Pendapat Ibnu Qayyim tentang Penetapan Takdir Sebelum Bumi Diciptakan

Pendapat Ibnu Qayyim tentang Penetapan Takdir Sebelum Bumi Diciptakan
Takkdir sudah ditentukan 50 ribu tahun sebelum penciptaan makhluk. Foto : ilustrasi/istimewa
Salah satu prinsip dasar keimanan dari agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah beriman kepada al-qadar atau mempercayai takdir Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pengertian takdir secara syariat adalah adanya kehendak Allah Azza wa Jalla yang terdahulu terhadap semua makhluk yang ada di alam semesta ini sebelum Allah Azza wa Jalla menciptakannya.

Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di alam ini luput dari pandangan dan pengetahuan Allah. Semua yang terjadi dan menimpa makhluk Allah Azza wa Jalla pasti telah mengetahui, menghendaki dan menetapkannya, sesuai dengan kandungan hikmah-Nya yang maha sempurna yang ada dalam takdir tersebut.

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam "Syifa'ul Alil fi Masailil Qodha' wal Qodar", dengan adanya takdir yang diturunkan kepada seorang maka hamba tampaklah ciptaan dan ketetapan-Nya. Karena di antara sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dia Maha (kuasa) berbuat apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya dan tidak ada yang luput dari kehendak-Nya, itulah yang harus diimani oleh umat Islam.

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ


"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukurun (al-qadar/takdir)".(QS. Al-Qamar : 49)

Dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda : "Allah telah menetapkan takdir makhluk ini sebelum Dia menciptakan langit dan Bumi dalam jarak waktu limapuluh ribu tahun. Dan Arsy-Nya di atas air." (HR Muslim)

Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa penciptaan qalam (pena) lebih awal dari penciptaan Arsy. Seorang sahabat bernama Ubadah bin Shammit (Abul Walid Ubadah bin ash-Shamit bin Qais al-Anshari al-Khazraji) mengatakan kepada anaknya, wahai putraku, sekali kali engkau tidak akan menikmati rasa iman sampai engkau mengetahui bahwa apa yang menimpamu itu tidak akan menyalahkanmu, dan apa yang menjadikan engkau salah bukan untuk menimpamu.

Ubadah seakan-akan mengatakan kepada putranya bahwa dia harus mengimani takdir Allah apapun yang menimpa dirinya. Karena seperti yang telah dikatakan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda yang telah dicatat dalam hadis Abu Dawud bahwa barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan tidak seperti itu (tidak beriman dengan tkdir Allah), maka ia bukan termasuk umat Rasulullah.

Jadi, apa yang ditulis oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan alam semesta, maka itulah takdir. Sehingga beriman kepada Allah berarti juga mengimani bahwa Allâh Azza wa Jalla menulis semua ketetapan takdir bagi segala sesuatu dalam Lauhul Mahfûzh.

Sebagaimana dalam firman-Nya

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ


"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Ala Hadid : 22)

Ada hadis menarik yang diriwayatkan Imam Muslim :

“Dari Ibnu ad Dailami (seorang tabi’i), ia berkata : Saya datang kepada Ubay bin Ka’ab, lalu saya berkata kepada beliau : ‘Dalam diriku terjadi penyakit ragu terhadap takdir. Ceritakanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah akan melenyapkan keraguan itu dari dalam hatiku’. Ubay bin Ka’ab menjawab: “Kalaulah Allah menyiksa seluruh penghuni langit dan penghuni bumiNya, maka Allah menyiksa mereka bukan karena zhalim kepada mereka. Dan kalaulah Allah memberikan rahmat kepada mereka semuanya, maka rahmat Allah jauh lebih baik dari semua amal mereka. Andaikata engkau berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerima infakmu sebelum engkau beriman kepada takdir dan memahami bahwa apa yang menimpamu pasti tidak akan meleset darimu, sedangkan apa yang meleset darimu pasti tidak akan menimpamu.

Bila engkau mati tidak berdasarkan iman kepada takdir ini, niscaya engkau masuk ke dalam neraka”. Ibnu ad Dailami selanjutnya berkata: Kemudian saya datang kepada Abdullah bin Mas’ud, beliaupun berkata seperti perkataan Ubay bin Ka’ab. Ibnu ad Dailami berkata lagi : Kemudian aku datang pula kepada Hudzaifah bin al Yaman, beliaupun berkata seperti perkataan Ubay. Ibnu ad Dailami berkata lagi : Kemudian aku juga datang kepada Zaid bin Tsabit, beliaupun membawakan hadits kepadaku dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal yang senada dengan perkataan Ubay.(HR. Muslim)

Wallahu A'lam
(wid Widaningsih

No comments: