[Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 216-218]: Hukum Berperang di Bulan Haram

 

Berperang di bulan haram adalah (dosa) besar, tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, lebih besar (dosanya), inilah tafsir Surat Al-Baqarah 216-2018

ISLAM membahas masalah perang dan jihad dalam bab khusus. Termasuk bab berperang di bulan haram. Surat Al-Baqarah [2] ayat 216 menyebutkan;

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS: Al-Baqarah [2]: 216).

Kewajiban berperang

·         Berkata Al-Qurthubi “Ayat ini di dalamnya terdapat kewajiban untuk berperang.” Dan Allah menjelaskan bahwa hal ini termaksud ujian (bagi umat Islam) sekaligus sebagai sarana masuk Surga.

·         Maksud berperang di sini adalah berperang melawan musuh-musuh dari kalangan orang-orang kafir. Hal ini karena selama tinggal di Mekkah, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak diizinkan untuk berperang.ketika beliau berhijrah ke Madinah, diizinkan untuk berperang melawan orang-orang yang memerangi beliau, sebagaimana yang tersebut di dalam firman-Nya,

اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ

“Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Maha kuasa menolong mereka itu. ”(QS. Al-Hajj [22]: 39)

Setelah itu beliau diizinkan untuk memerangi kaum Musyrikin secara umum.

·         Pertama kali berjihad di jalan Allah hukumnya fardhu kifayah. Hanya saja Nabi Muhammad ﷺ jika meminta sahabat untuk berjihad, maka wajib bagi mereka untuk mentaatinya.

·         Berkata Ibnu Athiyyah “Kesepakataan Ulama masih berlaku bahwa Jihad bagi umat Nabi Muhammad ﷺ hukumnya fardhu kifayah, jika ada sebagian umat Islam yang sudah melaksanakannya, maka kewajiban bagi yang lainnya, secara otomatis menjadi gugur. Kecuali jika musuh dari luar menyerang dan masuk ke dalam masyarakat Islam, maka jihad saat itu menjadi fardhu ‘ain.

Hal ini seperti terjadinya agresi Belanda ke Indonesia, para ulama pada waktu itu mengeluarkan resolusi jihad untuk melawan para penjajah dan agresor. 

Sesuatu yang dibenci

وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ

“berjihad itu sesuatu yang kalian benci “

1.Berjihad adalah sesuatu yang dibenci karena di dalamnya terdapat pengorbanan harta, jauh dari keluarga dan kampung halaman, resiko terluka badannya, bahkan sampai kehilangan nyawa. Ini sesuau yang wajar, tidak ada satupun manusia yang normal kecuali ingin hidup normal, selamat harta dan badannya dari segala sesuatu yang menganggunya.

Jadi, ketidak sukaan mereka pada tempatnya dan sangat manusiawi. Bukan berarti mereka tidak suka dengan kewajiban berjihad.

Ini seperti halnya orang yang sakit, dia tidak suka dengan obat pahit bukan tidak suka dengan pengobatan yang berunjung kepada kesembuhannya. Dan tidak yang lebih nikmat hidup bahagia di dalam Surga di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala selamanya.

2.  Firman-Nya

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

Artinya, kadang kalian membenci sesuatu, yaitu berjihad di jalan Allah karena di dalamnya terdapat pengorbanan yang luar biasa dari harta dan jiwa, tetapi lebih baik bagi kalian karena kalian bisa menang dalam perang, mendapatkan ghanimah dan pahala yang besar di sisi Allah di akhirat serta kemuliaan di dunia atau mati syahid jika terbunuh.

3.   Firman-Nya

وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ

Artinya, dan sebaliknya kalian mencintai sesuatu, yaitu hidup nyaman, tetapi meninggalkan jihad. Hal itu walaupun kelihatan enak dan nyaman, tetapi di balik itu terdapat kejelekan dan mudharat bagi kalian, yaitu kalian akan di kalahkan oleh musuh kemudian dihinakan dan disiksa serta di  usir dari kampung halaman kalian.

4.   Hal itu terjadi di Negeri Andalus, di mana penguasa dan rakyat bersenang-senang dengan kehidupan dunia, tapi melupakan perintah Allah untuk selalu mempersiapkan kekuatan dan berjihad di jalan-Nya. Akhirnya Allah menghinakan mereka, dengan masuknya musuh ke negeri mereka.

Kemudian musuh tersebut membunuh, menyiksa dan mengusir penduduknya. Bahkan negeri yang indah dan makmur tersebut akhirnya hilang.

5.  Salah satu penyair yang bernama Abu Sa’id Adh-Dharir menulis;

“Betapa banyak hal yang kamu hindari ternyata justru membawa kepada sesuatu yang kamu senangi.”

“Sesuatu yang kamu cintai itu kadang tidak terlihat di depan matamu, yang terlihat hanyalah sesuatu yang kamu benci.”

 Dalam kehidupan sehari-hari, kandungan ayat di atas sangatlah terasa, banyak di antara kita sering mengeluhkan sesuatu, padahal sesuatu itu kadang membawa manfaat bagi kita. Sebaliknya kita sering meminta sesuatu, tapi justru sesuatu itu menjerumuskan kita pada kesengsaraan.

Allah Maha Tahu

وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

1.   Inilah penutup ayat 216 dari Surah Al-Baqarah. Penutup ini sebagai inti dari dari kandungan satu ayat di atas bahwa Allah itu Tahu apa yang sudah terjadi, apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi. Sedangkan kita sebagai hamba Allah, sebagai manusia yang sangat lemah dan banyak keterbatasannya tidak mengetahui apa-apa, kecuali yang Allah telah ajarkan kepada kita.

 2.   Keimanan seperti ini yang membuat seorang mukmin lebih kuat di dalam menghadapi ujian dan cobaan yang menimpa dirinya, terutama pada hal-hal yang sangat tidak disukai oleh jiwa menusia yang normal.

Berperang pada bulan Haram

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ  وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ  وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا  وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولِٰٕۤكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ  وَاُولِٰٕۤكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”  (QS: Al-Baqarah [2] : 217)

1.   Berkata Ibnu Abbas, “Saya tidak melihat suatu kaum yang lebih baik dari para sahabat Rasulullah ﷺ. Mereka tidaklah bertanya kecuali sebanyak 13 pertanyaan, semuanya disebutkan dalam Al-Qur’an.

Di antaranya tentang haidh, tentang bulan Haram, dan tentang anak yatim. Meeka tidaklah bertanya kecuali sesuatu yang bermanfaat untuk mereka.

2.   Rasulullah ﷺ mengutus Abdullah bin Jahsy yang merupakan saudara sepupu (Putra Bibi) Rasulullah ﷺ pada bulan Jumadil akhir, dua bulan sebelum Perang Badar, di penghujung bulan ke-17 sejak kedatangan beliau di Madinah. Beliau mengutus pula bersamanya delapan orang lain dari kaum muhajirin dengan misi untuk mencegat kafilah milik suku Quraisy yang di bawa oleh Amr bin Hadhrami dan tiga orang lainnya.

Para utusan Rasulullah ini tiga orang lainya. Para utusan Rasulullah ini lantas membunuh Amr dan menawan dua orang lainya, serta mengiring pulang unta-unta milik Quraisy yang membawa kismis dan bahan makanan serta barang dagangan Thaif. Kejadian itu berlangsung pada tanggal satu bulan Rajab, sementara mereka mengira hari itu masih bulan Jumadal akhir. Sesampainya mereka di Madinah, Nabi ﷺ bersabda kepada mereka, “Demi Allah, aku tidak menyuruh kalian berperang pada bulan Haram! “Beliau pun menghentikan proses pembagian rampasan perang. Sementara itu orang-orang Quraisy berkata, “Muhammad telah melanggar kesucian bulan Haram, padahal bulan itu adalah waktu yang aman bagi orang yang ketakutan dan waktunya orang-orang untuk mencari penghidupan!”

Dipihak lain, kaum muslimin pun berkata, “Meskipun seandainya mereka bahkan telah melakukan perbuatan dosa, yang jelas mereka pasti tidak mendapat pahala. “Allah pun menurunkan ayat

“sesunggungnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah.”

3.   Firman-Nya

قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ

“katakanlah berperang pada bulan haram adalah dosa besar”

Peristiwa pembunuhan Amr bin Hadhrawi pada awal bulan Rajab adalah perbuatan dosa besar. Karena terdapat larangan berperang pada bulan-bulan haram.

 4.   Firman-Nya

وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ

“Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi  orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah.”

Walaupun begitu disana ada perbuatan yang lebih tercela dan lebih besar dosanya di sisi Allah dari pembunuhan pada bulan Haram. Perbuatan tersebut adalah sebagai berikut;

a)   Menghalangi-halangi manusia dari jalan Allah dengan menghalangi dakwah Islam, memaksa orang Islam keluar dari agamanya, serta menutupi sarana-sarana yang menjadikan seseorang mendapat hidayah.

b)  Mengkafiri Allah

c)  Menghalangi manusia dari Masjidil Haram

d)  Mengusir penduduk Mekkah (yaitu Rasulullullah dan para sahabatnya) 

5.  Firman-Nya

وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ

“Sedangkan fitnah lebih besar dari pembunuhan”

Fitnah itu lebih  berat dari pada pembunuhan, maksud fitnah di sini adalah mengeluarkan orang Islam dari agamanya dan memaksanya untuk murtad.

6.  Firman-Nya

وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا

“Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup”

Orang-orang musyrik dan kafir secara terus menerus, tidak pernah kenal Lelah, siang dan malam, selalu berusaha memerangi umat Islam sampai umat Islam meninggalkan ajaran agama mereka.

Ada 3 hal dalam ayat di atas;

a)  Secara terus menerus

b)  Memerangi.

Di sini tidak terbatas hanya memerangi dengan senjata, tetapi juga dengan iming-iming harta, tahta dan wanita serta  media masa.

c)  Tujuannya umat Islam meninggalkan ajaran mereka. Tidak harus murtad, cukup mereka tidak mempunyai perhatian dengan ajaran agama mereka.

Ini mirip dengan firman-Nya; 

وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.” (QS: Al-Baqarah [2]: 120)

 7)  Firman-Nya

وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ

“Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat”

a) Orang yang murtad dari agama Islam kemudian meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka segala amal perbuatannya menjadi sia-sia tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ini dikuatkan oleh Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا

“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”

b)  Adapun orang yang murtad, kemudian bertaubat dan masuk Islam kembali maka amalnya tidak gugur menurut madzhab Syafi’i. jika seorang Muslim sudah melakukan ibadah haji, dan murtad, kemudian bertaubat dan masuk Islam kembali, maka hajinya tetap sah, tidak perlu mengulangi lagi. Karena terhapusnya amal adalah ketika meninggal dunia dalam keadaan murtad, sedang orang ini belum meninggal dan masuk ke dalam Islam kembali. 

c) Harta warisan orang yang murtad tidak diwariskan kepada ahli waris yang Muslim ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ 

لا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الكَافِرَ ، ولا يَرِثُ الكَافِرُ الْمُسْلِمَ

“seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang Muslim”

5.  Beriman dan berhijrah

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولِٰٕۤكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”  (QS.Al-Baqarah [2]: 218).

1)  Ayat ini turun untuk membela apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy yang membunuh Amr bin Hadhrawi dan membawa harta rampasan ke Madinah, waktu itu kaum Quraisy mengancam perbuatannya, sedang sebagian kaum Muslimin berkomentar bahwa perbuatanya tidak mendapatkan pahala. Maka turunlah ayat ini.

2)   Abdullah bin Jahsy beserta rombongannya adalah orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang mengharap rahmat Allah, bukan mengharap keuntungan dunia.

3)  Jika ada sebagian tindakannya yang salah tanpa sengaja, seperti membunuh Amr bin Hadhrawi pada bulan Haram, padahal mereka mengira itu masih berada pada bulan Halal (Jumadal ula) maka Allah Maha Pengampun dan Penyayang.

4)  Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa;

·         Amr bin Hadhrawi adalah orang yang pertama kali yang dibunuh kaum Muslimin

·         Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam bin Kisan adalah orang pertama yang ditawan oleh kaum muslimin

·         Kafilah dagang yang dirampas pada waktu itu adalah harta rampasan perang pertama yang diperoleh kaum Muslimin. Wallahu A’lam.*/Dr. Ahmad Zain An-NajahPusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI),

Rep: Ahmad
Editor: -

No comments: