Kisah Jihad Profesor Matematika Amerika Serikat Abdulalim Abdullah Shabazz

Kisah Jihad Profesor Matematika Amerika Serikat Abdulalim Abdullah Shabazz
Prof Abdulalim Abdullah Sabazz. Foto/Ilustrasi: Wikipedia
Abdulalim Abdullah Shabazz terlahir dengan nama Lonnie Cross (22 Mei 1927 – 25 Juni 2014). Dia adalah seorang Profesor Matematika Afrika-Amerika. Shabazz tercatat menerima National Association of Mathematicians Distinguished Service Award.

Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" menuturkan orang kulit hitam kurang dikenal di kalangan ilmuwan Amerika , jumlahnya kurang dari 1% dari seluruh ilmuwan di AS.

Di negeri Paman Sam tersebut terdapat lebih dari 2.100 perguruan tinggi. Pada 1989, kurang dari 1.200 kampus yang menganugerahkan satu gelar sarjana ilmu pasti atau teknik kepada seorang mahasiswa kulit hitam.

Sedikit orang kulit hitam yang memutuskan untuk mempelajari matematika atau ilmu pasti. Mungkin karena tekad untuk mempelajari subjek itu biasanya diputuskan sejak masih berada di sekolah dasar. "Kemurnian logikanya dan kemampuannya yang menggiurkan untuk memecahkan teka-teki" memikat hati ilmuwan pemula. Tetapi seberapa banyak kemurnian dan daya pikatnya tersebut dapat diterjemahkan sangat tergantung pada kemauan yang dimiliki oleh seorang pelajar.

Lebih dari separuh ahli matematika kulit hitam di AS mendapatkan gelar doktor mereka secara langsung atau tidak langsung dalam program matematika yang dipimpin oleh Abdulalim Abdullanh Shabazz dari 1956 sampai 1963.
Shabazz mendapatkan gelar sarjananya pada 1949 dari Lincoln University, gelar masternya pada 1951 dari Institiut Technologi Massachusetts, dan gelar doktornya dari Cornell University pada 1955.

Pada tahun-tahun awalnya di Atlanta, Shabazz dan murid-muridnya sering melakukan protes di perpustakaan-perpustakaan umum. Undang-undang Jim-Crow tidak memperbolehkan mereka duduk. Mereka berdiri, sambil membaca buku-buku yang tidak boleh mereka bawa pulang. Karena pimpinan Universitas Atlanta mengecap dirinya komunis, Shabazz pergi meninggalkan kampus itu.

Pada 1960-an, Shabazz masuk Islam, menjadi pengikut Elijah Muhammad. Dia mempelajari bahasa Arab di Timur Tengah dan mengajar matematika di Universitas Umm Al-Qura di Mekkah, Arab Saudi.

Selanjutnya dia telah kembali ke Atlanta, melanjutkan jihadnya di bidang pendidikan untuk mencetak lebih banyak ahli matematika kulit hitam ke jalur ilmu pasti.

Berikut penuturan Abdulalim Abdullah Shabazz tentang perjuangannya itu sebagaimana dinukil buku yang telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995):

Tuhan mengajarkan pada kami untuk mencari ilmu pengetahuan sejak dari buaian sampai liang lahat. Itu adalah sebuah hadis. Ajaran Islam datang untuk membawa petunjuk bagi seluruh umat manusia. Agama ini mengajarkan pada kami untuk menghormati dan meneladani kebijaksanaan orang-orang tua kami dan menyebarkan apa yang terkandung dalam buku-buku.

Di ruangan kelas, saya mempunyai mandat untuk mengajarkaln kebenaran dalam skala yang lebih besar dan menunjukkan kepada murid-murid saya peran yang harus mereka mainkan dalam dunia matematika.

Saya menunjukkan pada mereka bahwa matematika berasal dari Afrika kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia. Jika kita dapat melakukannya di masa lalu, kita dapat melakukannya lagi saat ini. Hal itu menjadi motivasi bagi murid-murid.

Anda dapat menyaksikan matematika terdapat dalam artifak-artifak dan fosil-fosil di seluruh Afrika. Salah satu fosil tertua yang membuktikan bahwa orang-orang daerah ini mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang matematika terdapat sebuah tempat bernama Ishango, yang sekarang dikenal dengan Zaire.

Jean de Heinzelin, seorang arkeologis dari Belgia, pada akhir abad kelima belas berhasil menggali sekumpulan artifak dan sebuah tulang yang sekarang dikenal sebagai tulang Ishango.

Pada tulang tersebut tertulis beberapa tanda 13, 11, 17. Setiap tanda mengindikasikan sebuah kesatuan. Di situ tertera manifestasi yang jelas dari pengetahuan matematika tentang bilangan berbasis 10.

Heinzelin mengungkapkan bahwa petunjuk tertua atas hitungan semacam itu ditemukan di sana, di Ishango, dan pemikiran itu menjadi dasar dari sistem hitungan selanjutnya yang dimulai di Mesir.

Tentu saja terjadi perkembangan di bidang matematika di Mesir, yang disebut sebagai salah satu peradaban tertua di dunia. Keberadaan Piramid dan Sphinx merupakan bukti adanya teknologi, ilmu pasti, dan matematika yang hebat.

Para ilmuwan menyatakan bahwa ketika Piramid itu dibangun, ketinggian vertikalnya sepermiliar jarak antara bumi ke matahari. Ketinggian bangunan yang sama baru bisa dicapai oleh orang modern sekitar 1874.

Batu-batu yang dipergunakan untuk menyusun Piramid itu rata-rata beratnya dua dan satu setengah ton, beberapa di antaranya lima puluh ton --100.000 pound.

Sangat sulit untuk membayangkan bagaimana manusia dapat memindahkan batu-batu itu dan menyusunnya menjadi sebuah bentuk piramid yang sempurna yang menjulang tinggi dari dasar yang berbentuk persegi dengan ketinggian yang mencapai sekitar 485 kaki.

Luas permukaan piramid-piramid itu sama dengan kuadrat ketinggian vertikalnya --sebuah prestasi mengagumkan yang menunjukkan wawasan dan pengetahuan matematika yang sangat hebat.

Islam muncul dan masuk ke Afrika Utara. Islam datang bukan untuk membuat kehancuran. Agama itu menyebar di Afrika dengan membawa perbaikan dan pembangunan. Membangun sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, dan memberikan arah dan tujuan hidup kepada manusia.

Pada 711 Masehi, seorang jenderal bernama Thariq ibn Ziyad memimpin sebuah pasukan melintasi tempat yang sekarang disebut Mediterania. Dia menaklukkan wilayah di sebuah gunung yang oleh orang Spanyol disebut sebagai "Mons Calpe". Gunung itu kemudian dinamai kembali oleh serdadu Tariq sebagai "Jabal Al-Thariq" --'Gunung Thariq'". Orang Spanyol menyebutnya "Gibraltar."

Spanyol dan Portugal --yang pernah bernama Jazirah Iberia-- juga tertaklukkan, dan peradaban Islam ditumbuhkan di sana oleh orang-orang Muslim pengikut Thariq. Mereka berada di sana sampai 1942, ketika Granada runtuh. Itu terjadi pada tahun yang sama ketika Columbus secara kebetulan menemukan Amerika, orang yang tersesat.

Itu terjadi dalam periode antara 711 sampai 1492, di mana Islam mempertahankan pengetahuan Yunani kuno, Romawi, dan Afrika dalam buku-buku berbahasa Arab.

Bilangan Romawi segera dihapuskan setelah bilangan Arab diperkenalkan ke Eropa. Angka-angka yang janggal itu diungguli oleh angka-angka Arab yang lebih mudah dan aktif serta dapat memberikan bukan hanya pemikiran atas apa yang dilambangkan, tetapi juga memungkinkan Anda untuk menghitung tanpa kesulitan. Konsep angka nol adalah konsep alami, tetapi memiliki kekuatan revolusioner.

Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi
Salah satu buku yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin adalah yang ditulis oleh orang yang bernama Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi. Judulnya Al-Jabr wa'l-Muqabala, yang berarti "Restorasi dan Reduksi". Ketika buku itu diterjemahkan ke bahasa Latin, kata keduanya --wa'l-Muqabala-- dihilangkan, jadi tinggal kata Al-Jabr, yang menjadi "algebra". Dan dari nama Al-Khawarizmi didapatkan kata "algoritma" dan "logaritma".

Pengarangnya hanyalah seorang guru. Kami tidak pernah mengklaim bahwa apa yang kami ajarkan berasal dari kami sendiri --kami mendapatkannya dari guru-guru kami, dan mereka mendapatkannya dari guru-guru mereka. Itulah sebabnya beribadah kepada Tuhan sangat penting.

Jika Anda beribadah kepada Tuhan, Anda mempunyai rasa hormat pada apa-apa yang datang sebelum Anda sebab Anda mendapatkan perbaikan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perkembangan secara terus menerus. Itu berlanjut terus. Anda tidak menghancurkan segalanya dan memulai semuanya kembali dari awal, ketika Anda memulai sesuatu.

Islam berperan dalam mempersiapkan gelanggang untuk Kebangkitan kembali Eropa. Dasar dari Kebangkitan kembali adalah berbagai macam peradaban yang disatukan, yang menyebabkan timbulnya kelahiran kembali Eropa.

Zaman itu didominasi ilmu pengetahuan. Sekali ilmu pengetahuan ditanamkan di suatu daerah, ia akan menyebabkan pelembagaan. Lambat laun akan terjadi suatu ledakan. Kita dapat menemukan gerakan ilmu pengetahuan tersebut dari catatan yang ditulis oleh para sarjana dan ilmuwan zaman itu.

Universal
Tradisi Muslim merupakan hal yang bersifat universal. Para sarjana di Cordoba, Seville, dan Granada berhubungan dengan sarjana-sarjana di Afrika di Timbuktu, Kairo, dan Kairouan, di Baghdad, Bukhara dan Samarkand. Mereka Baling berhubungan dan saling bertukar pendapat.

Salah satu universitas terbesar yang ada selama abad kedua belas, ketiga belas, keempat belas ada di Timbuktu. Kota ini dihancurkan ketika merupakan pusat intelektual. Rektor terakhir di universitas itu adalah Ahmed Baba, yang dibawa sebagai tawanan ke Maroko. Dia dipenjarakan. Dia begitu mengesankan dan teguh dalam pendapatnya tentang kebenaran dan keadilan sehingga dia dibebaskan setelah dua tahun. Dia mengarang lebih dari empat puluh buku.

Kaum Muslimin memelihara ilmu pengetahuan, menyebarkannya di Eropa, dan kemudian mereka ditendang keluar dari sana. Selama masa Inkuisisi (pengadilan yang ditunjuk oleh Gereja Romawi untuk memberantas bid'ah), tiga juta orang Moor diusir dari Eropa, yaitu antara keruntuhan Granada dan dekade pertama abad ketujuh belas. Sebagian besar dari mereka kembali ke Afrika. Beberapa di antaranya pergi ke daerah lain di Eropa. Banyak di antara orang-orang Muslim tersebut dibunuh pada masa Inkuisisi ini.

Kini, kita hidup di suatu masa yang saya pikir merupakan kebangkitan kembali jiwa Islami. Semangat Islam telah termanifestasikan ke seluruh dunia. Orang-orang menyebut fenomena ini sebagai fundamentalisme. Ini merupakan cara diam-diam untuk menyerang, memfitnah, mengubah orang melawan fenomena alam yang benar-benar mewakili hasrat kerinduan akan kemurnian pikiran, kebaikan, persamaan, dan keadilan di dunia.

Muslimin Kulit Putih
Islam berkembang, bukan hanya di Timur Tengah, tetapi juga di Eropa Timur. Kita melihat pembantaian orang-orang Muslim yang tidak berdosa di sana. Di Eropa Timur banyak terdapat Muslimin kulit putih.

Penting untuk dicatat bahwa di bawah Komunisme, yang tidak mengakui adanya Tuhan, kaum Muslimin mendapat perlakuan dan hari-hari yang lebih baik daripada yang mereka dapatkan di bawah kepemimpinan orang Kristen sekarang, yang membunuhi mereka hari demi hari. Dan dunia hanya berdiri dan memandang pembantaian tersebut sambil berkata, "Oh, kasihan sekali."

Di Amerika orang-orang Afro-Amerika mengajukan sebuah kunci untuk kebangkitan kembali Islam. Saya melihat banyak murid yang masih muda yang beragama Islam. Mereka tidak akan seperti orang-orang tua mereka menyembah dolar dan kekuasaan.

Semakin banyak orang yang menjalankan hal-hal yang pokok --sholat, duduk dalam suatu lingkaran untuk saling berbicara, berdiskusi, dan bertukar pengetahuan. Salah satu pengetahuan terpenting yang harus dimiliki setiap orang di muka bumi ini adalah mengetahui siapakah diri mereka.

Saya tumbuh di sebuah desa "Afrika" di Alabama. Jika saya menengok ke belakang, rasanya saya telah berada dalam tradisi Islami walaupun masyarakat di sana tidak mengetahui apa-apa tentang Islam. Tetapi cara mereka bertingkah laku merupakan bagian dari tradisi Islami yang dibawa dari Afrika.

Kami menghormati orang-orang yang lebih tua dalam masyarakat, sebab setiap lelaki dan wanita dalam masyarakat dapat menjadi "orang tua" kami. Jika mereka sudah lanjut usia, mereka akan menjadi "kakek-nenek" kami. Kami duduk dan mendengarkan mereka karena kami ingin belajar dari pengalaman mereka. Saya berusaha untuk menjadi guru yang baik dengan hidup di kalangan masyarakat guru.

Begitulah cara saya mengajar matematika. Dengan melakukan itu, dengan mudah kita mendapatkan orang yang tadinya lama sekali tidak mempunyai pengetahuan, dalam arti pemahaman, dan besok dia menjadi seorang pakar matematika.

Matematika Adalah Islam
Malcolm X berpidato di perkumpulan matematika kami dan berceramah atas undangan saya. Kuliah diberikan di ruangan berdiri saja. Dia berbicara mengenai piramid yang melukiskan peradaban yang tinggi. Tentu saja dia melakukannya dengan cara yang sangat khas.

Dia seorang pembicara yang sangat memikat dan dia mampu mengguncangkan tempat itu. Malcolm berkata, Islam adalah matematika dan matematika adalah Islam. Mereka menyebut cara kami mengajarkan matematika sebagai cara yang revolusioner. Pekikan perjuangan kami adalah "Matematika adalah hidup, dan hidup adalah matematika."

Setiap aspek kehidupan adalah matematis --pandanglah hidup dari sudut kuantitas, penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian. Ketika kita mengembangkan bentuk-bentuk matematis, betapapun abstrak dan muskilnya itu, bentuk-bentuk tersebut berasal dari kehidupan. Oleh karena itu, pola-polanya tidak lebih dari perkiraan dalam kehidupan yang kita jalani.

Islam adalah kepasrahan menyeluruh terhadap kemauan Tuhan. Jika Anda berharap untuk hidup dalam suatu kehidupan yang bermanfaat, kehidupan yang bermakna, jika Anda tawakal, maka akan ada harmoni, akan ada kedamaian. Anda akan serasi dengan sifat alami dunia, dan itu berarti Anda terikat pada keinginan Tuhan; Anda pasrah pada kemauan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan itu membuat hidup lebih berarti.

Banyak ilmuwan dan sarjana matematika berbicara dalam bahasa simbolis untuk menyampaikan suatu pesan yang hanya dapat dimengerti hanya oleh orang-orang yang mengerti kode-kode itu. Ini merupakan salah satu alasan mengapa matematika mendapat nama yang buruk di masyarakat --karena matematika dijabarkan dalam suatu kode yang tidak dapat mereka baca, dan mereka harus mempelajari kode tersebut untuk dapat memahaminya.

Kami tunjukkan pada siswa di kelas saya bahwa mereka telah mengetahui sebagian besar dari hal itu. Kami menghapuskan rasa takut dan kecemasan mereka akan matematika. Jika mereka mengerti cara menguasai matematika, maka mereka dapat mengambil alih nasib ke tangan mereka.

Satu-satunya cara untuk membebaskan diri adalah melalui pengetahuan yang lebih luas. Itu datang melalui matematika dan melalui keimanan kita pada agama Islam. Kaum Muslimin tidak dapat membebaskan diri mereka dalam dunia sekarang ini dari tekanan dan aniaya, kecuali jika mereka melakukannya sendiri. Mereka tidak dapat meminta pertolongan dari orang lain, mereka harus menyelamatkan diri mereka sendiri.

Tanpa matematika Anda tidak dapat mengobarkan jihad. Jika Anda mempunyai organisasi, itu berarti Anda mempunyai matematika; jika Anda mempunyai pengetahuan, itu matematika; jika Anda mempunyai sarana dan cara untuk melakukan sesuatu, itu matematika. Untuk melakukan suatu jihad yang berarti, Anda harus mengerti apa yang Anda coba lakukan, Anda harus memahami apa tujuan Anda, ke mana Anda pergi, apa yang ingin Anda dirikan, apa yang ingin Anda ubah.

Matematika akan mengajarkan pada Anda hal-hal praktis cara berpikir, menggabungkan, memisahkan, dan menganalisis sesuatu. Inilah yang diperlukan oleh masyarakat kita sekarang kita harus mempelajari cara berpikir, bagaimana mengeluarkan diri dari neraka dan menempatkan diri kita dalam situasi yang menyenangkan seperti di surga; bukan hanya diri kita secara individual, tetapi secara kolektif.

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: