Mar’ie Muhammad: “Mr. Clean” dan Aktivis Anti-PKI dari Kampung Ampel

Mr Clean Marie Muhammad
Bagikan:

Tahun 1995, majalah Asiamoney menganugerahi penghargaan kepada Mar’ie Muhammad atau Mr. Clean sebagai Menteri Keuangan terbaik

Abdullah Abubakar Batarfie


MENTERI Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meresmikan gedung utama kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi Gedung Mar’ie Muhammad pada 19 Januari 2017.

Pemberian nama yang dipersembahkan kepada Mar’ie Muhammad ini sebagai wujud simbolis untuk mengenang mantan Menkeu Mar’ie Muhammad atas keteladanan, kejujuran, integritas, komitmen, serta loyalitasnya terhadap pencapaian tujuan negara dan membangun Indonesia yang bersih.

Mar’ie Muhammad merupakan satu diantara para pejabat yang semasa dirinya menjabat, tak goyah oleh godaan, di saat semua orang menganggap ketiadaan integritas dimasa itu adalah suatu hal yang biasa. Ia tetap mempertahankan keteladanannya sebagai seorang pejabat yang bersih, meski berada di lahan yang “basah”. Perjuangannya dalam pemberantasan korupsi, di apresiasi oleh banyak pihak.

Mantan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang mendapatkan julukan sebagai Mr. Clean ini lahir di Ampel, kota Surabaya pada tanggal 3 April 1939. Muhammad ayahnya, yang sempat menetap di Singapura sebelum hijrah ke Surabaya, merupakan anak pendatang asal Hadramaut – Yaman. Sedangkan ibunya Khadidjah, adalah wanita Melayu berdarah Tionghoa kelahiran Singapura.

Sebagai generasi ketiga yang hijrah ke Nusantara, leluhurnya Bin Mar’i Bin Sa’id berasal dari Hadramaut, mereka mendiami sebuah kawasan di sebelah barat al-Gurfah. Nasabnya tertulis Bin Sa’id Al Katsiri yang merupakan di antara Qabail Bani Syanfar Al Katsiri dari keturunan Sa’id bin ‘Ali bin ‘Umar bin ‘Amir bin Badar bin Muhammad bin Syanfar Al Katsiri yang selanjut nya di kenal dengan Bin Mar’i Bin Sa’id. (Catatan tentang Bin Said; oleh Dr. Hasan Albarqi).

Masa kecil Mr. Clean di Surabaya

Masa kecil Mr. Clean hingga tumbuh remajanya dihabiskan di Kampung Ampel, dalam kawasan jalan sasak di Kalimas Madya, sebuah pemukiman yang dihuni oleh banyak keturunan Arab. Islam dan arab culture dilingkungan tempatnya tinggal turut membentuk kepribadiannya, termasuk kebiasaannya bersarung saat waktu senggang di rumah.

Masih di kawasan Ampel, dalam lingkungan yang terbentuk oleh atmosfer faham pembaharuan Islam yang sudah ada sejak 1919 di Surabaya, Mr. Clean kecil disekolahkan oleh kedua orang tuanya di Perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Saat itu Indonesia baru saja merdeka dan tengah dipertaruhkan oleh kaum republiken sejati, karena Belanda yang memboncengi sekutu, sejak Jepang menyerah tanpa syarat dalam perang dunia II, menginginkan tanah jajahan kembali kepangkuannya.

Letak gedung sekolah Mr. Clean kecil saat untuk pertama kalinya belajar, bukan di Jalan Dana Karya No.46, atau yang pada masa Hindia Belanda masih disebut Ambach-schoolweg No.1. Melainkan di Ampel Maghfur 22 yang asalnya dipergunakan bagi murid puteri, karena gedung sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah di jalan Dana Karya yang terkenal, setelah dikuasai Tentara Jepang dan dijadikannya Rumah Sakit Angkatan Laut, diduduki oleh Tentara Sekutu.

Perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang berada di Ampel Maghfur saat itu, untuk sementara waktu dipimpin oleh al-ustadz Ali Balbeid, karena al-Ustadz Oemar Hoebeis sebagai tokoh central di perguruan itu, sedang berada dalam arus gelombang perjuangan revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia, terutama sejak keterlibatannya bersama al-ustadz Ahmad bin Mahfudz dalam wadah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang disusul kemudian setelah pembentukan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan November 1943, dan kedudukannya sebagai anggota Komite Nasional Pusat (1947).

Dalam masa perjuangan itulah, selama berkobarnya Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia, Mr. Clean menempuh pendidkan awalnya setingkat sekolah dasar di perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya. Ia diasah guna mendapatkan kemampuan kecerdasan intelektualnya oleh guru-guru Al-Irsyad yang mumpuni, antaranya berkat gemblengan al-ustadz Abdurrahman Bahalwan, al-ustadz Mohammad Balbeid, al-ustadz Said b. Oemar Alamudi, al-ustadz Ali Alhaddadi, al-ustadz Ahmad Ali Sungkar dan al-ustadz Muhammad Kun Syarwani.

Sentuhan dari al-ustadz Oemar Hoebeis, sebagai figur kharismatik Irsyadi Surabaya tetap dialaminya, terutama penguatannya pada pemahaman spirtual (mabda’ Al-Irsyad), ahlaq dan karakter. Salah satu dari kata-kata yang diingat dan diteladaninya dari ucapannya ialah, “Apabila seseorang tidak amanah dengan uang maka dia tidak akan amanah dalam hal yang lain.” Bersambung << 2>> kariernya sempat terganjal akibat Istana mensinyalir dia aktivis HMI

Rep: Admin Hidcom
Editor: Bambang S

No comments: