Sejarah Rahasia Freemasonry dan Iluminati ( Bagian 13 dan 14)

asmo
Sejak awal, Sauniére curiga, naskah yang berisi tulisan yang kacau itu sebenarnya merupakan sebuah sandi atau kode, yang harus dipecahkan dengan mempergunakan kunci atau teknik tertentu, sebelum arti sesungguhnya diketahui. Jelas, batin Sauniére, ada sesuatu yang sangat berharga di balik kode-kode yang begitu rumit ini.
Setelah meneliti naskah tersebut, pastur muda itu berhasil merangkaikan kalimat demi kalimat dalam naskah perkamen yang pertama. Kalimat itu awalnya adalah:
BERGERE PAS DE TENTATION QUE POUSSIN TENIERS GARDENT
LA CLEF PAX DCLXXXI PAR LA CROIX ET
CE CHEVAL DE DIEU J’ACHEVE CE DAEMON DE GARDIEN
A MIDI POMMES BLEUES

Kalimat yang tidak beraturan itu oleh Sauniére berhasil diurutkan menjadi kalimat di bawah ini, namun ini pun ternyata masih membuatnya bingung:

(GEMBALA-GEMBALA, TIDAK TERGODA, KARENA
POUSSIN, TENNIERS, MEMEGANG KUNCI;
PERDAMAIAN 681. DENGAN SALIB DAN KUDA TUHAN,
AKU SEMPURNAKAN—ATAU HANCURKAN—IBLIS
PENJAGA PADA SIANG HARI-APEL BIRU)

Di perkamen lainnya, juga terdapat kalimat bersandi yang berbunyi:

E DAGOBERT II ROI ET A SION EST CE TERSOR ET IL
EST LA MORT
(HARTA KARUN INI MILIK DAGOBERT II, RAJA, DAN MILIK SION DAN DIA MATI DI SANA)

Walau telah berhasil ‘membaca’ sandi-sandi tersebut, Sauniére tetap tidak mampu memahami apa yang sesungguhnya dimaksud oleh naskah-naskah itu. Apakah ini terkait dengan misteri harta karun? Apakah tentang organisasi rahasia? Atau tentang yang lainnya yang bersifat rahasia? Tidak mampu memecahkan persoalan yang begitu rumit, akhirnya pastur itu mengunjungi beberapa kenalannya, salah satunya Uskup Carcassonne, Felix-Arsène Billard, untuk dimintai pendapatnya. Oleh Billard, Sauniére dinasehati agar menemui seorang ahli pemecah kode bernama Émile Hoffet, yang ketika itu merupakan seorang pemuda yang tengah belajar untuk menjadi imam, namun memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai okultisme dan dunia kelompok-kelompok rahasia.
Sekembalinya dari perjalanan mengunjungi beberapa kenalannya, kehidupan Sauniére yang semula pas-pasan berubah total. Dalam waktu yang tidak lama pendeta itu diketahui sering bertindak aneh dan tidak ada manfaatnya. Terkadang menyusuri jalanan desa bersama pembantunya, terkadang mengurung diri di rumahnya, atau berjalan kesana-kemari tiada arah tujuan. Selain merenovasi gereja, dia juga mampu membangun menara Magdala (Magdalena) yang mewah dan bahkan sebuah bangunan vila yang dinamakannya Vila Bethania lengkap dengan taman yang indah serta rumah kaca.
Entah terinspirasi oleh apa, gereja yang direnovasinya ternyata diubah dengan gaya bangunan dan arsitektur yang amat tidak lazim dan bahkan kelihatannya mengerikan. Sebuah patung menyeramkan, Raja Iblis Asmodeus—sang penjaga rahasia, penjaga harta karun Kuil Sulaiman yang tersembunyi dalam kepercayaan pagan Yahudi—didirikan di jalan masuk ke dalam gereja. Di bagian pintu masuk gereja ditulis sebuah kalimat:
TERRIBILIS EST LOCUS ISTE
(TEMPAT INI MENGERIKAN)
Adakah penempatan patung Asmodeus ini oleh Sauniére dimaksudkan bahwa di dalam gereja tersebut terdapat sesuatu rahasia yang sungguh-sungguh penting dan berharga? Selain itu, Sauniére juga sering mengadakan perjamuan mewah kepada penduduk desa. Seluruh warga desa tersebut, besar kecil, seluruhnya sering dijamu oleh sang pendeta dalam acara jamuan yang mewah. Bahkan sejumlah tamu penting dari berbagai desa dan negeri juga sering berdatangan mengunjungi pendeta itu. Sauniére telah hidup dalam gaya para raja.
The-Magdala-Tower_art

Pernah dalam beberapa malam, penduduk memergoki pastur muda itu bersama pelayannya tengah membongkar makam Marquise d’Hautpoul de Blanchefort. Dan ketika ditanya, maka jawaban yang diperoleh pun terkesan menutupi sesuatu.
Anehnya, terhadap perubahan yang sangat menyolok tersebut, walau Gereja dipastikan mengetahuinya—antara lain lewat laporan Uskup Carcassonne, atasan langsung Sauniére—namun Vatikan tidak mau ambil pusing dan sama sekali tidak ingin turut-campur. Entah mengapa Gereja seolah menutup mata bahkan terkesan enggan untuk sekadar bertanya tentang penyebab perubahan itu. Takutkah Gereja pada Sauniére? Gerangan apa yang diketemukan Sauniére di dalam rongga salah satu pilar Gereja Magdalena? Apa yang sebenarnya dikatakan oleh perkamen-perkamen tersebut, sehingga mengubah seratus delapan puluh derajat seorang pendeta muda bernama Sauniére?
Yang jelas, sesuatu itu telah menjadikannya kaya raya dan berkuasa. Pertanyaan-pertanyaan ini terus terkunci dan menjadi salah satu rahasia sejarah Gereja Vatikan yang paling gelap hingga kini.
Ketika Sauniére terus hidup dalam segala kekayaan dan pengaruhnya, tiba-tiba Uskup Carcassonne meninggal dunia. Dengan cepat Gereja kemudian mengangkat seorang uskup yang baru untuk menggantikan yang lama. Tidak berapa lama menjabat, uskup baru ini merasa ada sesuatu yang janggal dengan kehidupan Sauniére. Dari mana pendeta bawahannya itu bisa bergaya hidup mewah dan mendapatkan harta kekayaan serta uang yang berlimpah, padahal wilayah gembalaannya hanya di sebuah kampung kecil bernama Rennes-le-Château yang terletak di atas perbukitan yang sepi? Uskup baru itu rupanya tidak mendapat pengarahan terlebih dahulu dari Gereja, sehingga ia dengan sangat biasa dan tanpa perasaan apa pun menulis surat kepada Sauniére agar bisa secepatnya menghadap dirinya untuk menjelaskan segala asal-muasal harta kekayaan yang diperolehnya.
Tindakan Uskup Carcassonne yang baru itu amat menyinggung perasaan Sauniére. Dengan berani, Sauniére menolak untuk datang dan secara tegas menentangnya. Uskup Carcassonne sungguh terkejut dengan keberanian bawahannya itu. Sesuatu yang sama sekali di luar perkiraannya. Sang uskup pun tidak mau kehilangan kewibawaannya. Ia dengan kasar menuduh Sauniére telah melakukan jual-beli hal-hal yang bersifat rohani, mengkomersialkan misa, sesuatu yang dilarang oleh Gereja. Uskup pun mengadukannya ke pengadilan daerah untuk mengusut bawahannya itu. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
Berenger Sauniere
Berenger Sauniere

Atas desakan uskup, pengadilan daerah kemudian mengambil keputusan untuk menahan Sauniére. Dengan menahan amarah, Sauniére mengadukan kejadian ini ke Vatikan. Setelah menerima surat pengaduan Sauniére, dengan cepat Vatikan segera membuat surat perintah yang ditujukan pada Uskup Carcassonne yang baru dan juga pengadilan daerah. Perintahnya satu: Bebaskan Sauniére secepatnya dan bebaskan dia dari segala tuduhan serta pulihkan nama baiknya.
Dengan masih dilanda rasa heran, Uskup Carcassonne kemudian segera membebaskan Sauniére dan tidak pernah lagi mengusiknya. Sejak itu Sauniére bisa hidup tenang dan meneruskan gaya hidup para rajanya yang mewah. Entah mengapa, setelah peristiwa itu Sauniére mengundurkan diri sebagai pastur desa. Gereja kemudian mengangkat Pastur Marty sebagai pastur baru di desa tersebut.
Kedatangan pastur baru ini ternyata mendapat sambutan dingin dari warga desa. Misa yang diadakan gerejanya kosong. Warga desa lebih suka mengikuti misa yang diselenggarakan Sauniére di kapel pribadinya yang kecil yang terletak di bawah Vila Bethania. Jelas, tuduhan bahwa kekayan Sauniére berasal dari komersialisasi misa yang berarti melakukan pemerasan terhadap warga desa tidak terbukti.
Bersama warga desa dan Marie Denarnaud, Sauniére terus hidup dalam kemewahan. Selain Sauniére, Marie Denarnaud sering terlihat mengenakan model pakaian paling anyar dan mahal dari Paris. Sebab itulah Marie juga sering disebut sebagai “La Madonne”. Selama hidupnya, dari tahun 1896 hingga 1917, pastur muda tersebut diketahui telah membelanjakan uangnya tidak kurang dari 23 juta franc. Tiap bulan ia sekurangnya mengeluarkan 160.000 franc. Sauniére juga memiliki rekening bank di Paris, Perpgnan, Toulousse, dan Budapest. Belum cukup dengan itu, pastur ini juga berinvestasi dalam jumlah yang besar di bursa, saham perusahaan, dan sekuritas, suatu tindakan yang tidak lazim dilakukan oleh seorang imam Katolik.
Pada hari Rabu, 17 Januari 1917, Sauniére yang telah berusia 65 tahun tiba-tiba terserang penyakit yang mirip dengan stroke. Anehnya, lima hari sebelumnya, para jemaat desa mengatakan bahwa Sauniére tampak sangat sehat dan prima untuk lelaki seusianya.
Dan yang juga aneh, di tanggal 12 Januari itu, pembantu Sauniére, Marie Denarnaud, diketahui telah memesan sebuah peti mati bagi majikannya. Apakah Marie Denarnaud memiliki insting keenam yang mengatakan bahwa majikannya itu akan segera meninggal dunia? Ataukah Marie terlibat dalam suatu persekongkolan jahat yang entah siapa yang melancarkannya untuk menghabisi Sauniére, disebabkan majikannya itu memegang sebuah rahasia yang membuat Vatikan gentar?
Marie Dernaraud
Marie Dernaraud
Di pihak mana Marie Denarnaud, apakah di pihak majikannya yang dengan sangat baik mau berbagi rahasia tersebut dengannya dan mewariskan semua kekayaannya atau di pihak suatu kelompok atau organisasi rahasia yang bernafsu untuk menghabisinya karena ingin menutup rapat-rapat sebuah rahasia penting yang terlanjur diketemukan Sauniére?
Bukan itu saja, tanggal 17 Januari ini sebenarnya juga bukan tanggal yang biasa. Nisan makam Marquise d’Hautpoul de Blanchefort yang dibuat Sauniére ternyata juga bertanggal 17 Januari. Selain itu, hari perayaan pembangunan Gereja Saint Sulpice yang terkait dengan rahasia Da Vinci juga dilakukan tiap tanggal 17 Januari. Ini terlalu naïf jika dianggap hanya suatu kebetulan.
Setelah terserang stroke yang misterius, kondisi kesehatan Sauniére turun drastis. Ia terus berbaring dan sekarat. Seorang pastur desa tetangga, Imam dari Espéraza, dipanggil untuk mendengarkan pengakuan terakhirnya dan melaksanakan ritual peminyakan terakhir. Imam itu segera datang. Ia sendirian masuk ke kamar di mana Sauniére terbaring lemah. Tak lama kemudian, Espéraza tersebut keluar dari kamar. Badannya gemetaran. Mukanya pucat-pasi. Kedua matanya kosong seakan habis melihat hantu.
Menurut René Descadeillas, “…sejak hari itu, imam tua tersebut tidak lagi menjadi orang yang sama; ia jelas-jelas telah mengalami suatu kejutan. Dan sampai akhir hayatnya ia tidak pernah terlihat tertawa lagi.” Imam itu juga menolak memberikan upacara terakhir menurut tradisi Katolik Roma untuk Sauniére.
Senin, 22 Januari 1917, Sauniére meninggal dunia. Pendeta kaya raya itu tidak meninggalkan apa-apa. Seluruh kekayaannya telah diberikan kepada Marie Denarnaud, sang pembantunya. Sauniére juga telah memberitahukan rahasia besar itu padanya. Di saat meninggal, Sauniére sesungguhnya tengah mengerjakan beberapa proyek besar yang menghabiskan biaya tak kurang dari delapan juta franc. Proyek-proyek itu antara lain dipakai untuk membangun jaringan jalan yang bagus ke desanya untuk mobil yang akan dibelinya, menyediakan saluran air ke semua rumah di desa, membangun kolam pembaptisan, dan juga mendirikan sebuah menara yang tingginya mencapai 70 meter yang rencananya dibuat untuk menyeru jemaatnya untuk berdoa.
Sepeninggal Sauniére, Marie Denarnaud tinggal di vila Bethania hingga akhir Perang Dunia di tahun 1946. Usai Perang Dunia II, Marie menjual vila tersebut kepada Monsieur Noel Corbu. Kepada Corbu, Marie diam-diam menjanjikan akan membuka rahasia besar itu sebelum dirinya meninggal. Rahasia itu, demikian Marie, siapa pun yang memegangnya akan bisa membuatnya kaya-raya dan berkuasa.
Entah mengapa, pada hari Kamis, 29 Januari 1953, seperti majikannya dulu, tiba-tiba Marie terserang penyakit stroke yang membuatnya tidak bisa bicara. Marie pun sekarat dan kemudian meninggal tanpa sempat mewarisi sebuah rahasia yang dipegangnya sampai ke liang lahat. Corbu[1] pun gagal mengetahui apa rahasia yang akan diberikan oleh Marie.
Banyak kalangan percaya, rahasia yang ikut terkubur bersama jasad Sauniére dan Marie lebih dari sekadar harta karun berupa emas, perak, atau pun batu permata. Jika demikian, apakah ini tentang suatu pengetahuan yang selama ini dikubur dalam-dalam? Oleh siapa? Mengapa Vatikan sepertinya sangat takut dan tidak berani terhadap Sauniére? apakah pengetahuan itu bisa menjadi uang? Bahkan peneliti bernama Richard Andrews dan Paul Schellenberger dalam karya mereka The Tomb of God (1996) mengeluarkan spekulasi bahwa harta karun yang dimaksud sesungguhnya adalah makam Yesus Kristus.
Pertanyaan-pertanyaan ini mengemuka dan akhirnya mengerucut menjadi satu dugaan bahwa sesungguhnya rahasia itu memang lebih dari sekadar harta-benda, namun juga meliputi suatu pengetahuan rahasia yang selama ini ditutup rapat oleh Vatikan. Sebab itu, Vatikan terkesan sangat permisif dan segan pada Sauniére. Dan tidak cukup dengan itu, bisa jadi Vatikan malah secara kontinyu mengucurkan uang kepada Sauniére, sekadar sebagai tutup mulut. Dan yang terakhir mungkin saja menghabisinya.
“Kami yakin bahwa ia telah menerima uang dari Johann von Habsburg. Pada saat bersamaan, ‘rahasia’ pendeta itu, apa pun itu, tampak lebih bersifat religius daripada politik,” demikian The Holy Blood and the Holy Grail.
Dugaan Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln, ternyata dibenarkan oleh seorang mantan pendeta Gereja Anglikan Inggris. Usai penayangan film “The Lost Treasure of Jerusalem” pada Februari 1972 garapan mereka bertiga, mantan pendeta itu mengirim surat yang antara lain berbunyi, “’Harta karun’ itu tidak terkait dengan emas atau batu-batu mulia yang berharga. Sebaliknya, harta tersebut berupa ‘bukti yang tidak dapat dibantah’ bahwa Penyaliban adalah peristiwa tipuan dan bahwa Yesus masih hidup hingga akhir tahun 45 Masehi.” Keyakinan bahwa Yesus tidak mati di tiang salib sebenarnya juga banyak dianut oleh sekte-sekte kekristenan awal yang lazim disebut sebagai kelompok Unitarian. Mereka ini menganggap Yesus hanyalah utusan Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.
Jika Yesus memang tidak mati di tiang salib, mungkinkah Yesus telah diselamatkan oleh Yusuf Arimathea, seorang murid rahasianya yang kaya dan berpengaruh, seperti yang selama ini diyakini sebagian umat Kristen awal seperti Sekte Essenes dan gulungan Nag Hammadi? Al-Qur’an juga menyatakan bahwa Yesus tidaklah mati di tiang salib. Yang mati ditiang salib adalah orang yang ditampakkan Allah SWT menyerupai Yesus.
Sebuah buku kecil yang secara misterius tidak ada nama pengarangnya berjudul “The Crucifixion by an Eye Witness[2] yang terbit di Chicago tahun 1907 menjadi salah satu pegangan para peneliti yang meyakini Yesus tidaklah mati di tiang salib. Buku kecil yang berasal dari sebuah surat panjang—naskah kuno—yang ditulis oleh seorang saksi mata, namanya tidak pernah diketahui, yang diduga kuat berasal dari Suku Esenes yang terkenal karena kejujuran dan kezuhudannya di Yerusalem kepada saudara seimannya di Alexandria. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Manurut Picknett dan Prince, Noel Corbu sesungguhnya merupakan orang suruhan dari Gereja untuk menguasai tanah milik Marie. Gereja memang tidak pernah secara terus terang menyatakan niatnya yang menggebu untuk memiliki tanah itu. Melalui perantaraan seorang imam bernama Abbé Gau, Gereja berhasil membujuk Corbu untuk bertindak atas namanya, dengan kesepakatan jika Marie menyerahkan tanahnya maka Corbu akan menyerahkannya kepada Gereja. Namun Corbu rupanya mengingkari kesepakatan itu. Namun yang sungguh aneh, setelah itu Corbu malah mdatang ke Vatikan untuk meminta bantuan dana. Saat itu permintaan Corbu tidak ditanggapi karena Vatikan sendiri sebelumnya telah mengutus seorang duta ke Keuskupan Carcassonne untuk menyelidiki hal tersebut. Duta Vatikan itu ternyata bernama Kardinal Angelo Roncalli—yang kelak menjadi Paus Yohannes XXIII atau Paus John XXIII yang menurut The Holy Blodd and The Holy Grail diyakini merupakan anggota Biarawan Sion karena Paus John XXIII memiliki dua gelar: Pasteur et Nautonnier. Nautonnier merupakan gelar bagi Grand Master Biarawan Sion. Hal tersebut akan dibahas dalam bagian lain buku ini.
[2] Edisi Indonesia berjudul “Kisah Penyaliban oleh Seorang Saksi Mata” diterbitkan oleh Yayasan Radja Pena Jakarta, Agustus 1994, dan kini seolah lenyap dari pasar.

No comments: