Hawa dari Tulang Rusuk Kiri Adam Bukan Bersumber dari Al-Quran?

Hawa dari Tulang Rusuk Kiri Adam Bukan Bersumber dari Al-Quran?
Di dalam al-Quran tidak ditemukan suatu ayat yang menyebutkan cerita tentang asal-usul kejadian perempuan. Foto/Ilustrasi: Dok SINDOnews
Tradisi pemahaman yang mempersepsikan Hawa dari tulang rusuk kiri Adam , bukan bersumber dari al-Qur'an tetapi pengaruh ajaran Kitab Suci sebelumnya.

"Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian 2:21) niscaya pendapat yang keliru tidak pernah terlintas dalam benak seorang muslim," tulis Muhammad Rasyid Ridla' dalam Tafsir al-Manar.

Dalam tulisannya berjudul "Perspektif Jender Dalam Islam" yang menjadi bagian dari buku berjudul "Jurnal Pemikiran Islam Paramadina" (1998), Nasaruddin Umar juga mengatakan dalam al-Qur'an, tidak ditemukan suatu ayat yang menyebutkan cerita tentang asal-usul kejadian perempuan. "Yang ada hanya cerita tentang kesombongan Iblis yang berdampak pada Adam dan pasangannya, harus meninggalkan surga," ujarnya.

Lihat saja kisah-kisah Adam dan pasangannya dalam QS al-Baqarah/2 :34-38, surat al-A'raf/7 :11-27, dan surat Thaha/20 :115-123.

Menurutnya, hanya ada beberapa riwayat yang kontroversi menceritakan asal-usul keberadaan kejadian perempuan, yang redaksinya hampir sama dengan cerita yang ada dalam Kitab Kejadian, seperti dalam hadis yang dikutip Nasaruddin dari Muhammad al-Razi:

Ketika Allah mengusir Iblis keluar dari Taman lalu di dalamnya ditempatkan Adam. Karena ia tidak mempunyai teman bermain maka Allah menidurkannya kemudian mengambil unsur dari tulang rusuk kirinya lalu Ia mengganti daging di tempat semula kemudian Ia menciptakan Hawa dari padanya.

Ketika bangun, Adam menemukan seorang perempuan duduk di dekat kepalanya. Adam bertanya: "Siapa anda?"

Hawa menjawab: "Perempuan."

Adam kembali bertanya: "Kenapa engkau diciptakan?"

Hawa menjawab: "Supaya engkau mendapatkan kesenangan dari diri saya."

Para malaikat berkata: "Siapa namanya?"

Dijawab: "Hawa."

Mereka bertanya: "Mengapa dipanggil Hawa? dijawab: Karena diciptakan dari sebuah benda hidup".

Menurut Nasaruddin Umar, redaksi riwayat di atas sangat mirip dengan redaksi Kitab Genesis, khususnya Pasal 21-23. Riwayat-riwayat semacam ini diragukan keabsahannya oleh, bukan saja dari kalangan feminis muslimah seperti Riffat Hasan tetapi juga kalangan ulama seperti Muhammad Rasyid Ridla.

Wibke Walther, kata Nasaruddin Umar, mendukung pendapat Rasyid Ridla dengan mengemukakan beberapa bukti sejarah bahwa pada era awal Islam, yakni pada masa Nabi, kaum perempuan mendapatkan kemerdekaan sangat berbeda dengan yang pernah membudaya sebelumnya. Belakangan setelah wilayah Islam meluas dan bersentuhan dengan budaya lain, khususnya paham asketisme Kristen kedudukan perempuan dalam dunia Islam mengalami dekadensi.

Pendapat yang sama juga diungkapkan Fatima Mernissi dan Muhammad Iqbal.

Yahudi dan Nasrani
Keberadaan Hawa untuk melengkapi salah satu hasrat Adam. Nasaruddin Umar mengatakan anggapan seperti ini dapat dilihat dalam Kitab Taurat dan Kitab Injil, seperti dalam Genesis/2:18-19 ditegaskan bahwa tidak baik seorang laki-laki sendirian dan karenanya Eva diciptakan sebagai pelayan yang tepat untuk Adam (a helper suitable for him).

"Dari pasal-pasal tersebut secara teologis mengesankan kedudukan perempuan, bukan saja sebagai subordinasi laki-laki, tetapi juga memberikan kedudukan yang inferior di dalam masyarakat," ujar Nasaruddin Umar.

Dalam sumber Yahudi, yakni dalam Midras dijelaskan bahwa secara substansial penciptaan perempuan dibedakan dengan laki-laki. Laki-laki diciptakan dengan kognitif intelektual (cognition-by-intellect/hokhmah), sedangkan perempuan diciptakan dengan kognitif instink (cognition-by-instinct/ binah).

Menurut Nasaruddin Umar, jika diperhatikan secara cermat beberapa pernyataan dalam Bible, terutama dalam Kitab Kejadian, pernyataan-pernyataan itu dengan jelas menunjukkan bahwa kedudukan perempuan sangat timpang dibanding kedudukan laki-laki.

Persoalan ini menjadi sangat fundamental karena tersurat di dalam Kitab Suci yang harus diyakini oleh pemeluknya. Hal yang seperti ini sering dijumpai dalam masyarakat, misalnya beberapa mitos destruktif tetap lestari hingga sekarang karena dianggap sebagai bagian dari doktrin agama.

Menurut Nasaruddin Umar, Al-Qur'an memberikan pandangan optimistis terhadap kedudukan dan keberadaan perempuan. Semua ayat yang membicarakan tentang Adam dan pasangannya, sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (dlamir mutsanna). Seperti kata huma, misalnya keduanya memanfaatkan fasilitas surga ( QS al-Baqarah/2 :35), mendapat kualitas godaan yang sama dari setan ( QS al-A'raf/7 :20), sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat terbuang ke bumi ( QS al-A'raf/7 :22), sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan ( QS al-A'raf/7 :23).

Setelah di bumi, antara satu dengan lainnya saling melengkapi, "mereka adalah pakaian bagimu dan kamu juga adalah pakaian bagi mereka" ( QS al-Baqarah/2 :187).

(mhy Miftah H. Yusufpati

No comments: