Al-Qur’an Pernah Menceritakan Kisah Tanah dan Bangunan yang Tertelan Bumi

“Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah…” [QS: Surat al Hijr:72-74] Al-Qur’an Pernah Menceritakan Kisah Tanah dan Bangunan yang Tertelan Bumi
Foto udara rumah-rumah warga yang hancur dan tertelan bumi akibat gempa 7,4 SR di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018) SETELAH gempa 7,4 SR dan tsunami yang mengerikan. Tiba-tiba saja di sebagian wilayah, tanah yang tadinya keras, jadi bergerak, amblas dan mengalir seperti lumpur hidup. Rumah, pepohonan dan bangunan lainnya terseret tanah.
Satu kampung di kelurahan Petobo, Kota Palu, dikabarkan lenyap di telan tanah. Begitu juga kabar dari Desa Joonoge, Biromaru, Kabupaten Sigi.
Analisis awal fenomena ini adalah karena likuifaksi atau pencairan tanah (bahasa Inggris: soil liquefaction). Likuifaksi disebabkan guncangan gempa dan kondisi material geologi yang ada di tanah juga ikut mempengaruhi. Ketika guncangan terjadi, tanah menjadi cair karena material air yang tinggi.
Dalam volume air yang besar tanah menjadi gembur. Akibatnya, perumahan dan pohon, itu berjalan pelan-pelan sampai akhirnya amblas dan tertimbun oleh lumpur.
Dengan kata lain, likuifaksi merupakan proses keluarnya lumpur dari lapisan tanah akibat guncangan gempa dan menyebabkan lapisan tanah yang awalnya kompak, bercampur dengan air menjadi lumpur. Kekuatan tanah yang berkurang mengakibatkan bangunan di atasnya hancur.
Dalam mekanika tanah , istilah “pencairan tanah” pertama kali digunakan oleh Allen Hazen, mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Dia menggambarkan mekanisme pencairan aliran bendungan tanggul sebagai:
“Jika tekanan air di pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, itu akan memiliki efek menahan partikel-partikel terpisah dan menghasilkan kondisi yang praktis setara dengan ‘‘pasir hisap’’ … gerakan awal dari beberapa bagian dari material mungkin menghasilkan tekanan yang terakumulasi, pertama pada satu titik, dan kemudian pada yang lain, berturut-turut, karena titik awal konsentrasi telah dicairkan.” [Hazen, A. (1920). Transactions of the American Society of Civil Engineers. 83: 1717–1745].
‘‘Pasir hisap’’ terbentuk ketika air menjenuhkan area pasir yang longgar dan pasir menjadi gelisah. Ketika air yang terperangkap di dalam tumpukan pasir tidak dapat melarikan diri, ia menciptakan tanah cair yang tidak dapat lagi menahan gaya. ‘pasir hisap’ dapat dibentuk dengan berdiri atau (ke atas) mengalir air bawah tanah (seperti dari mata air bawah tanah), atau oleh gempa bumi. Dalam kasus mengalirnya air bawah tanah, kekuatan aliran air menentang gaya gravitasi, menyebabkan butiran pasir menjadi lebih ringan. Dalam kasus gempa bumi, kekuatan goncangan dapat meningkatkan tekanan air tanah dangkal, mencairkan pasir dan endapan lumpur. Dalam kedua kasus, permukaan yang dicairkan kehilangan kekuatan, menyebabkan bangunan atau benda lain di permukaan itu tenggelam atau jatuh.

Ratusan rumah di Petobo Palu hancur dan terendam lumpur hitam akibat gempa [SAR-HID]
Beberapa Negara yang pernah mengalami nasib serupa adalah; Gempa Niigata di Jepang.
Gempa berkekuatan 7,6 SR yang mengguncang Niigata, Jepang pada 16 Juni 1964 ini, menyebabkan pencairan tanah di sebagian besar kota. Selain bangunan yang hancur akibat likuifaksi di sisi Sungai Shinano, ada juga kerusakan yang luas di dekat Bandara Niigata. Pipa-pipa dari tangki bensin milik Showa Shell Sekiyu di antara bandara dan pelabuhan, juga rusak karena goncangan. Sedikitnya 36 orang tewas dan 3.534 bangunan hancur.
Kasus likuifkasi dalam gempa Alaska, AS tahun 1964. Gempa megathrust berkekuatan 9,2 SR memicu tsunami besar yang memporak-porandakan kawasan pesisir di Shoup Bay. Lapisan tanah mencair menyebabkan bangunan-roboh dan ambles. Sedikitnya 139 orang tewas dalam kejadian ini.

Likuifaksi di Alaskah tahu 1964 [wiki]
Selain itu juga pernah terjadi di Tangshan China, 28 Juli 1976, Gempa Loma Prieta, San Fransisco, AS, 17 Oktober 1989. Gempa ini terjadi akibat pergeseran sesar San Andreas. Juga pada Gempa Christchuch, Selandia Baru, pada 22 Februari 2011 pukul 12.51 waktu setempat. Episentrum gempa sekitar 2 km sisi barat kota kecil Lyttelton dengan kedalaman 5 km. Gempa Bumi ini menimbulkan kerusakan besar, terutama di Christchurch, kota terdekat dari episentrum gempa sekaligus kota terbesar kedua di Selandia Baru.
Tanah dan Bangunan Tenggelam dalam al-Quran
Bila fenomena likuifaksi atau tanah menjadi lumpur hidup yang menyedot semua yang ada di atasnya ini ramai diperbincangkan di khalayak ramai saat ini, bukanlah fenomena alam yang baru. Ternyata dalam Al-Qur’an, ada peringatan bencana yang dijelaskan selain gempa bumi, banjir, angin kencang dan bencana lainnya.
Al-Qur’an juga menjelaskan secara jelas fenomena bencana pergerakan tanah amblas yang menenggalamkan semua yang ada di atasnya atau sederhananya; ditenggelamkan bumi.
Hanya saja, ayat yang mengaitkan fenomena alam ini pernah dikutip al-Quran dalam kisah Nabi Luth yang dijelaskan dalam Surat Al-Syua’araa: 160, An-Naml: 4, Al-Hijr: 67, Al-Furqon: 38, Qaf: 12, menceritakan tentang kaumnya yang menyimpang, yaitu hanya mau kawin dengan pasanga sesama jenis (homoseksual dan lesbian).
Kendati sudah diberi peringatan, mereka urung bertobat. Allah akhirnya memberikan azab kepada mereka berupa gempa bumi disertai angin kencang dan hujan batu sehingga hancurlah rumah-rumah mereka. Dan, kaum Nabi Luth Allah tenggelamkan ke dalam bumi bersama reruntuhan rumah-rumah mereka sendiri.
Kemudian kisah Qorun yang Allah jelaskan QS Al-Qashash: 81. Al-Qur’an menjelaskan, karena sombong dan ingkar, Qorun yang merupakan kaum Nabi Musa, Allah hancurkan beserta semua harta-hartanya dengan menenggelamkannya kedalam bumi.
لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ ، فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ ، فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ
“Sungguh mereka terombang-ambing dalam kemabukan mereka (kesesatan). Maka mereka dibinasakan oleh suara keras ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari sijjil.” (QS. Al-Hijr [15]: 72-74).
فَخَسَفْنَا بِوِ وَبِدَارِهِ الَْْرْضَ فَمَا كَافَ لَوُ مِنْ فِئَةٍ يَػنْصُرُونَوُ مِنْ دُوفِ اللَّوِ وَمَا كَافَ مِنَ الْمُ نْتَصِرِينَ
Artinya, “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS: Al-Qashash, 81).
Al-Quran juga menjelaskan bahwa sesungguhnya gunung-gunung bukan diam, tetapi ia bergerak.
Tanda-tanda ini seharunya dikaji dan sebagai bahan renungan bersama. Sebab tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Al-Quran.
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS: Al-hadiid [57]: 22-24)
Semoga musibah gempa alam dan tanda-tanda alam yang disampaikan dalam ayat al-Quran bisa menjadi muhasabah kita semua. Bagi yang mendapat ujian, kita doakan agar tetap bersabar. Bagi kita yang tidak terkena dampaknya, semoga kita semakain peka dan peduli.*/Rofi Munawar, dari berbagai sumber

No comments: