Kenabian Isa AS dalam Pandangan Ulama Islam Abad ke-4 H

 

Al-Syahrastani ulama abad ke-4 Hijriyah berbicara soal kenabian Isa AS. Islam-Yahudi/ilustrasi

Al-Syahrastani ulama abad ke-4 Hijriyah berbicara soal kenabian Isa AS. Islam-Yahudi/ilustrasi

Foto: news.yourolivebranch.org
Al-Syahrastani ulama abad ke-4 Hijriyah berbicara soal kenabian Isa AS.

Studi perbandingan agama ternyata juga sudah muncul di dunia keilmuan Islam. Sebuah karya besar lahir dari pemikiran Abu al-Fatih Muhammad Abdul Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahras tani yang berjudul Al-Milal wa al- Nihal, tokoh kelahiran abad ke-4 Hijriyah.  

Buku ini menjelaskan tentang sekte dan kredo agama. Para sejarawan kontemporer menyampaikan pujian dan mengkaji karya tersebut. Mereka menyatakan, buku yang disusun al-Syahrastani itu merupakan sumber klasik paling penting yang mengupas perkembangan aliran, golongan, maupun sekte keagamaan dalam Islam.

Menurut pandangan al-Syahrastani, munculnya aliran atau golongan dalam Islam sulit dihindari. Pemicu utamanya adalah perbedaan pandangan di kalang an umat Islam. Khususnya, terkait praktik, tafsir, hingga konsep keagamaan yang sulit dicarikan titik temunya.

Cendekiawan yang pernah menetap di Baghdad, Irak ini juga memaparkan tentang doktrin dan sejarah dari sejumlah aliran. Ia mengupas tentang Mu’tazilah, Jabariyah, Shifathiyyah, Khawarij, Murjiah, dan Syiah, lengkap dengan sub alirannya. 

Melalui Al-Milal, al-Syahrastani memunculkan studi tentang agama-agama lainnya di dunia. Kitab ini merekam pula peta pertarungan pemikiran yang berlangsung pada masa itu. Al-Syahrastani mengawali bukunya dengan lontaran kekhawatiran.

Ia mengungkapkan, pengaruh Yunani dan Nasrani ketika itu mulai merangsek masuk ke ranah pemikiran Islam. Philip K Hitti dalam History of the Arabs memperkuat pandangan al-Syahrastani itu. Menurut dia, gagasan dan pemikiran filsafat Yunani dan Nasrani memberi pengaruh cukup penting.

Hitti menyatakan, filsuf bernama St John adalah yang pertama kali mengenalkan tradisi agama Nasrani serta pemikiran Yunani. Sosok asal Damaskus, Suriah ini dalam tulisannya memuat dialog Nasrani-Islam tentang ketuhanan Nabi Isa. Di samping itu, ia melontarkan gagasan mengenai kebebasan kehendak manusia.

Pada perkembangan berikutnya, karya itu dijadikan panduan bagi kalangan Nasrani dalam berargumen dengan umat Islam. Berbekal pengetahuannya yang mendalam tentang Islam, ia mampu menjawab setiap serangan pemikiran yang ditujukan pada Islam dengan cerdas. Bukan hanya yang berasal dari kaum Nasrani, tetapi juga Yahudi. 

Perbandingan agama Langkah itu dapat ia tempuh dengan mudah karena ia berbekal pula pengetahuan yang mendalam tentang agama-agama. Ia menyajikan sudut pandang doktrin dari agama di luar Islam secara menyeluruh. Faktor tersebut pula lantas mendasari argumenargumen teologis al-Syahrastani.

sumber : Harian Republika

No comments: