Cara Umar bin Abdul Aziz Didik Anak Jadi Anti-Korupsi
Dengan menilap uang banyak orang, maka insan yang tadinya tak berlimpah berharta, mendadak menjadi tajir melintir. Cukup dengan meminta persentase keuntungan besar dari suatu transaksi sehingga mengakibatkan kualitas produk rusak, orang mendapatkan jatah materi dengan melukai kepuasan konsumen. Dengan mengurangi spesifikasi produk yang telah disepakati, seseorang bisa mendapatkan harta, sedikit atau banyak, tapi lagi-lagi, dengan mengorbankan kepuasan konsumen.
Begitulah korupsi dijalankan orang-orang culas, apapun profesinya, jabatannya. Tak peduli bagaimana kualitas dan kebahagiaan orang banyak, yang diutamakan adalah kepuasan dan terpenuhinya hasrat beberapa atau sekelompok orang. Yang ada di benak pelaku koruptor bukanlah keberlangsungan suatu bangsa, tapi diri dan kelompoknya yang jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan total seluruh warga bangsa.
Mengapa korupsi cepat menular dan kronis?
Hasil yang didapat sangat menggiurkan. Sekali berhasil melakukan, maka akan mengulangi lagi sampai tiada henti. Meski harta yang didapat sudah banyak, tetap saja dia akan terus korupsi, karena tidak pernah merasa puas.
Syarat melakukan korupsi yang sukses adalah dengan mengabaikan akhlak, mengecilkan orang lain, membisukan suara hati, mengesampingkan agama, bahkan menganggap Tuhan tidak ada. Dirinya bersama jejaring koruptor lengkap dengan nafsu serakah adalah timnya, yang ada dan saling menguatkan.
Begitulah yang terjadi suatu hari pada masa Umar bin Abdul Aziz [abad ke-8 M] menjadi khalifah. Seorang penjaga Baitul Mal memberikan perhiasan emas kepada putri sang khalifah. Entah apa maksud si penjaga Baitul Mal melakukan itu. Apakah dia ingin supaya jabatannya dinaikkan, ingin supaya tidak diganggu sehingga bisa korupsi berapapun, atau apa?
Terlepas dari apa motivasi si penjaga tadi, si putri khalifah senang bukan kepalang. Tak menyangka bisa mendapatkan dan memakai aksesoris yang mempercantik penampilannya.
Dia pun menunjukkan perhiasan itu kepada sang ayah. Menyaksikan perhiasan menggantung di busana sang anak, Umar bin Abdul Aziz bertanya, bagaimana bisa mendapatkan barang duniawi tersebut. Dengan mudahnya, si anak mengatakan, didapat dari penjaga baitul mal.
“Takutlah wahai anakku. Di akhirat kelak, kamu akan membawa harta itu ke hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkannya. Aku akan selidiki siapa yang memberikan perhiasan itu,” kata Umar.
Kemudian dia mengutip Surah Ali Imran ayat 161,
وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ ۚ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
wa mā kāna linabiyyin ay yagull, wa may yaglul ya`ti bimā galla yaumal-qiyāmah, ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamụn
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
Tafsir ayat tersebut adalah sebagai berikut
Berkhianat adalah menyembunyikan harta ghanimah dan berhianat kepada setiap harta yang di pegang oleh seseorang, ghulul ini dalah haram menurut ijma bahkan ia termasuk dalam dosa besar, sebagai mana yang di tunjukan oleh ayat yang mulia tersebut dan ayat-ayat lainnya dari nash-nash yang ada. Allah mengabarkan bahwasanya tidaklah patut dan tidak mungkin seorang Nabi itu melakukan khianat, karena berhianat itu sebagaimana yang telah anda ketahui termasuk dosa-dosa yang besar dan sejahat-jahatnya Aib.
Sungguh Allah telah memleihara para nabinya dari segala hal yang mengotori dan menjatuhkan mereka, dan dia menjadikan mereka orang-orang yang terbaik akhlaknya di seluruh alam dan orang yang paling bersih jiwanya. Allah membersihkan, membaikan, dan menyucikan mereka sebagai tempat risalahnya dan kandungan hikmahnya.
"Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan" -Al an’am : 124-
Seorang hamba itu hanya cukup dengan mengetahui salah seorang dari mereka para nabi. niscaya dia akan memastikan keselamatan mereka dari setiap hal yang membuat mereka tercela, dan tidaklah di butuhkan dalil bantahan atas celaan yang dikatakan mereka dari musuh-musuh mereka. Karena pengetahuanya tentang kenabian mereka menuntut harusnya ada penolakan terhadap hal itu.Kemudian Allah membuat ancaman bagi orang yang berbuat khianat dalam firman-Nya, ”Barangsiapa bekhianat dalam urusan barang rampasan itu, maka pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa sesuatu yang dikhianatkanya itu Maksudnya pembawa ghanimah itu membawanya dengan cara memikulnya di atas punggungnya, baik harta itu berupa hewan maupun barang atau selainya, dimana ia akan disiksa denganya pada hari kiamat.
“Kemudian tiap-tiap diri akan di beri pembalasan tentang apa yang dia kerjakan pembalsan setimpal,” seorang yang berkhianat atau orang lain, masing-masing akan di berikan ganjaran atas dosanya, seukuran apa yang dikerjakanya, ”sedang mereka tidak dianiaya" maksudnya, tidak di tambah kejelekan mereka dan tidak pula mengurang sedikitpun kebaikan mereka.
Simaklah dengan baik perlindungan proteksi yang terkandung dalam ayat yang mulia tersebut, ketika Allah menyebutkan hukuman bagi orang-orang yang berkhianat, dan bahwa dia akan datang pada hari kiamat dengan membawa harta yang dikhianatinya itu, dan ketika Allah akan menyebutkan tentang balasannya. Tindakan Allah membatasi kepada pelaku ghulul mengisyaratkan bahwa selain orang tersebut dari berbagai pelaku kejahatan lainya, terkadang tidak di penuhi balasannya, maka Allah menyebutkanya dengan lafadz yang umum yang meliputi semua orang yang berkhianat dan selainnya.Rol
No comments:
Post a Comment