Baitul Hikmah, Lembar Peradaban Islam yang Hilang

Baitul Hikmah (Bayt al-Hikmah) di abad 10

Batul-Hikmah  di masa al-Ma’mun menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia, namun Baghdad hancur saat pasukan Hulagu Khan meluluhlantakkan Kota Seribu Satu Malam

SEBUAH istana berdiri megah tidak terlalu jauh dari Karkh, bagian penting kota Baghdad. Istana al-Khuld—begitulah istana itu diberi nama—merupakan pusat pemerintahan Harun al-Rasyid (786-808 M) dari Dinasti Abbasiyah.

Meski merupakan pusat pemerintahan, aktivitas politik tidak menjadi corak tunggal yang mendominasi Istana al-Khuld. Pada salah satu bagiannya, sebuah ruangan besar penuh dengan beribu-ribu jilid buku, tempat diskusi, penelitian, dan penyalinan naskah, ikut memberi warna lain dari berbagai aktivitas keistanaan.

Ruangan besar tersebut memang disediakan Khalifah Harun al-Rasyid khusus penyimpanan khazanah buku dan pusat kegiatan ilmiah di kota Baghdad. Al-Rasyid adalah pemimpin politik yang gemar mengoleksi buku-buku.

Koleksi bukunya banyak yang merupakan hasil terjemah dari buku-buku yang didapatkan melalui persinggungan pemerintahannya dengan Kerajaan Romawi. Ruang buku istana itu begitu masyhur.

Ada yang menyebutnya Baitul Hikmah atau Bayt al-Hikmah (Gudang Hikmah), adapula yang menyebutnya dengan Khizanat al-Hikmah (Tempat Penyimpanan Hikmah). Awalnya, Bayt al-Hikmah hanyalah ruang buku istana, tapi beberapa saat kemudian ia menjadi perpustakaan umum.

Perpustakaan Bayt al-Hikmah banyak menyedot pengunjung dari berbagai wilayah. Ia mempunyai pengaruh besar dalam membangkitkan minat ilmiah umat Islam ketika itu.

Setiap saat, tampak lalu lalang para ilmuwan yang mengadakan studi. Debat, diskusi, penelitian penerjemahan dan penulisan buku adalah pemandangan yang tak pernah hilang dari ruang Bayt al-Hikmah.

Konon, al-Rasyid mengangkat orang-orang khusus untuk mengelola Perpustakaan  Bayt al-Hikmah. Masing-masing pustakawan memiliki tugas berbeda. Ada yang bertugas sebagai penterjemah, penulis naskah, dan tugas-tugas kepustakaan lain.

Al-Rasyid mengangkat Yuhana bin Masawih sebagai penerjemah di Bayt al-Hikmah. Yuhana adalah seorang pemeluk Nasrani yang mempunyai keahlian menterjemah dari bahasa Yunani ke Arab.

Di ruang buku Istana, Ia menerjemah berbagai buku kedokteran yang didapat dari Kota Ankara dan Amuria semasa penaklukan terhadap wilayah-wilayah Romawi. Dalam menterjemah, Yuhana dibantu oleh beberapa orang katib (penulis naskah).

Para katib selalu berada di samping Yuhana. Mereka sibuk menulis kalimat demi kalimat yang dilontarkan Yuhana ketika menterjemah buku.

Yuhana menduduki jabatan kepala penerjemah di Bayt al-Hikmah. Termasuk dalam timnya ini, Ibnu Nubikhat, berkebangsaan Persia. Ibnu Nubikhat bertugas menterjemah buku-buku berbahasa Persia ke dalam bahasa Arab.

Di masa pemerintahan al-Ma’mun Bayt al-Hikmah maju pesat. Sebagaimana Harun al-Rasyid, al-Ma’mun penggantinya, mempunyai komitmen kuat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Selama berkuasa, al-Ma’mun memberikan perhatian amat besar terhadap kemajuan Bayt al-Hikmah. Ia mengadakan kerjasama dengan para penguasa Romawi untuk mendapatkan buku-buku kuno dari kerajaan itu.

Awalnya, Romawi sempat menolak permintaan tersebut, tapi berkat kegigihan al-Ma’mun, penguasa Romawi akhirnya mengizinkan para ilmuwan Islam mengadakan penelitian dan pelacakan berbagai khazanah Romawi Kuno.

Al-Ma’mun mengutus tim khusus untuk melaksanan tugas tersebut. Anggota tim di antaranya adalah ’ilm, al-Hajjaj bin Mathar, Yuhana bin Masawih dan Ibnu Bithriq.

Dari Romawi mereka mengangkut berbagai buku penting. Buku-buku itu kemudian diterjemah ke dalam bahasa Arab.

Pelacakan khazanah Romawi Kuno di antaranya dilakukan di Siprus, Kostantinopel dan berbagai kota penting Romawi lainnya. Di Siprus, buku-buku filsafat Yunani ditemukan di sebuah sebuah rumah kosong. Buku-buku itu kemudian dikumpulkan dalam sebuah almari khusus di Bayt al-Hikmah.

Al-Ma’mun mempercayakan pengelolaan buku-buku dari Siprus tersebut kepada Sahl bin Harun (juru tulis Bayt al-Hikmah ) untuk diterjemah dan disalin ulang.

Bayt al-Hikmah  dikelola layaknya perpustakaan modern. Koleksi buku diklasifikasi menurut isinya. Masing-masing bagian koleksi, mempunyai pengelola dan pengawas.

Klasifikasi koleksi Bayt al-Hikmah  meliputi: Fisika, filsafat dan logika, astronomi, agraria dan pertanian, matematika dan teknik, musik, dan kimia.

Selain seksi pengelola pada masing-masing bagian buku, Bayt al-Hikmah  memiliki seksi pelayanan. Mereka bertugas menyediakan kebutuhan para ilmuwan dan pelajar yang menginap di sana.

Di samping itu, mereka juga bertugas memberi pelayanan buku, mulai dari penulisan naskah sampai penyampulan. Bayt al-Hikmah pada masa al-Ma’mun betul-betul menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia.

Koleksi bukunya tidak hanya berasal dari Yunani dan Persia, tapi ada pula buku-buku berbahasa Sansekerta, Suryani, Kaldan, India dan Qibthi. Buku-buku dari berbagai bahasa tersebut telah diterjemah ke dalam bahasa Arab. Di situ tersimpan khazanah berbagai peradaban dari lembah Tigris dan Eufrat, Nil, Indus, India serta Yunani.

Bayt al-Hikmah  lebih mirip sebagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan dibanding sebagai perpustakaan murni. Di situ disediakan ruang khusus studi dan penelitian, ruang khusus mengarang dan menterjemah, ruang khusus dialog dan diskusi, serta observatorium perbintangan.

Nama dalam Sejarah

Bayt al-Hikmah adalah nostalgia indah umat Islam. Nadi ilmu pengetahuan berdenyut kencang dari gedung-gedungnya yang asri.

Ia terus menjadi pusat pencerahan dunia dari masa ke masa, wajah lain yang molek di tengah kesibukan politik. Tahun 1258 M, langit hitam pekat oleh asap.

Tahun itu, tahun kelabu Baghdad, dunia Islam dan ilmupengetahuan. Pasukan Tartar di bawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad dan berhasil merebut dan meluluhlantakkan Kota Seribu Satu Malam itu.

Perpustakaan Bayt al-Hikmah pun tak luput dari sasaran. Ikon masa keemasan Islam itu dibakar pasukan Tartar.

Konon, buku-bukunya banyak dibuang ke sungai Eufrat dan Tigris bersama mayat ribuan korban perang. Asap mengepul, hitam tebal memenuhi ruang angkasa Baghdad.

Dan, Tigris-Eufrat berubah menjadi lautan darah dan tinta serta kepulan asap hitam dari buku-buku yang dibakar.  Tinta emas pengetahuan Islam terus meluntur, hingga lembar-lembar peradabannya pun terus terbakar.*/ A. Dairobi Naji, Sidogiri, 30 Shafar 1423

Rep: Admin HidcomEditor: -

No comments: