Apa Itu Ijma’?

 

Ulama ushul fiqh sepakat bahwa ijma’ adalah sah dijadikan sebagai landasan hukum, Imam Syafi’i dalam ar-Risalah  mengatakan, apa yang disepakati jama’ah al-muslimin, maka wajib diikuti

SERING kita mendengar istilah Ijma’ pada satu-satu permasalahan. Ijma’ adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.

Hal mendasar yang perlu kita perjelas adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan Ijma’ dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Definisi Ijma’

Secara etimologis, Ijma’ berasal dari akar kata ajma’a, yajmi’u, ijma’an, yang wazannya kata if’alan, yang mengandung dua makna. Pertama, bermakna“ketetapan hati terhadap sesuatu (al-‘azam wa at-taṣmim ‘ala al-amr)”.

Pemaknaan ini ditemukan dalam QS: Yunus (10): 71,

فَعَلَى اللّٰهِ تَوَكَّلۡتُ فَاَجۡمِعُوۡۤا اَمۡرَكُمۡ وَشُرَكَآءَكُمۡ ثُمَّ لَا يَكُنۡ اَمۡرُكُمۡ عَلَيۡكُمۡ غُمَّةً

Aartinya: “Maka kepada Allah-lah aku bertawakkal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku.”

Kedua, bermakna “kesepakatan terhadap sesuatu (al-ittifaq ‘ala al-amr)”. Ijma’ dalam pemaknaan ini ditemukan dalam Q.S. Yusuf (12): 15:

فَلَمَّا ذَهَبُوۡا بِهٖ وَاَجۡمَعُوۡۤا اَنۡ يَّجۡعَلُوۡهُ فِىۡ غَيٰبَتِ الۡجُبِّ‌ۚ وَاَوۡحَيۡنَاۤ اِلَيۡهِ لَـتُنَـبِّئَـنَّهُمۡ بِاَمۡرِهِمۡ هٰذَا وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُوۡنَ

Artinya: “Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka memasukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedangkan mereka tidak ingin lagi (tidak menyadari).” (QS: Yusuf (12): 15).

Imam al-Ghazali Rahimahullah mendefinisikan Ijma’ dengan mengatakan: “Kesepakatan umat Muhammad ﷺ  tentang masalah agama. (Lihat Syarah Mukhtasar Ibn Hajib, Mahmud bin Abd al-Rahman al-Asbahani (1/520)).

Imam al-Thusi memberikan definisi yang sedikit berbeda dengan mengatakan: Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu waktu dari komunitas ini dalam masalah agama. Merujuk pada Syarah Mukhtasar al-Raudhah, Sulaiman al-Thusi (3/5).

Sedangkan Imam al-Zarkasyi Rahimahullah berkata: Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid ummat Muhammad ﷺ setelah wafatnya pada suatu peristiwa tentang suatu hal dalam satu zaman. (Lihat Bahrul Muhith, al-Zarkasyi (6/379-380)).

Pengertian Imam al-Zarkasyi

Berdasarkan definisi yang disebutkan oleh Imam al-Zarkasyi di atas, terdapat beberapa isi penting yang boleh dikeluarkan seperti berikut:

  • Kesepakatan orang awam di dalam sesuatu isu tidak dianggap sebagai Ijma’ karena mereka bukan mujtahid.
  • Kesepakatan masyarakat umum tentang suatu masalah tidak dianggap sebagai Ijma’ karena mereka bukan mujtahid.
  • Demikian pula, kesepakatan sebagian mujtahid tidak dihitung sebagai Ijma’.
  • Kesepakatan orang-orang sebelum Nabi Muhammad ﷺ  tidak termasuk dalam Ijma’ karena terjadi di hadapan Nabi Muhammad ﷺ.
  • Ijma’ berlaku untuk masalah syarak, ‘aqliyyat, ‘uruf, dan juga bahasa.
  • Kesepakatan para mujtahid terjadi pada zaman yang sama.

Yang dimaksud zaman di situ adalah, “Barangsiapa yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad pada saat terjadinya suatu peristiwa, maka dia termasuk anggota zaman itu.”

Ada kelompok yang ucapannya diperhitungkan dalam penentuan masalah Ijma’ dan ada pula kelompok yang ucapannya tidak diterima. Misalnya, jika Ijma’ terjadi dalam masalah fiqih, maka yang diperhitungkan adalah ucapan atau pendapat seluruh ahli hukum.

Sedangkan jika masalah tersebut merupakan masalah ushuluddin, maka diperlukan kesepakatan semua ulama ushul. Jika masalah yang dibahas adalah masalah nahu maka perlu kesepakatan semua ulama nahu untuk menjadi konsensus. (Lihat al-Bahrul Muhith, al-Zarkasyi (6/415)).

Siapa yang diikuti dalam Ijma’?

Para ulama termasuk Syeikh Fuad Abdul Mun’im telah melakukan muqaranah (perbandingan) antara kitab Ijma’ karya Ibnu al-Munzir dengan Maratib al-Ijma’ karya Ibnu Hazm dengan kesimpulan sebagai berikut:

Masalah yang disebutkan oleh Ibn al-Munzir sebagai Ijma’ tidak terpengaruh jika ada satu atau dua pendapat yang berbeda. Hal ini karena apa yang dipahami sebagai konsensus dalam pandangannya adalah kesepakatan mayoritas ulama. Sedangkan Ibnu Hazm mengemukakan masalah yang ia yakini tidak ada kesalahan di pihak para ulama.

Imam Ibnu al-Munzir hanya menempatkan masalah Ijma’ dalam bab tentang ibadah dan mu’amalat. Sementara Ibn Hazm memasukkan tidak hanya dalam bab tentang ibadah dan muamalat, beliau memasukkannya dalam bab tentang aqidah.

Kitab al-Ijma’ karya Ibn al-Munzir dianggap sebagai kitab paling terpercaya yang ditulis di dalam bidang tersebut. Sedangkan kitab Maratib al-Ijma’ menjadi medan kritik para ulama yang datang kemudian. (Lihat AlIjma’, Ibn al-Munzir. Tahqiq Fuad Abdul Mun’im Ahmad).

Kesimpulan

Definisi yang kami pilih dalam mendefinisikan Ijma’ adalah: Kesepakatan semua mujtahid dari kalangan Nabi Muhammad ﷺ tentang suatu masalah dari masalah agama dan terjadi dalam satu zaman dari zaman tertentu. Ini seperti yang dipilih oleh Imam al-Thusi seperti yang kami sebutkan di atas.

Ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa ijma’ adalah sah dijadikan sebagai landasan hukum, hal ini didasarkan pada Surat an-Nisa’ ayat 115:

وَمَنۡ يُّشَاقِقِ الرَّسُوۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَـهُ الۡهُدٰى وَ يَـتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيۡلِ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ نُوَلِّهٖ مَا تَوَلّٰى وَنُصۡلِهٖ جَهَـنَّمَ‌ ؕ وَسَآءَتۡ مَصِيۡرًا

“Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa’: 115).

Imam Syafi’i (150-204 H) dalam ar-Risalah dalam bab al-Ijma’, tidak memberikan terminologi ijma’ yang jelas. Akan tetapi secara implisit ditemukan dari pernyataan Imam asy-Syafi’i bahwa, “Barangsiapa berkata pada apa yang diucapkan (disepakati) jama’ah al-muslimin, maka wajib mereka mengikuti kesepakatan mereka.” (Al-Imam Abi ‘Abd Allah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Ar-Risalah, pen-tahqiq Ahmad Muhammad Syakir (Mesir: Dar al-Fikr).* (dari berbagai sumber)

Rep: Ahmad
Editor: -

No comments: