kesenangan ia tak pernah lupa bersyukur, dan saat mendapat kesulitan dia akan bersabar

Kunci Menghadapi Kehidupan Sulit Ala Istri Ibnu Hajar
Ilustrasi

JIKA nama besar Ibnu Hajar Al-‘Asqalani begitu disegani dan tersohor dalam bidang ilmu hadits, maka yang jarang diketahui kebanyakan orang adalah bahwa istrinya (Uns binti Abdul Karim) adalah juga ulama hadits dari kalangan wanita. Istri Ibnu Hajar ini bukan saja dikenal sebagai seorang ulama, tapi juga memiliki banyak keteladanan yang bisa ditapak tilas.

Misalnya, dalam masalah kesabaran, ketabahan dan ketegaran dalam menghadapi kehidupan susah dan rumit. Semua bisa dijalani dengan hati lapang dan ketawakalan penuh kepada Allah. Al-Kisah, suatu hari, Uns binti Abdul Karim pergi ke tanah suci untuk menunaikan kewajiban ibadah haji bersama sang suami. Sebuah kesempatan istimewa yang banyak diidamkan oleh kebanyakan orang.

Setelah menunaikan haji, maka pada lima belas tahun kemudian, Uns kembali merindukan Makkah. Lantas ia meminta izin kepada suaminya untuk menunaikan haji kembali. Dan ia pun diizinkan oleh suami tercintanya ini. Waktu itu, dia ditemani oleh cucunya yang bernama Yusuf Syahin.

Ternyata, bersamaan dengan kebahagiaan yang membuncah ini, Allah mempunyai kehendak lain. Kebahagiaan Uns bersama suami dan putra-putrinya serta para cucu, harus menghadapi takdir Allah. Ia harus menghadapi ujian hidup sulit yang kebanyakan orang jarang yang kuat menanggungnya.

Inna lillaahi wa inna ilaihi raji’un. Satu persatu putrinya meninggal dunia di atas pangkuannya. Pertama putrinya yang ketiga dan keempat meninggal dunia karena penyakit. Kemudian putrinya yang pertama menyusul wafat. Baru kemudian Allah memanggil putrinya yang kedua dan terakhir.

Bayangkan! Secara bertubi-tubi kesulitan demi kesulitan, kesedihan demi kesedihan menderanya. Buah hati tercintanya dengan Ibnu Hajar telah diambil kembali oleh Sang Pencipta. Dalam catatan sejarah putri-putri yang meninggal itu bernama Ghaliyah, Rabi’ah, Zain Khatun (yang meninggal karena wabh tha’un), Farhah, Fathimah (mati karena sakit).

Lalu, bagaimana respon Uns menghadapi ujian berat ini? Apa dia akan larut dalam duka lara? Ternyata, semua kondisi sulit itu dijalani dengan penuh ketabahan, kesabaran dan ketegaran. Dengan segala kebesaran hati, Uns Rahimahullah menerima takdir Allah tanpa ada keluh kesah, yang ada adalah pasrah kepada Allah Ta’ala.

Beliau juga tetap aktif menelaah hadits, mengajar anak-anak untuk belajar ilmu hadits. Rupanya, beliau tidak larut dalam kesedihan. Kewajibannya untuk mengajar dan menyebarkan ilmu tetap dijalankan dengan sangat baik.

Lebih menyedihkan lagi, ujian Allah tidak sampai di situ. Setelah 54 tahun berbahagia dengan suaminya, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah, pada tahun 852 H, suaminya mengidap penyakit. Sakitnya cukup lama yaitu selam tujuh bulan.

Sebagai seorang istri, dengan penuh pengabdian yang tulus dan kesabaran yang luar biasa, Uns merawat suaminya tanpa keluh dan kesah. Hingga pada malam Sabtu tanggal 28 Dzul Hijjah tahun 852 H, Uns harus melepaskan orang paling dicintainya itu. Ibnu Hajar al-Asqalani dipanggil Allah Ta’ala. Sebuah kesedihan yang tak terperi. Setelah putri-putrinya diambil, kemudian suami tercintanya.

Hebatnya, sepeninggal Ibnu Hajar, Uns masih hidup selama 15 tahun. Dan dia tidak pernah menikah lagi dan waktunya dikontribusikan untuk ilmu, ibadah, dan pengabdian ke masyarakat. Beliau meninggal dunia pada bulan Rabiul Awal tahun 867 H, pada usia ke-87 tahun. Sebagaimana suaminya, dalam catatan emas sejarah beliau terhitung sebagai ulama ahli hadits dari kalangan wanita.

Mengenai sosok Uns, Ibnu Hajar pernah memberi testimoni, “Sejak aku menikah dengannya, setelah tuju hari berjalan, dia tidak pernah meninggalkan malamnya tanpa qiyamul lail, kecuali kalau ada uzur. Aku tidak pernah melihat keberkahan pada rumah dan putri-putri kami, melainkan karena keistikamahan dalam shalat malam ini.”

Bahkan yang lebih menakjubkan, sejak awal nikah, Uns sangat gemar dalam menuntut ilmu hadits. Dan semuanya didukung oleh Ibnu Hajar. Diajarilah sang istri, bahkan dikenalkan dengan guru-gurunya untuk menyimak riwayat hadits, sampai suatu ketika, Ibnu Hajar berkata, “Sekarang engkau sudah menjadi Syaikhah (Ulama Ahli Hadits wanita).”

Testimoni lain berasal dari As-Sakhawi –murid Ibnu Hajar—yang mana beliau pernah menulis tentang Uns, “Beliau adalah wanita pionir, taat beragama, mulia, suka pada kebaikan, doanya mustajab, dan pernah melihat lailatul qadar.” (Adh-Dhau’u al-Laami’, XII/11).

Kisah Uns memberikan banyak kunci pelajaran –terutama bagi siapa saja yang sedang dalam kesulitan yang dahsyat, kerumitan hidup yang begitu kompleks–bahwa sedahsyat dan sesulit apapun kehidupan yang kita jalani tetap harus dihadapi dengan sabar dan tabah. Di samping itu, semua itu tidak membuat larut dalam kesedihan dan tidak sampai lupa dengan kewajibannya sebagai hamba Allah.

Sikap dan sifat Uns ini benar-benar mencerminkan hadits Nabi ﷺ berikut:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Perkara orang mu`min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.” (HR. Muslim).

Ketika mendapat rezeki dan kesenangan ia tak pernah lupa bersyukur, dan saat mendapat kesulitan dia akan bersabar. Sebuah kesabaran yang seperti digambarkan Nabi Ya’qub yaitu: Shabrun Jamil yaitu tanpa keluh kesah melainkan hanya kepada Allah Ta’ala.

Selain itu, Uns juga sangat yakin, semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Yang tak kalah penting, beliau sangat meyakini betul firman Allah berikut:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 7). Tidak ada kesulitan yang akan bertahan selamanya, pasti kemudian ada kemudahan dari Allah, karena Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Dan itu sudah dijalankan dengan baik oleh Uns. Rahimahallahu rahmatan waasi’ah./ *Mahmud Budi Setiawan

No comments: