Rasulullah SAW Bertasbih Menggunakan Batu Kerikil?

Benarkah Rasulullah SAW Bertasbih Menggunakan Batu Kerikil?
Syaikh al-Albani menganggap tasbih dengan menggunakan tangan kiri atau dengan kedua tangannya atau dengan batu kerikil menyalahi sunnah, terlebih dengan menggunakan tasbih yang dewasa ini kita kenal. Foto/Ilustrasi: Ist
Sejatinya, Rasulullah SAW memiliki banyak mukjizat . Salah satunya, mukjizat yang menunjukkan ketika batu kerikil bertasbih di tangan Muhammad SAW . Hal itu dinukilkan dari buku berjudul "Muhammad SAW, My Beloved Prophet" oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Kisah itu diceritakan oleh Al-Hafidz Abu Bakar al-Baihaqi yang meriwayatkan dari Suwaid ibn Yazid as-Sulami.

Ia berkata, "Aku mendengar Abu Dzar al-Ghifari berkata, 'Aku tidak mengingat Utsman kecuali dengan kebaikannya setelah satu hal yang kulihat darinya'."

Abu Dzar disebutkan menjelaskan kebaikan yang ia lihat. Abu Dzar adalah seorang lelaki yang selalu mengikuti Rasulullah SAW berkhalwat.

Pada suatu hari, ia melihat Rasulullah SAW tengah duduk sendirian. Ia lantas menggunakan kesempatan itu untuk mendekatinya. Abu Dzar datang dan duduk di dekatnya. Kemudian, Abu Bakar datang dan mengucapkan salam kepada Rasulullah, dan lalu duduk di sebelah kanannya.

Tak lama kemudian, Umar datang dan mengucapkan salam, lantas duduk di sebelah kanan Abu Bakar . Baru kemudian Utsman datang dan mengucapkan salam, ia pun duduk di sebelah kanan Umar.

Di hadapan Rasulullah saat itu terdapat tujuh butir kerikil. Beliau kemudian memungut kerikil itu dengan tangannya.

"Subhanallah! Aku mendengar kerikil itu bertasbih seperti suara pohon kurma yang dijadikan mimbar Rasulullah. Rasulullah meletakkan kembali kerikil itu, dan ternyata batu itu diam," kata Abu Dzar.

Rasulullah kemudian mengambil kerikil-kerikil itu lagi dan meletakkannya di tangan Abu Bakar. Kerikil itu kembali bertasbih dan Abu Dzar juga mendengar suara kerikil itu seperti suara pohon kurma. Setelah itu, Rasulullah mengembalikan kerikil itu ke tempatnya semula.

Rasulullah lantas mengambilnya kembali dan menaruhnya di tangan Umar. Kerikil itu pun bertasbih lagi hingga Abu Dzarr kembali mendengar suaranya. Ketika Rasulullah meletakkan kerikil itu kembali, ia diam.

Kemudian kerikil itu diletakkan Rasulullah di tangan Utsman, dan kembali terdengar tasbih dari kerikil tersebut. Ketika Rasulullah meletakannya lagi, kerikil itu diam.

Nabi Muhammad SAW lantas berkata, "Mereka ini (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah para khilafah setelah nabi."

Dengan demikian, menurut penulis, mukjizat itu mengandung dua hal. Pertama, bertasbihnya kerikil tersebut di tangan Nabi SAW dan para khulafa' ar-rasyidun. Kedua, khilafah itu benar-benar hanya terbatas pada Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Setelah itu, umat Islam bergejolak.

Hadis Palsu
Selanjutnya, benarkah bila bertasbih Rasulullah SAW menggunakan kerikil sebagaimana ada hadis yang berbunyi, "Rasulullah SAW bila bertasbih menggunakan batu kerikil."

Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani dalam kitabnya berjudul "Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah" dan telah diterjemahkan AM Basamalah menjadi "Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'" menyebut itu adalah hadis ini maudhu' atau palsu.

Hadis ini diriwayatkan oleh Abul Qasim al-Jarjani dalam kitabnya, Tarikhu Jarjan (halaman 68), dengan sanad dari Shalih bin Ali an-Naufali yang dikisahkan oleh Abdullah bin Muhammad bin Rabi'ah al-Quddami, dikisahkan oleh Ibnu Mubarak dari Sufyan ats-Tsauri, dari Sumayya, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ra secara marfu'.

"Saya berpendapat bahwa riwayat ini maudhu' palsu' dan kelemahan penyakitnya adalah adanya al-Quddami --yang dinisbatkan kepada Qudamah bin Mazh'un-- yang termasuk ke dalam deretan perawi sanad tertuduh," ujar al-Albani.

Adz-Dzahabi dalam al-Mizan mengatakan, "Ia salah satu perawi dhaif, dan telah banyak meriwayatkan dari Malik riwayat yang penuh dengan penyakit."

Lebih jauh, adz-Dzahabi menyebutkan sederetan penyakit yang dibawa al-Quddami dalam kitab al-Lisan, seraya mengatakan, "Telah dinyatakan dhaif oleh Ibnu Adi dan ad-Daruquthni."

Ibnu Hibban juga mengatakan, "Orang ini terbukti telah banyak membolak-balik berita, di antaranya lebih dari seratus lima puluh riwayat dari Malik yang dibolak-baliknya. Demikian pula, ketika meriwayatkan dari Ibrahim bin Sa'ad, sebagian besar di antaranya juga dibolak-baliknya."

Al-Hakim dan an-Naqqasy mengatakan, "Orang ini (al-Quddami) telah meriwayatkan dari Malik hadis-hadis maudhu'." Sementara, Abu Na'im berkomentar, "Ia telah meriwayatkan hadis-hadis mungkar."

"Saya sendiri tidak menemukan bahwa Shalih bin Ali an-Naufali ada yang mengisahkannya," ujar al-Albani.

Selain itu, katanya lagi, hadis ini telah menyalahi riwayat sahih dari Ibnu Umar ra yang mengatakan, "Aku telah melihat Rasulullah SAW membiasakan bertasbih dengan tangan kanannya."

Riwayat ini telah dikeluarkan oleh Abu Daud (I/235) dengan sanad yang sahih, dan dinyatakan oleh an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar (halaman 23) sebagai hadis hasan.

Begitu juga oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nata 'ijul-Afkar (I/19/Q), serta telah dikeluarkan oleh an-Nasa'i dalam kitabnya, 'Amalul-Yaum wal-Lailah.

Dalam Sunan Abu Daud dan yang lainnya diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita untuk bertasbih dengan menggunakan jari-jari tangannya. Inilah sunnahnya melakukan tasbih.

"Jadi, tasbih dengan menggunakan tangan kiri atau dengan kedua tangannya atau dengan batu kerikil berarti menyalahi sunnah, terlebih dengan menggunakan tasbih yang dewasa ini kita kenal," ujar al-Albani.

Menurutnya, adapun ulama sekarang yang merasa cukup berdalil dengan keumuman hadis untuk menggunakan jari-jari tangan dan lainnya merupakan kelalaian mereka. "Sebab, sesuatu yang umum tidaklah mengharuskan untuk beramal dengannya."

Di samping itu, kata al-Albani lagi, mereka juga tidak mengenali hadis tentang kebiasaan Rasulullah SAW dalam bertasbih yang hanya menggunakan jari-jari tangan kanannya. "Tentu saja, hal ini tidaklah layak bagi orang yang termasuk ahli ilmu. Maka, berhati-hatilah dan janganlah sekali-kali termasuk orang yang lalai," ujar Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani.

(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: