4 Istri Nabi Muhammad SAW yang Berstatus Janda saat Dinikahi

4 Istri Nabi Muhammad SAW yang Berstatus Janda saat Dinikahi
Setidaknya ada 10 istri Nabi Muhammad SAW yang berstatus janda saat dinikahi. Foto/Ilustrasi: piterest
Setidaknya ada 10 istri Nabi Muhammad SAW yang berstatus janda saat dinikahi. Berikut adalah 4 di antaranya. Beliau adalah Khadijah binti Khuwailid, Saudah binti Zam'ah, Hafshah binti Umar, dan Zainab binti Khuzaimah.

Nabi Muhammad menikahi Siti Khadijah saat beliau berusia 25 tahun dengan status lajang. Sementara Siti Khadijah berusia 40 tahun dengan status janda.

Pada pernikahan ini, pasangan Nabi Muhammad dan Siti Khadijah dikarunia dua anak laki-laki bernama Qasim dan Abdullah (masing-masing dijuluki Ath-Thahir dan Ath-Thayyib). Keduanya meninggal muda. Selain itu empat anak perempuan yaitu Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kulthum dan Fatimah .

Setelah meninggalnya Siti Khadijah, Rasulullah tidak menikah selama satu tahun. Muhammad Hasan Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menyebut, selama 28 tahun Nabi hanya beristerikan Siti Khadijah seorang, tiada yang lain.

Setelah itu beliau menikah dengan Saudah binti Zam'ah bin Qais dari Suku Quraisy. Saudah berasal dari keturunan Luiy, salah satu nenek moyang dari Rasulullah. Ayah Saudah merupakan salah satu orang pertama yang memeluk Islam pada awal masa kenabian.

Saat dinikah Nabi Muhammad, Saudah berstatus janda. Sebelumnya, ia menikah dengan Sakran bin Amr bin Abd Syams.

Saudah dan suaminya memeluk Islam setelah dakwah Islam gencar dilakukan oleh Nabi SAW. Suami Saudah meninggal ketika perjalanan dari Abyssinia ke Mekkah atau kembali dari hijrahnya.

Dari Ibnu Abbas diceritakan bahwa Nabi SAW meminang Saudah yang sudah mempunyai 5 orang atau 6 orang anak yang masih kecil-kecil. Saudah berkata, "Demi Allah, tidak ada hal yang dapat menghalangi diriku untuk menerima dirimu, sedang kau adalah sebaik-baik orang yang paling aku cintai. Tapi aku sangat memuliakanmu agar dapat menempatkan mereka, anak-anakku yang masih kecil, berada di sampingmu pagi dan malam."

Rasulullah SAW berkata padanya, "Semoga Allah menyayangi kau, sesungguhnya sebaik-baik wanita adalah mereka yang menunggangi unta, sebaik-baik wanita Quraisy adalah yang bersikap lembut terhadap anak di waktu kecilnya dan merawatnya untuk pasangannya dengan tangannya sendiri."

Pernikahan Nabi SAW dengan Sayyidah Saudah dilaksanakan pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian. Dikatakan dalam riwayat lain tahun kedelapan Hijrah dengan mahar sekitar 400 dirham. Rasulullah kemudian mengajaknya berhijrah ke Madinah.

Menurut Haekal, tidak ada suatu sumber yang menyebutkan, bahwa Saudah adalah seorang wanita yang cantik, atau berharta atau mempunyai kedudukan yang akan memberi pengaruh karena hasrat duniawi dalam perkawinannya itu.

Perempuan yang dinikahi Rasulullah dan berstatus janda selanjutnya adalah Hafshah binti Umar bin Khattab . Sebagaimana ayahnya, Sayyidah Hafshah memiliki kepribadian yang kuat. Selain itu, beliau juga seorang wanita yang pandai dalam hal membaca dan menulis, meskipun pada waktu itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum wanita.

Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad, Sayyidah Hafshah bersuamikan Khunais bin Khudzafah As-Sahmi. Sang suami sahid pada Perang Badar, pada sekitar 2-3 Hijriyah. Sayyidah Hafshah menjadi janda saat masih muda, belum genap 18 tahun.

Umar bin Khattab sempat meminta kepada Abu Bakar untuk menikahi putrinya itu namun Abu Bakar menolak. Begitu juga Utsman bin Affan. “Saat ini aku belum ingin menikah,” jawab Utsman menolak permintaan Umar bin Khatab.

Umar tertekan karena ditolak kedua sahabatnya itu. Padahal keduanya adalah sahabat karib yang sama-sama mengetahui kedudukan Umar. Oleh karena itu, Umar merasa sedih dan terpukul kemudian pergi menghadap kepada Rasulullah untuk mengadukan nasibnya.

Rasulullah tersenyum kemudian bersabda, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman sementara Utsman akan menikah dengan wanita yang lebih baik daripada Hafshah.”

Pada bulan Sya’ban tahun ke-3 H seluruh kota Madinah memberkahi pernikahan Nabi dengan Hafshah binti Umar ibn Khattab. Dalam Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah dalam, 2018) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (M Quraish Shihab, 2018) disebutkan bahwa alasan Nabi Muhammad menikahi Sayyidah Hafshah adalah untuk memperhatikan keluarga sahabatnya, baik Umar bin Khattab maupun Khunais bi Hudzafah yang gugur di medan perang.

Janda keempat yang dinikahi Nabi Muhammad adalah Zainab binti Khuzaimah . Sebelum menikah dengan Rasulullah, Sayyidah Zainab menikah dengan Thufail bin Harits. Namun, Thufail menceraikannya karena tak kunjung memiliki anak.

Kemudian, untuk memuliakanya, saudara laki-laki Thufail, Ubaidah bin Harits, menikahinya. Ubaidah dikenal sebagai seorang prajurit penunggang kuda yang paling perkasa setelah Hamzah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib. Keperkasaannya dibuktikan hingga ia gugur syahid dalam perang Badar, Zainab pun kembali menjanda.

Untuk melindungi dan meringankan beban kehidupan Sayyidah Zainab, Rasulullah pun menikahinya. Rasulullah luluh karena kebaikan hati dan lemah lembut Zainab terhadap orang miskin. Rasulullah selalu mendahulukan kepentingan kaum Muslimin, termasuk kepentingan Sayyidah Zainab.

Sayyidah Zainab tidak terlalu cantik, tapi kecantikan hatinya yang membuat ia dinikahi Rasulullah. Beberapa sahabat juga enggan menikahinya setelah ia kehilangan Ubaidah sebagai pahlawan Badar.

Rasulullah SAW menikahi Sayyidah Zainab pada bulan Ramadhan tahun 3 Hijriyah. Nabi menikah dengan Sayyidah Zainab setelah beliau menikah dengan Sayyidah Hafshah binti Umar.

Ath-Thabary, dalam kitab As-Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil Mu’minin pun menerangkan ketika menikah, Rasulullah memberikan sebesar 10 uqiyah perak dan merayakan walimah dengan berbagai hidangan. Undangan pun tak hanya diberikan pada kaum berada, kaum dhuafa pun diundang dan duduk bersama menikmati hidangan yang disediakan.

Zainab binti Khuzaimah berasal dari klan kaya Banu Hilal. Ia berusia sekitar 30 tahun ketika dinikahi oleh Nabi Muhammad. Ia dijuluki “Ummul Masakin" (ibu orang-orang miskin) karena komitmennya dalam membantu orang-orang miskin.

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: