Amr Bin Al-Ash: Arthabon Arab yang Taklukkan Arthabon Romawi

Amr Bin Al-Ash: Arthabon Arab yang Taklukkan Arthabon Romawi
Pada tahun 43 Hijrah Amr bin Al-Ash wafat di Mesir ketika masih menjabat gubernur di sana. Foto/Ilustrasi: Ist
Amr bin Al-Ash memiliki kecerdasan yang tajam, intuisi yang kuat, dan visi yang jauh. Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab , setiap melihat seorang yang lemah akalnya, selalu menepukkan kedua telapak dengan keras karena herannya seraya berkata, “Subhanallah, sesungguhnya Pencipta orang ini dan Pencipta Amr bin Al-Ash adalah Ilah Yang Tunggal.”

Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Rijalun haular Rasul" dan telah diterjemahkan Agus Suwandi menjadi "Kisah 60 Sahabat Nabi" menyebut Amr juga seorang yang sangat berani dan keras pendiriannya.

"Pada beberapa peristiwa dan suasana, keberaniannya itu ditunjukkan dalam kelihaiannya bersiasat, hingga ia disangka orang sebagai pengecut," kata Khalid.

Padahal, itu tiada lain dari tipu muslihat yang oleh Amr digunakannya secara tepat dan dengan kecerdikan mengagumkan untuk membebaskan dirinya dari bahaya yang mengancam.

Umar bin Khattab mengenal bakat dan kelebihannya ini sebaik-baiknya, serta memperlakukan dengan sepatutnya. Karena itu, ketika ia diutus ke Syria sebelum pergi ke Mesir.

Ada yang mengatakan kepada Umar bahwa tentara Romawi dipimpin oleh Arthabon, maksudnya panglima yang lihai dan gagah berani. Jawaban Umar ialah, “Kita hadapkan Arthabon Romawi kepada Arthabon Arab, dan baiklah kita saksikan nanti bagaimana kesudahannya.”

Ternyata pertarungan itu berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Arthabon Arab, ahli tipu muslihat mereka yang ulung, Amr bin Al-Ash. Arthabon Romawi, meninggalkan tentaranya menderita kekalahan dan melarikan diri ke Mesir. Tidak lama kemudian, disusul oleh Amr ke negeri itu dan membebaskan Mesir dari penjajah Romawi.

Baca juga: Teperdaya Amr bin Al-Ash, Abu Musa Berhentikan Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah
https://kalam.sindonews.com/read/326908/70/teperdaya-amr-bin-al-ash-abu-musa-berhentikan-ali-bin-abu-thalib-sebagai-khalifah-1612616550

Cerdik dan Licin
Khalid Muhammad Khalid mengatakan tidak sedikit peristiwa yang menunjukkan bukti kecerdikan dan kelicinan Amr dengan gemilang.

Dalam hal ini kita tidak memasukkan perbuatan sehubungan dengan Abu Musa Al-Asy'ari pada peristiwa tahkim, yakni ketika kedua mereka menyetujui bahwa masing-masing akan menanggalkan Ali dan Mu'awiyah dari jabatan mereka, agar urusan itu dikembalikan kepada kaum muslimin untuk mereka musyawarahkan bersama. Ternyata Abu Musa melaksanakan hasil persetujuan tersebut, sementara Amr tidak melaksanakannya.

Bila kita ingin menyaksikan bagaimana kelicinan serta kesigapannya, pada peristiwa yang dialaminya bersama komandan benteng Babilon di saat peperangannya dengan orang-orang Romawi di Mesir.

Menurut riwayat-riwayat lain bersama Arthabon Romawi di pertempuran Yarmuk di Syria. Yakni ketika ia diundang oleh komandan benteng atau oleh Arthabon untuk berunding.

Sementara itu komandan Romawi telah menyuruh beberapa orang anak buahnya untuk menggulingkan batu besar ke atas kepalanya ketika ia hendak pulang meninggalkan benteng itu, sementara segala sesuatu dipersiapkan, agar rencana tersebut dapat berjalan lancar dan menghasilkan apa yang dimaksud mereka.

Amr pun berangkat menemui komandan musuh itu, tanpa sedikit pun menaruh curiga, dan setelah berunding, mereka pun berpisah. Tiba-tiba dalam perjalanannya ke luar benteng, ia sekilas menaruh curiga terhadap gerakan dari atas benteng hingga membangkitkan gerakan refleksnya dan dengan tangkas berhasil menghindarkan diri dengan cara yang mengagumkan.

Ia berbalik untuk membuat perhitungan dengan komandan benteng dengan langkah-langkah yang tepat dan kewaspadaan tinggi serta tidak pernah lalai seolah-olah ia tidak dapat dikejutkan oleh sesuatu pun dan tidak dapat dipengaruhi oleh rasa curiga.

Kemudian ia masuk ke dalam, lalu berkata kepada komandan, “Hatiku terbesit suatu pikiran yang ingin kusampaikan kepadamu sekarang ini. Di pos komandoku sekarang ini sedang menunggu segolongan sahabat Rasul angkatan pertama masuk Islam, di mana pendapat mereka sering didengar oleh Amirul Mukminin untuk mengambil sesuatu keputusan penting. Bahkan, setiap mengirim tentara, mereka selalu diikutsertakan untuk mengawasi tindakan tentara dan langkah-langkah yang mereka ambil. Aku bermaksud membawa mereka ke sini agar dapat mendengar dari mulutmu apa yang telah kudengar, hingga mereka memperoleh penjelasan yang sebaik-baiknya mengenai urusan kita ini.”

Komandan Romawi itu mengerti bahwa Amr bernasib mujur dan lolos dari maut. Dengan sikap gembira ia menyetujui usul Amr, hingga bila Amr nanti kembali dengan sejumlah besar pimpinan dan panglima Islam pilihan, ia akan dapat menjebak mereka semua, daripada hanya Amr seorang diri.

Tanpa sepengetahuan Amr, komandan itu menahan diri untuk tidak mengganggu Amr sambil menyiapkan kembali perangkap yang disediakan untuk panglima Islam tadi agar mereka binasa. Ia melepas Amr dengan besar hati dan menjabat tangannya dengan hangat. Ahli siasat dan tipu muslihat Arab itu menyambutnya dengan tertawa dalam hati.

Waktu subuh keesokan harinya, dengan memacu kudanya yang meringkik keras sebagai nada bangga dan mengejek, Amr kembali memimpin tentaranya menuju benteng. Kuda memang merupakan makhluk lain yang banyak mengetahui kelihaian dan kecerdikan tuannya.

Pada tahun 43 Hijrah Amr bin Al-Ash wafat di Mesir ketika masih menjabat gubernur di sana. Saat kepergiannya itu, ia mengemukakan riwayat hidupnya, “Pada mulanya aku ini seorang kafir dan orang yang sangat keras terhadap Rasulullah SAW hingga seandainya aku meninggal pada saat itu, aku pasti masuk neraka. Kemudian aku berbaiat kepada Rasulullah SAW, dan sejak itu tidak seorang pun di antara manusia yang lebih kucintai dan lebih mulia dalam pandangan mataku selain beliau."

"Seandainya aku diminta untuk melukiskannya, aku tidak akan sanggup karena rasa hormatku kepada beliau. Aku tidak akan mampu menatap beliau sepenuh mataku. Seandainya aku meninggal pada saat itu, besar harapan aku akan menjadi penduduk surga."

"Setelah itu, aku diuji dengan kekuasaan dan urusan lain yang tidak kuketahui apakah itu membawa keuntungan bagi diriku ataukah kerugian.”

Amr lalu mengangkat kepala ke arah langit dengan hati yang tunduk, sambil bermunajat kepada Rabbnya Yang Mahabesar lagi Maha Pengasih: “Ya Allah, aku tidak lepas dari kesalahan, maka ampunilah aku. Aku tidak luput dari kelemahan, maka tolonglah diriku. Bila aku tidak memperoleh karunia-Mu, aku pasti celaka.”

Demikianlah, ia asyik dalam permohonan dan penghinaan diri hingga akhirnya rohnya naik ke langit tinggi, di sisi Allah, Rabb Yang Mahasuci, sedangkan akhir ucapan penutup hayatnya ialah La Ilaha Illallah.

Di pangkuan bumi Mesir, negeri tempat ia memperkenalkan ajaran Islam itu, tubuh kasarnya bersemayam. Di atas tanahnya yang keras, majelisnya yang selama ini digunakannya untuk mengajar, mengadili, dan mengendalikan pemerintahan masih tegak berdiri mengiringi waktu, dinaungi oleh atap masjidnya yang telah berusia lanjut, yaitu Masjid Agung Al-Amr yang merupakan masjid pertama di Mesir.

Di dalamnya nama-nama Allah Yang Tunggal lagi Esa selalu disebut. Kalimat-kalimat Allah serta pokok-pokok Islam dikumandangkan ke setiap pojoknya dari atas mimbar.
a(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: