Perempuan Ini Mengaku Nabi Begitu Rasulullah SAW Wafat

Perempuan Ini Mengaku Nabi Begitu Rasulullah SAW Wafat
Sajah binti Al Harits ibn Suwaid ibn Aqfan memproklamirkan diri sebagai nabi, begitu mendengar Rasululllah SAW wafat. Foto/Ilustrasi: Ist
Perempuan itu bernama Sajah binti Al Harits ibn Suwaid ibn Aqfan . Ia memproklamirkan diri sebagai nabi, begitu mendengar Rasululllah SAW wafat. Sajah mendapat pengetahuan tentang agama dan kitab-kitab suci, dari budaya masyarakatnya yang cinta ilmu pengetahuan.

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "As-Siddiq Abu Bakr" menyebutkan Sajah bint Haris datang ke wilayah Banu Tamim dari barat laut Mesopotamia di Irak. Ia datang dengan sekelompok orang Taglib dengan membawa pasukan tentara dari kabilah Rabi'ah, Nimr, Iyad dan Syaiban.

Sajah adalah seorang perempuan dari kelompok Yarbu', yang masih termasuk Banu Tamim. Orang-orang Taglib di Irak adalah paman dari pihak ibu. Ia kawin dengan kalangan mereka dan tinggal di tengah-tengah mereka pula. Mereka menganut agama Nasrani.

Dia memang perempuan cerdas, menempatkan diri sebagai dukun dan tahu bagaimana memimpin kaum laki-laki. Seperti juga orang-orang Yahudi dan Nasrani kala itu, Sajah menaruh dendam kepada Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya.

Tatkala ia mendengar Rasulullah sudah wafat, ia mendatangi golongannya dan kabilah-kabilah di sekitarnya dengan tujuan hendak rnengerahkan mereka menyerbu Madinah dan memerangi Khalifah Abu Bakar.

Beberapa sejarawan berpendapat bahwa kedatangan Sajah dari Irak utara ke Semenanjurig Arab yang diikuti oleh orang-orangnya dan kabilah-kabilah sekitarnya, bukan karena kedukunannya atau karena ambisi pribadi, tetapi karena dorongan pihak Persia dan pejabat-pejabatnya di Irak, supaya pemberontakan di Semenanjung itu makin berkobar.

Gerakan ini dimaksudkan untuk mengembalikan kekuasaan Persia di beberapa tempat yang sudah mulai menurun setelah Nabi Muhammad menempatkan Bazan sebagai wakilnya di Yaman, dan yang sebelum itu sebagai penguasa Kisra.

Satu-Satunya Perempuan
Sajah adalah satu-satunya perempuan yang mendakwakan diri sebagai nabi. Sedang biasanya, menurut Haekal, pada setiap zaman perempuan-perempuan semacam itu digunakan sebagai mata-mata dan alat propaganda.

Jadi kehadiran Sajah di tanah Arab itu hanya untuk menyebarkan propaganda pembangkangan, kemudian kembali ke Irak dan tinggal menetap di sana. Tidak heran bila Persia memperalatnya untuk menimbulkan pemberontakan di tanah Arab.

Sajah datang ke Semenanjung Arab karena terpengaruh oleh keadaan itu. Yang menjadi tujuan utama ialah kaumnya sendiri, yakni Banu Tamim.

Sajah mengumumkan kepada Banu Tamim tentang kenabiannya dan mengajak mereka beriman kepadanya. Para pembesar Bani Tamim seperti Zabarqan ibn Badr, Atharid ibn Hajib, Syabast ibn Rabiy ar Riyakhi, Amr ibn Al Ahtam dan banyak lagi tunduk, patuh dan setia pada kenabiannya. Lalu, melalui mulut-mulut dan tangan-tangan pembesar itu, banyak orang datang dan berbondong-bondong melakukan janji setia dan patuh kepadanya.

Dia adalah memimpin pasukannya di perbatasan Banu Yarbu'. Pemimpin kabilah itu, Malik bin Nuwairah, dipanggilnya dan diajaknya berkongsi. Diberitahukannya juga maksudnya hendak menyerbu Madinah.

Malik menyambut ajakan itu, tetapi ia meminta agar Sajah membatalkan niatnya hendak menyerang Khalifah Abu Bakar. Malik mengajak Sajah memerangi mereka yang berselisih dengan pihaknya di daerah Banu Tamim itu.

Sajah tampaknya senang dengan pendapatnya itu, dan katanya: "Ya, terserah pendapatmu dan orang-orang yang bersamamu. Tetapi aku perempuan Banu Yarbu'. Kalau dia seorang raja, maka dia raja kamu sekalian."

Entah mengapa Sajah cepat-cepat setuju dengan ajakan Malik itu. Malik memang orang terpandang, pahlawan dan penyair. Ia sangat membanggakan diri, seperti kaumnya, punya pengikut cukup besar, sedap budi bahasanya dan pandai bergaul.

Mutammam bin Nuwairah, saudaranya, yang sebagai penyair kedudukannya lebih penting dari Malik, tetapi matanya buta sebelah dan bermuka buruk.

Sajah lalu mengundang pemuka-pemuka Banu Tamim. Tetapi, kecuali Waki', dari pihak mereka tak ada yang mau berkompromi dengan Malik.

Oleh karena itu Sajah dengan pasukannya dan pasukan Malik dan Waki' menyerang kabilah yang berlawanan dengan mereka. Banyak jatuh korban dari kedua belah pihak, dan yang sebagian saling menahan tawanan perang.

Kemudian mereka damai kembali dan dilanjutkan dengan saling menukar tawanan. Akhirnya Banu Tamim pun damai kembali.

Sajak Mantra
Dengan memimpin pasukan Mesopotamia itu, niat Sajah bangkit lagi hendak menghadapi Khalifah Abu Bakar. Tetapi Malik dan Waki' sudah berdamai dengan kaumnya setelah melihat kebencian mereka yang telah menjadi pengikut nabi palsu itu.

Kala itu, Sajah sudah sampai di Nibaj. Di sini ia berhadapan dengan Aus bin Khuzaimah. Sajah dapat dikalahkan. Kemudian mereka berdamai dan saling bertukar tawanan dengan syarat Sajah tak boleh ke Madinah menyeberangi daerah Aus.

Pada waktu itu pemimpin-pemimpin Semenanjung itu berkumpul dan mereka berkata: "Apa perintahmu kepada kami. Malik dan Waki' sudah berkompromi dengan kaumnya dan mereka tidak akan membela dan membiarkan kita melalui daerah mereka. Mereka sudah mengadakan perjanjian dengan kami."

Tetapi Sajah menjawab: "Yamamah."

Mereka mengingatkan, bahwa pengaruh pihak Yamamah sangat kuat dan bahwa pengikut Musailamah besar. Di sini ada cerita beredar yang menyebutkan bahwa dalam hal ini Sajah berkata:

"Tugas kamu berangkat ke Yamamah
Berjalanlah beriring seperti merpati
Itulah perang yang sengit
Setelah itu kamu tak akan menyesal."

Tak ada jalan lain setelah dibacakan sajak mantra yang mereka kira wahyu itu, selain harus tunduk.

Menurut Muhammad Husain Haekal, sebenarnya segala cerita tentang Sajah aneh semua. Segala yang diceritakan orang mengenai dirinya lebih menyerupai cerita-cerita rekaan.

Sajah bermaksud ke Yamamah. Di sebuah desa yang sekarang ini disebut al-Jibliyah. Dekat dengan Uyainah di lembah Hanifah wilayah Nejd. Desa tempat lahir dan tinggal nabi palsu lainnya bernama Musailamah.

Membagi Bumi
Setelah Sajah dan pasukannya sampai di Yamamah, Musailamah takut dan khawatir, bahwa bila ia sibuk menghadapinya, ia akan dikalahkan oleh pasukan Muslimin atau oleh kabilah-kabilah berdekatan. Karenanya ia memberikan hadiah kepada Sajah yang dikirimkan sebagai tanda meminta keamanan untuk dirinya sampai ia datang menemui perempuan itu.

Sajah dan pasukannya berhenti di sebuah mata air dan Musailamah diizinkan datang. Setelah datang dengan empat puluh orang dari Banu Hanifah, ia berbicara berdua dengan Sajah. Ia bercerita kepada Sajah, bahwa tadinya ia berpendapat bumi ini separuh untuk Quraisy, tetapi orang-orang Quraisy itu kejam. Oleh karena itu, biarlah separuh bumi ini untuk Sajah.

Musailamah membacakan sebuah sajak yang sangat menyenangkan hati perempuan itu. Dia pun membalasnya dengan sajak serupa. Setelah itu mereka berdua berbincang-bincang lama sekali. Ternyata Sajah sangat mengagumi Musailamah dan mengagumi tutur katanya yang serba manis. Rencananya mengenai kaumnya juga menarik perhatiannya, dan dengan begitu akhirnya ia mengakui keunggulannya.

Setelah Musailamah menawarkan agar kenabiannya digabung saja dengan kenabian Sajah dan mengadakan ikatan perkawinan antara keduanya, hatinya goyah. Lamaran itu pun diterima.

Sejak itu Sajah pindah ke kemah Musailamah dan tinggal bersama selama tiga hari. Setelah kembali kepada masyarakatnya sendiri, Sajah mengatakan bahwa ia melihat Musailamah benar, dan karenanya ia menikah dengan laki-laki itu.

Menurut Haekal, dua sembahyang dicabut untuk kaumnya sebagai mas kawin. Tetapi setelah kaumnya tahu perkawinan itu tanpa mas kawin, mereka berkata kepada Sajah: "Kembalilah kepadanya. Tidak baik orang seperti kau kawin tanpa maskawin."

Setelah Sajah kembali, Musailamah menutup pintu bentengnya dan hanya mengutus orang menanyakan apa maksudnya. Kemudian ia mencabut dua macam sembahyang demi menghormati Sajah, sembahyang malam dan sembahyang subuh. Dengan demikian persoalan mereka berdua selesai dengan ketentuan separuh penghasilan Yamamah akan dibawa oleh Sajah dan yang separuh lagi akan dikirim sesuai dengan isi persetujuan.

Sajah membawa penghasilan itu kemudian ia kembali ke Mesopotamia. Beberapa orang ditinggalkan di tempat itu untuk membawa yang separuh lagi. Tetapi orang-orang itu hanya sekadar menunggu kedatangan pasukan Muslimin yang kemudian menyerang Musailamah dan membunuhnya.

Selama itu Sajah tetap di Taglib hingga kemudian dipindahkan oleh Muawiyah ke Banu Tamim tatkala terjadi musim paceklik dan dia tinggal di sana sebagai seorang Muslimah yang baik hingga matinya.
(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: