Kisah Sufi: Tiga Kunjungan ke Guru Bahauddin Naqsyabandi

Kisah Sufi: Tiga Kunjungan ke Guru Bahauddin Naqsyabandi
Bahauddin Naqsyabandi pendiri tarekat Naqsyabandiyah. Foto/Ist/mhy
Kisah Tiga Kunjungan ke Guru dinukil dari "The Way of the Sufi" karya Idries Shah yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi "Reportase Dunia Ma'rifat". Berikut kisahnya.

Bahauddin Naqsyabandi dikunjungi sekelompok pencari. Mereka menemukannya di halaman, dikelilingi murid, jelas kelihatan sangat bergembira.

Beberapa dari mereka yang baru datang itu berkata: "Betapa buruknya --ini bukan cara berperilaku, apa pun dalihnya.
Mereka mencoba memprotes guru.

Lainnya mengatakan: "Bagi kami ini kelihatan baik sekali --kami menyukai pengajaran seperti ini, dan berharap ikut ambil bagian."

Namun sebagian lain mengatakan: "Sebagian dari kami merasa bingung dan berharap mengetahui lebih banyak mengenai teka-teki ini."

Sisanya berkata pada yang lainnya: "Barangkali ada hikmahnya dengan semua ini, tetapi apakah kita harus menanyakannya atau tidak, kita tidak tahu."

Guru mengusir mereka semua.

Dan semuanya tersebar, melalui percakapan maupun tulisan, pendapat mereka tentang peristiwa tersebut. Bahkan mereka yang tidak ikut mengalami langsung terpengaruh pula, dan pidato serta karya mereka mencerminkan kepercayaan mereka terhadap hal tersebut.

Beberapa waktu berikutnya, mereka lewat lagi di jalan tersebut. Singgah ke tempat sang guru.

Berdiri di pintu, mereka memperhatikan bahwa di halaman, guru dan muridnya sedang duduk, sangat sopan; dalam perenungan yang dalam. "Ini lebih baik," ujar beberapa pengunjung, "karena ia dengan jelas belajar dari protes kita."

"Ini luar biasa," ujar yang lain, "karena waktu lalu, jelas ia menguji kita."

"Ini terlalu muram,' sambung yang lain, 'karena kita akan menjumpai wajah-wajah demikian di mana-mana."

Kemudian muncul berbagai opini, suara dan sebagainya.

Sang guru, ketika waktu untuk refleksi telah usai, mengusir pengunjung-pengunjung ini.

Lama sesudahnya, sekelompok kecil kembali dan mencari penjelasan atas apa yang telah mereka alami.

Mereka mendatangi pintu gerbang, dan memandang ke halaman.

Sang guru duduk di sana, sendirian, tidak bergembira maupun meditasi. Murid-muridnya tidak terlihat lagi.

"Pada akhirnya kalian boleh mendengar keseluruhan cerita," katanya, "Karena aku sudah dapat membubarkan orang-orangku, sejak tugasku selesai."

"Ketika pertama kalian datang, kelasku sangat serius --aku sedang menerapkan perbaikan. Kedua kali kalian datang, mereka terlalu gembira-- aku sedang memperbaikinya."

"Pada saat bekerja, seseorang tidak selalu menjelaskan dirinya kepada pengunjung biasa, betapapun menariknya pengunjung tersebut, seperti yang ia kira. Ketika suatu kegiatan tengah berlangsung, yang diperhitungkan adalah kegiatan itu berjalan dengan benar. Di bawah keadaan ini, evaluasi eksternal menjadi perhatian kedua."
(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: