Tiga Pesan Tjokroaminoto untuk Anak Biologis dan Ideologisnya

Raden Mas Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto, salah satu pemimpin Sarekat Dagang Islam, yang didirikan oleh Samanhudi, yang menjadi Sarekat Islam

Seringkali H.O.S Tjokroaminoto memberi nasehat kepada anak-anaknya agar berhenti makan sebelum kenyang dan banyak beribadah

PADA tahun 1945, beberapa orang yang tergolong ulama berkunjung ke rumah Anwar Tjokroaminoto (anak kedua Tjokroaminoto). Di antara mereka ada yang bertanya, “Adakah almarhum mempunyai peninggalan kepada saudara?”

“Ada,” jawab Anwar yang menimbulkan keheranan bagi para tamunya. Sebab, setahu mereka, HOS. Tjokroaminoto tidak meninggalka kekayaan harta.

Rupanya, yang dimaksud dengan peninggalan oleh Anwar adalah pesan-pesan dari Tjokroaminoto kepada anak-anaknya.  

Jawaban ini malah menambah keheranan para tamu. Mengapa kalau ada pesan, tidak diketahui orang banyak dan karib Tjokroaminoto?

Anwar sengaja tidak bercerita, karena ia anggap itu adalah pesan ayah kepada anak biologisnya.

Tamu itu makin penasaran dan memberi penjelasan;

“Jang disebut anak-anak Tjokroaminoto itu bukanlah semata-mata anak-anak jang terikat oleh darah, bukan semata-mata jang dilahirkan oleh istrinja, tetapi masih ada jalan lain. Banjak dari golongan kaum Muslimin jang mengakui Tjokroaminoto sebagai bapaknja, sebagai ajahnja. Mereka ini pun juga anak-anak Tjokroaminoto, bukan anak-anak jang terikat oleh darah, tetapi terikat oleh ruch, terikat oleh djiwa!”

Kalau peninggalan berupa harta benda, memang hak anak biologis. Tapi jika berupa pesan dan nasihat, maka anak ideologis juga berhak mengetahuinya.

Mendengar ungkapan indah itu, Anwar Tjokroaminoto pun berbagi pesan yang pernah didapat dari ayahnya.

PESAN PERTAMA:

Seringkali Tjokroaminoto pada waktu sakitnya memberi nasihat demikian, “Lereno mangan sakdurunge wareg!” (Berhentilah makan sebelum kenyang!).

Kebiasaan setiap hari, Tjokroaminoto jarang memerintah anak-anaknya. Apalagi berulang-ulang. Maka pesan yang disampaikan waktu sakitnya itu sangat penting nilainya.

Anwar mencoba memaknai pesan itu: “Tiap-tiap manusia mesti mempunjai keinginan didalam hatinja. Tetapi keinginan itu bisa dikendalikan, bisa diarahkan kepada djalan jang baik, sehingga mendjadi semangat jang membadja.”

Ini secara umum sebagai simbol pengendalian nafsu. Nasihat ini, masih menurut Anwar, bisa melindungi manusia dari keserakahan, loba, tamak, perbuatan korup dan sebagainya.

Lebih jauh kalau kita kaitkan dengan ungkapan Arab yang menggambarkan kondisi umat Rasulullah:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

“Kami adalah kaum yang tidak makan hingga lapar, dan ketika kami makan, tidak (sampai) kenyang.”

PESAN KEDUA:

Nasihat kedua; “Gunakanlah lima menit tiap-tiap malam buat membulatkan pikiran!” Menurut Anwar, ini terkait perkembangan kecerdasan.

Membulatkan pikiran bukanlah melamun, tetapi mengatur berpikir. Pikiran yang bisa menghasilkan daya cipta (menimbulkan sebab dan akibat). Kalau membuat rencana, maka rencana yang bisa dikerjakan, bukan utopia.

Kebiasaan meluangkan waktu untuk berpikir merupakan kebiasaan orang-orang besar. Dalam Al-Qur`an banyak ayat yang menganjurkan orang untuk mendayagunakan pikirannya.

***

Meski ada anjuran berpikir, tentunya bukan bebas semaunya sendiri. Perhatikan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu:

تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في الله عز وجل

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berpikir tentang Allah Azza Wa Jalla.”

PESAN KETIGA:

Berupa pertanyaan berikut, “Bagaimana tjaranja supaja bisa bersih sebelum berwudhu?” Sebuah pertanyaan mengandung pesan tentang kehidupan suci.

Ada yang berupaya memaknai pertanyaan Tjokroaminoto di atas. Kata Anwar, “Sembahjang itu maksudnya menjembah Allah. Dan menjembah Allah itu tidaklah hanja jang berupa sembahjang lima waktu, melainkan didalam tiap-tiap perbuatan manusia ini, bisalah didjadikan sembahjangnnja kepada Allahj Subhanahu wa Ta’ala….Karena amal-sesembahan itu pun seakan-akan merupakan sembahjang, maka perlulah manusia jang menjembah itu selalu bersih, seakan-akan selalu didalam keadaan berwudhu.” (Sumber: H.O.S. Tjokroaminoto Hidup dan Perdjuangannya Djilid II, Amelz, 1952: 162-169).

***

Nasihat ketiga ini juga tidak kalah pentingnya. Ibarat shalat sebagai ibadah mahdhah, yang membutuhkan kesucian (wudhu). Maka demikian juga ibadah dalam pengertian umum, juga perlu prinsip kebersihan, karena aktivitasnya pada hakikatnya diniatkan untuk ibadah kepada Allah. Maka ketika jadi pedagang, ia harus menjaga kesuciannya, baik kebersian yang dalam makna lahiriah, maupun maknawiahnya seperti kejujuran dan semacamnya.

Kalau yang dimaksud menjaga kebersihan sebelum wudhu ini adalah secara lahiriah, kita bisa mencontoh dalam sejarah sebagaimana Bilal bin Rabbah yang dikenal menjaga kesuciannya. Dan setiap kali bersuci (wudhu), beliau tak lupa melakukan shalat sunnah.

Di kalangan ulama terdahulu ada yang terkenal bisa menjaga wudhu. Misalnya, Muhammad bin Abdus Rahimakumullah yang selama 30 tahun shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya. Lebih dahsyat lagi imam Malik. Menurut kesaksian pelayanya, sampai 49 tahun, beliau (Imam Malik) shalat Subuh dengan wudhu shalat Isya.

Untuk menjaga wudhu di antara shalat Subuh, Zhuhur, Ashar saja sudah sangat susah. Apalagi menjaga waktu antara Isya dan Subuh.  Ini benar-benar luar biasa dan hanya orang-orang tertentu yang diberi kemampuan Allah bisa melaksanakannya.***

Kalau diringkas dengan bahasa mudah, maka 3 pesan Tjokroaminoto kepada anak-anaknya adalah sebagai berikut: Pesan pertama, menyangkut pengendalian nafsu, Kedua, terkait pengembangan kecerdasan. Ketiga, mengenai kesucian.*/Mahmud Budi Setiawan

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: