Karang Gibraltar: Saksi Perjuangan Islam di Eropa

Karang Gilbarltar atau Jabal al-Thariq

Mendengar Gibraltar atau Jabal Thariq, mengingatkan jasa patriot muslim, Thariq bin Ziyad, pahlawan muslim yang berhasil membuka gerbang Eropa sehingga Islam bisa masuk Eropa

DERETAN karang berbaris indah di tepi pantai yang tampak biru, membentuk sebuah bukit. Samudera di hadapannya terbentang luas memisah kawasan Afrika dan Eropa.

Sejauh mata memandang ke arah timur, barat dan selatan, hanya tampak hamparan laut dengan riak memutik. Jauh di seberang selatan laut itu tampak gugusan hitam kebiru-biruan Benua Afrika.

Udara di bukit karang setinggi 426 meter itu terasa segar. Alam sekitar tampak hijau.

Terletak di ujung tenggara Spanyol, kawasan itu menjadi pintu gerbang masuk Afrika-Eropa. Setiap orang yang berlabuh di kawasan ini akan disambut sebuah bukit karang yang tampak mempesona itu. Orang Eropa menyebutnya The Rock of Gibraltar (Karang Gibraltar).

Sekilas, tak ada yang teramat penting dari bukit tersebut. Ia hanya fenomena alam biasa. Sebagaimana bukit dan karang lain, Gibraltar hanyalah gundukan batu-batu karang.

Apalah arti bukit kecil itu dibanding gunung-gunung yang menjulang dengan ketinggian puluhan ribu meter di berbagai penjuru dunia?

Yah, sebagai fenomena alam tak ada yang teramat istimewa di situ. Namun, sebagai saksi sejarah, Gibraltar merupakan salah satu maskot penting peradaban dunia.

Asal tahu saja, Gibraltar atau Jabal Thariq merupakan kata untuk mengenang jasa besar seorang patriot muslim, Thariq bin Ziyad. Thariq adalah pahlawan muslim yang berhasil membuka pintu gerbang Eropa untuk kaum muslimin. Berawal dari situ, orang Islam masuk ke Eropa dan membawa kemajuan sains dan peradaban ke benua yang sebelumnya hidup sangat terbelakang itu.

Sejak lama, gundukan karang itu menjadi simbol tekad dan kenekatan Sang Hero itu. Dengan kesiapan yang mantap, Ia telah memberikan hidupnya untuk membuka pintu gerbang Eropa untuk kaum muslimin.

Thariq bin Ziyad memang terlampau nekat. Ia selalu optimis, meski untuk sebuah operasi yang hampir mustahil membuahkan hasil. Ketegarannya tak pernah surut, meski untuk sebuah rencana yang hampir dipastikan menamatkan riwayatnya.

***

Ketika itu, tahun 711 M, sebuah armada bekekuatan sekitar 7000 prajurit menyeberang di selat al-Zuqaq (sekarang selat Gibraltar) dari Maroko. Pasukan yang rata-rata berasal dari Suku Barbar itu bergerak ke arah utara, tujuanya Andalusia.

Tampak Sang Komandan berdiri tegak di atas salah satu kapal. Seraya mengharap pertolongan Allah, ia merenungkan kembali mimpinya bertemu Nabi. Mimpi itu telah meresapkan optimisme dan ketegaran perjuangan dalam dirinya. Konon, dalam mimpi itu Rasulullah bersabda kepadanya: “Majulah terus sesuai cita-citamu”.

Panglima pasukan itu adalah Thariq bin Ziyad (50 H/670 M – 102 H/720 M). Konon, ia berasal dari suku Barbar.

Tapi, ada pula yang mengklaimnya berasal dari Persia; ada yang mengakui sebagai orang Arab. Kesimpangsiuran ini memantapkan kemasyhurannya sebagai tokoh yang dikagumi publik.

Masyarakat merasa bangga jika tokoh seperti dia berasal dari sukunya. Ia adalah panglima perang yang dikenal memiliki kemampuan intelegen tinggi di masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik. Thariq mendapat tugas untuk mengurus wilayah Tangir pada saat Musa bin Nushair menjabat sebagai Gubernur di Afrika.

Thariq adalah seorang orator ulung. Di sela-sela penyeberangan itu, ia memotivasi pasukannya untuk tegar. Baginya, ketegaran adalah kunci utama keberhasilan perjuangan yang akan dihadapinya. Tanpa ketegaran, perjuangan takkan pernah mendapat hasil yang berarti.

Armada Thariq berlabuh di sebuah pulau yang hijau subur. Di dekat pantai tampak perbukitan Calpe. Sejenak setelah mengemasi barang-barang, Thariq kemudian memberi perintah kepada seluruh pasukan untuk membakar kapal-kapal yang mereka tumpangi dari Maroko.

Intruksi itu terasa kontroversial. Menyentak. Tapi, bagi Thariq hal itu merupakan cara paling jitu untuk menyuntikkan semangat berjuang habis-habisan bagi prajuritnya.

Dengan begitu, Thariq menutup pintu bagi prajuritnya untuk kembali ke Afrika. Tak ada jalan lain kecuali berjuang mati-matian di sini, begitulah yang ada dalam pikiran Thariq.

Bukit Calpe bagai saksi bisu kenekatan seorang patriot: di mana ia membakar perahu-perahu sebagai aksi kebulatan tekad. Di bukit itu pula, Thariq membakar semangat pasukannya, bahwa tak ada pilihan lain kecuali berjuang mati-matian.

Bukit itu dengan segala kesaksian sejarahnya seperti menjadi ikon peradaban, setelah Thariq—dengan bantuan Musa bin Nushair—berhasil dengan gemilang menaklukkan Andalusia. Dan, dari situ gong sejarah terbangunnya peradaban Eropa mulai ditabuh tangan demi tangan kaum muslimin.

Nama Bukit Calpe kemudian diganti dengan Jabal Thariq (Bukit Thariq). Tidak jelas pemilik ide dibalik pergantian nama terebut.

Atau mungkin, nama Jabal Thariq terbentuk secara alamiah oleh opini sejarah karena deretan batu karang tersebut mempunyai ikatan historis yang amat kuat dengan Thariq bin Ziyad, tokoh legendaris dibalik penyebaran Islam ke Eropa. Yang jelas, onggokan batu cadas itu menggambarkan betapa tekad seorang Thariq membatu bagai bukit karang yang tak bergeming oleh hantaman ombak.

Kini nama Jabal Thariq hanya dikenal dalam kamus Islam. Dunia, umumnya, menyebut Jabal Thariq dengan Giblartar.

Awalnya Gibraltar hanyalah nama bukit karang di tepi pantai itu. Tapi, kemudian nama tersebut dijadikan sebagai nama wilayah di semenanjung tenggara Spanyol. Gibraltar juga nama selat yang terletak antara Spayol (Eropa) dan Maroko (Afrika). Selat itu menjadi penguhubung Laut Tengah dengan Samudera Atlantik.

Secara geografis, Gibraltar memang berada di daratan Spanyol. Tapi Gibraltar masih merupakan salah satu koloni Inggris dengan status dependent berpemerintahan sendiri. Luasnya 5,8 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 29.000 Jiwa (tahun 1987).*/A. Dairabi Naji

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: