Kisah Nabi Idris, Manusia Pertama yang Menjahit dan Wafat Saat Plesir ke Surga

Kisah Nabi Idris, Manusia Pertama yang Menjahit dan Wafat Saat Plesir ke Surga
Nabi Idris adalah pelopor ilmu menjahit, ilmu menulis dan membaca, ilmu nujum dan ilmu hitung. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Nabi Idris adalah orang yang pertama kali memiliki kemampuan menjahit pakaian dan mendapatkan upah dari menjahit. Bukan hanya itu, Nabi Idris juga menjadi orang pertama kali yang bisa menulis. Bahkan, Nabi Idris pula yang menjadi pelopor ilmu nujum dan ilmu perhitungan. Lebih jauh lagi, beliau adalah orang yang pertama kali membuat takaran.

Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas (1448-1522) dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abdul Halim dengan judul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” menyatakan Nabi Idris adalah orang pertama yang menjahit pakaian dan memakai jarum.

Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas adalah Beliau salah satu sejarawan Mesir yang paling penting. Mengutip Wahab bin Munabbih, ia menjelaskan bahwa semata-mata dia diberi nama Idris karena dia banyak membaca suhuf. "Beliau adalah orang yang pertama kali menulis dengan qalam (pena). Beliau juga orang pertama yang menulis suhuf (wahyu)," jelasnya.

Menurut Ibnu Abbas ra , Allah SWT mengutus Nabi Idris AS kepada keturunan Qabil yang menyembah berhala dan menyimpang dari mentauhidkan Allah. Selain menyembah Allah, keturunan Qabil bin Adam memiliki lima berhala yang mereka sembah yaitu Wud, Siwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, yang disinggung oleh Allah di dalam al-Qur’an yang agung.

Di luar tugas berdakwah, kesibukan Nabi Idris sehari-hari adalah menjahit. Dalam setiap tusukan jarum dia bertasbih kepada Allah. Apabila lupa, jahitannya yang tidak disertai dengan tasbih kepada Allah dia udar kembali.

Beliau adalah orang yang tidak mau makan kecuali dari hasil usahanya. Beliau suka menjahit pakaian milik orang lain sehingga mendapatkan upah.

Sebelum zaman Nabi Idris, manusia memakai kain tanpa dijahit. Setelah Nabi Idris menciptakan jahitan dan menjahitnya, orang-orang menganggapnya bagus, dan mereka pun ikut menggunakan bahan pakaian yang dijahit.

Selanjutnya, Nabi Idris diberi 30 suhuf (wahyu) oleh Allah. Dia tidak pernah lesu membacanya, siang dan malam.

Para malaikat suka datang untuk mushafahah (bersalaman) dengan Nabi Idris. Setiap hari, ibadah Nabi Idris dilaporkan seukuran ibadah seluruh manusia. Saking banyaknya ibadah Nabi Idris, sampai-sampai malaikat merasa takjub kepadanya dan karenanya dia didengki oleh Iblis terlaknat. Akan tetapi, Iblis tidak menemukan cara untuk memperdayainya.

Ingin Melihat Neraka
Diriwayatkan bahwa Malaikat Maut meminta izin kepada Allah untuk berziarah kepada Idris. Dia diizinkan, lalu datang kepada Idris dalam rupa seorang laki-laki.

Idris bertanya kepadanya, “Hai laki-laki, siapa engkau?”

Laki-laki itu menjawab, “Aku adalah Malaikat Maut; aku telah meminta izin kepada Tuhanku untuk berziarah kepadamu, maka berikanlah aku izin untuk itu!”

Idris berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku mempunyai satu keperluan kepadamu.”

“Apa keperluanmu itu?” tanya Malaikat Maut.

Idris menjawab, “Cabutlah nyawaku saat ini!”

“Sesungguhnya Tuhanku belum mengizinkanku untuk melakukan itu,” ujar Malaikat Maut.

Pada waktu itu, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang ada dalam benak hamba-Ku; cabutlah ruhnya!”

Karena telah mendapatkan izin, maka pada waktu itu juga dia mencabut ruhnya. Akan tetapi, kemudian Allah menghidupkannya lagi ketika itu juga.

Idris berkata, “Hai Malaikat Maut, aku masih punya permintaan yang lain.”

“Apa itu?” tanya Malaikat Maut.

Idris berkata, “Bawalah aku ke neraka jahanam agar aku bisa melihat kengeriannya!”

Allah mengizinkan Malaikat Maut untuk melakukan perjalanan itu. Maka, dibawalah Nabi Idris oleh Malaikat Maut datang ke malaikat penjaga neraka. Allah memerintahkan kepada malaikat penjaga neraka, “Letakkanlah hamba-Ku di pinggir jahanam agar dia bisa melihat apa yang terdapat di dalamnya.”

Setelah Nabi Idris berada di sana dan melihat isi jahannam, dia pingsan karena melihat kengeriannya. Lalu Malaikat Maut menghampirinya dan membawanya lagi ke tempat asalnya.

Melihat Surga
Semenjak melakukan perjalanan ke neraka jahanam Nabi Idris tidak memakai cela di matanya menjelang tidur. Tidak bersenang-senang dengan makanan yang enak-enak dan minuman yang lezat. Dan tidak memiliki tempat tinggal yang tetap karena kengerian yang pernah dia lihat.

Nabi Idris mencurahkan diri beribadah kepada Allah dan menikah dengan seorang wanita yang kemudian mengandung anak laki-laki. Setelah anak itu terlahir, dia diberi nama Matusyilakh dan cahaya yang ada di kening Nabi Idris pindah ke kening anaknya.

Setelah anak itu besar dia diberi wasiat oleh Nabi Idris; diserahi suhuf, tali, dan tabut; dan dia diwasiati agar membaca suhuf (wahyu Allah) dan selalu mendirikan salat.

Nabi Idris berkata kepadanya, “Hai anakku, aku akan naik ke langit. Aku tidak tahu apakah akan kembali atau tidak. Maka, terimalah dariku apa yang akan kuwasiatkan kepadamu.”

Kemudian Nabi Idris masuk ke mihrabnya dan meminta kepada Allah agar diperlihatkan surga seperti Dia telah memperlihatkan neraka. Atas permintaan Idris tersebut, Allah memerintahkan kepada Malaikat Ridwan, malaikat penjaga surga, untuk menurunkan sebuah tangkai dari surga. Maka, Ridwan menurunkan tangkai dari pohon Thuba. Kemudian Nabi Idris berpegangan ke tangkai itu dan naik ke langit.

Lalu Malaikat Ridwan memasukkannya ke dalam surga. Nabi Idris melihat nikmat-nikmat yang ada di sana. Setelah cukup lama berada di dalam surga, Malaikat Ridwan berkata kepadanya, “Silakan keluar! Engkau telah melihat surga dan isinya.”

Nabi Idris berkata, “Aku tidak akan keluar. Allah berfirman: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati ( QS Ali ‘Imran [3]: 185, QS Al-Anbiyaa’ [21]: 35, QS Al-‘Ankabuut [29]: 57), dan aku telah merasakannya. Dia pun berfirman: Dan tidak ada seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka itu ( QS Maryam [19]: 71), dan aku pernah mendatanginya. Dan Dia juga berfirman: Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya (surga) ( QS Al-Hijr [15]: 48), maka aku tidak akan keluar dari surga.”

Maka, Allah mewahyukan kepada Ridwan, “Katakanlah kepada hamba-Ku, Idris, hendaklah dia jangan keluar dari surga untuk selama-lamanya.”

Wahab bin Munabbih mengatakan, Nabi Idris telah naik ke langit ketika dia berumur 365 tahun. Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa Nabi Idris dan Nabi Isa bin Maryam hidup di langit. Terkadang Nabi Idris berada di langit keempat untuk beribadah kepada Allah di langit dan terkadang bersenang-senang di surga.

Allah berfirman: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (QS Maryam [19]: 56-57).

Pelanjut Nabi Idris
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa setelah Nabi Idris AS naik ke langit, yang mengurus urusannya setelahnya adalah anaknya, Matusyilakh. Dia menghukumi di antara manusia dengan benar. Dan setelah Matusyilakh meninggal, tabut dan suhuf diserahkan kepada anaknya, Lamik.

Al-Kisa’i mengatakan bahwa Lamik itu sangat keras dan sangat kuat. Dia bisa membalikkan batu besar dan bisa mencopotnya dari gunung. Salah satu peristiwa yang terjadi kepadanya adalah bahwa pada suatu hari dia pergi ke sebuah lapangan. Dia melihat seorang wanita cantik yang sedang menggembalakan domba-dombanya. Wanita itu membuatnya kagum. Dia menghampirinya dan menanyakan namanya.

Wanita itu menjawab, “Aku adalah Fainusah binti Iklil keturunan Qabil anak Adam.”

Lamik bertanya kepadanya, “Apakah engkau mempunyai suami?”

Fainusah menjawab, “Tidak.”

Lamik berkata kepadanya, “Engkau masih kecil, seandainya engkau telah baligh, tentu aku menikahimu.”

Pada saat itu disebut baligh apabila telah mencapai umur 200 tahun. Fainusah berkata, “Sebenarnya aku telah berumur 220 tahun. Pergilah kepada bapakku dan pinanglah aku!”

Ketika Lamik mendengar itu, dia pergi kepada ayahnya dan meminangnya. Kemudian ayahnya menikahkan Fainusah dengannya. Setelah Lamik menggaulinya, Fainusah mengandung dan kemudian melahirkan anak laki-laki yang kemudian diberi nama Yasykur, dan menurut riwayat lain, dia diberi nama ‘Abdul Ghaffar, itulah Nuh .

Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa ketika waktu melahirkan telah tiba, Fainusah melahirkan Nuh di dalam gua. Dia bermaksud menyembunyikannya di sana karena takut kepada raja di zaman itu. Sebab, raja tersebut suka menawan wanita dan membunuh anak-anak kecil dengan kejam.

Setelah Fainusah melahirkan Nuh, dia pergi meninggalkannya dengan meratapinya. Akan tetapi, anak itu bersuara, “Wahai ibu, jangan khawatirkan diriku. Sebab, Dzat Yang telah menciptakanku akan menjagaku.”

Maka, pada saat itu Fainusah pergi dengan tenang. Nuh tinggal di gua itu selama 40 hari. Dan dalam 40 hari tersebut raja yang suka membunuh anak-anak kecil meninggal. Maka, Nuh dibawa oleh beberapa malaikat dan meletakkannya dalam pangkuan ibunya. Tiba-tiba, cahaya yang ada di kening bapaknya, Lamik, berpindah ke keningnya. Ibunya mendidiknya hingga dia besar.

Kemudian Nuh belajar pekerjaan tukang kayu dan menekuninya dengan sempurna. Dia suka menggembalakan kambing milik kaumnya dengan mendapatkan upah. Hal itu dilakukannya dalam waktu yang cukup lama sampai ayahnya, Lamik, meninggal. Sebelum meninggal, sang ayah mengangkatnya untuk menjadi penggantinya dan menyerahkan suhuf, tabut, dan tali kepadanya.
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: