Debat Sengit Kaum Muhajirin dan Anshar Jelang Pemilihan Khalifah, Abu Bakar Dibai'at

Selasa, 22 Desember 2020 - 05:00 WIB
loading...
Debat Sengit Kaum Muhajirin dan Anshar Jelang Pemilihan Khalifah, Abu Bakar Dibaiat
Ilustrasi Abu Bakar Ashidiq/Ist/miftah
Pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah yang memperbincangkan masalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW mengarah kepada keputusan yang hendak mengangkat Sa'ad bin 'Ubadah sebagai pemimpin kaum muslimin, yang bertugas meneruskan kepemimpinan Rasulullah SAW. 
Kesimpulan seperti itu segera terdengar oleh Umar Bin Khattab RA . Konon yang menyampaikan berita tentang hal itu kepada Umar ialah seorang yang bernama Ma'an bin 'Addiy. Ketika itu Umar sedang berada di rumah Rasulullah.

Pada mulanya Umar menolak ajakan Ma'an bin Adiy untuk menyingkir sebentar dari orang banyak yang sedang berkerumun di sekitar rumah Rasulullah SAW. Tetapi karena Ma'an terus mendesak, akhirnya Umar menuruti ajakannya. Kepada Umar, Ma'an memberitahukan segala yang sedang terjadi di Saqifah Bani Sa'idah. Dengan penuh kegelisahan dan kekhawatiran Ma'an menyampaikan informasi kepada Umar. 

Akhirnya ia bertanya: "Coba, bagaimana pendapat Anda?"

Tanpa menunggu jawaban Umar yang sedang berpikir itu, Ma'an berkata lebih lanjut

"Sampaikan saja berita ini kepada saudara-saudara kita kaum Muhajirin . Sebaiknya kalian pilih sendiri siapa yang akan diangkat menjadi pemimpin kalian. Kulihat sekarang pintu fitnah sudah ternganga. Semoga Allah akan segera menutupnya."

Umar sendiri ternyata tidak dapat menyembunyikan keresahannya mendengar berita itu. Ia belum tahu apa yang harus diperbuat. Oleh karena itu ia segera menjumpai Abu Bakar Ash Shiddiq r.a . yang sedang turut membantu membenahi persiapan pemakaman jenazah Rasulullah SAW. "Aku sedang sibuk. Rasulullah belum lagi dimakamkan. Aku hendak kauajak kemana?" Jawab Abu Bakar menanggapi ajakan Umar.

"Tidak boleh tidak, engkau harus ikut. Insyaa Allah kita akan segera kembali!" ujar Umar sambil menarik tangan Abu Bakar.

Akhirnya, Abu Bakar tidak dapat mengelak dan menuruti ajakan Umar. 

Sambil berjalan, Umar menceritakan semua yang didengar tentang pertemuan yang sedang berlangsung di Saqifah Bani Sa'idah. Abu Bakar merasa cemas dengan terjadinya perkembangan mendadak, di saat orang sedang sibuk mempersiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW.

Dua orang itu kemudian mengambil keputusan untuk bersama-sama berangkat menuju Saqifah Bani Sa'idah. 

Setibanya di Saqifah, mereka lihat tempat itu penuh sesak dengan orang-orang Anshar. Di tengah-tengah mereka terlentang tokoh terkemuka mereka, Sa'ad bin 'Ubadah, yang sedang sakit. Setelah mengucapkan salam dan masuk ke dalam Saqifah, Umar yang terkenal bertabiat keras itu ingin cepat-cepat berbicara. 

Namun Abu Bakar segera mencegah: "Boleh kau bicara panjang lebar nanti. Dengarkan dulu apa yang akan kukatakan. Sesudah aku, bicaralah sesukamu," ujar Abu Bakar. Umar pun diam, tak jadi bicara.

Abu Bakar Ash Shiddiq dengan penampilannya yang tenang dan berwibawa mulai berbicara.

Setelah mengucapkan salam, syahadat dan shalawat, dengan semangat keakraban ia berkata dengan tegas dan lemah lembut.

"...Allah Maha Terpuji telah mengutus Muhammad membawakan hidayat dan agama yang benar. Beliau berseru kepada ummat manusia supaya memeluk agama Islam. Kemudian Allah membukakan hati dan pikiran kita untuk menyambut baik dan menerima seruan beliau. Kita semua, kaum Muhajirin dan Anshar, adalah orang-orang yang pertama memeluk agama Islam.

Barulah kemudian orang-orang lain mengikuti jejak kita. Kami orang-orang Quraiys adalah kerabat Rasulullah SAW. Kami adalah orang-orang Arab dari keturunan yang tidak berat sebelah.

Kalian (kaum Anshar) adalah para pembela kebenaran Allah. Kalian sekutu kami dalam agama dan selalu bersama kami dalam berbuat kebajikan. Kalian merupakan orang-orang yang paling kami cintai dan kami hormati. Kalian merupakan orang-orang yang paling rela menerima takdir
Allah, dan bersedia menerima apa yang telah dilimpahkan kepada saudara-saudara kalian kaum Muhajirin. Juga kalian adalah orang-orang yang paling sanggup membuang rasa iri-hati terhadap mereka. Kalian orang-orang yang sangat berkesan di hati mereka, terutama di kala mereka dalam keadaan menderita. 
Kalian juga merupakan orang-orang yang berhak menjaga agar Islam tidak sampai mengalami kerusakan."

Demikian Abu Bakar menurut catatan Ibnu Abil Hadid, yang diketengahkannya dalam buku Syarh Nahjil Balaghah.

Orang-orang Anshar kemudian menyambut: "Demi Allah kami sama sekali tidak merasa iri hati terhadap kebajikan yang di limpahkan Allah kepada kalian (kaum Muhajirin). Tidak ada orang yang lebih kami cintai dan kami sukai selain kalian. Jika kalian sekarang hendak mengangkat seorang pemimpin dari kalangan kalian sendiri, kami rela dan akan kami bai'at. Tetapi dengan syarat, apa bila ia sudah tiada lagi --karena meninggal dunia atau lainnya-- tiba giliran kami untuk memilih dan mengangkat seorang pemimpin dari kalangan kami, kaum Anshar. Bila ia sudah tiada lagi, tibalah kembali giliran kalian untuk mengangkat seorang pemimpin dari kaum Muhajirin. Demikianlah seterusnya selama ummat ini masih ada.

"Itu merupakan cara yang paling kena untuk memelihara keadilan di kalangan ummat Muhammad. Dengan demikian setiap orang Anshar akan menjaga diri jangan sampai menyeleweng sehingga akan ditangkap oleh orang Quraiys. Sebaliknya orang Quraiys pun akan menjaga diri untuk tidak sampai menyeleweng agar jangan sampai ditangkap oleh orang Anshar."

Mendengar pendapat orang Anshar itu, Abu Bakar tampil lagi berbicara: "Pada waktu Rasulullah datang membawa risalah, orang-orang Arab bersikeras untuk tidak meninggalkan agama nenek-moyang mereka. Mereka membangkang dan memusuhi beliau. Kemudian Allah
mentakdirkan kaum Muhajirin menjadi orang-orang yang terdahulu membenarkan risalah dan beriman kepada beliau. Mereka tolong-menolong dalam membantu Rasulullah dan bersama beliau dengan tabah menghadapi gangguan-gangguan hebat yang dilancarkan oleh kaumnya
sendiri.

"Mereka tetap tangguh menghadapi musuh yang tidak sedikit jumlahnya. Mereka adalah manusia-manusia pertama di permukaan bumi ini yang bersembah sujud kepada Allah. Merekapun orang-orang pertama yang beriman kepada Rasulullah. Mereka adalah orang-orang kepercayaan dan sanak famili beliau. Mereka lebih berhak memegang kepemimpinan sepeninggal beliau. Dalam hal itu tidak akan ada orang yang menentang kecuali orang yang zalim."

"Sesudah kaum Muhajirin, tak ada orang yang mempunyai kelebihan dan kedinian memeluk Islam selain kalian. Oleh karena itu patutlah kalau kami ini menjadi pemimpin-pemimpin dan kalian menjadi pembantu-pembantu kami. Dalam musyawarah kami tidak akan mengistimewakan orang lain kecuali kalian, dan kami tidak akan mengambil tindakan tanpa kalian."

Mendengar penjelasan Abu Bakar tersebut, seorang Anshar bernama Hubab bin Al Mundzir bersitegang-leher. Ia berseru kepada kaumnya: "Hai Orang-orang Anshar! Pegang teguhlah apa yang ada di tangan kalian. Mereka itu (kaum Muhajirin) bukan lain hanyalah orang-orang yang berada di bawah perlindungan kalian. Orang-orang Anshar tidak akan bersedia menjalankan sesuatu, selain perintah yang kalian keluarkan sendiri. Kalianlah yang melindungi dan membela
Rasulullah. Kepada kalian mereka berhijrah. Kalian adalah tuan rumah lslam dan Iman.

Demi Allah, Allah tidak disembah secara terang-terangan selain di tengah-tengah kalian dan di negeri kalian. Salat pun belum pernah diadakan secara berjama'ah selain di masjid-masjid kalian. Iman pun tidak dikenal orang di negeri Arab selain melalui pedang-pedang kalian. Oleh karena itu peganglah teguh-teguh kepemimpinan kalian. Jika mereka menolak, biarlah dari kita seorang pemimpin dan dari mereka seorang pemimpin!"

Sekarang tibalah saatnya Umar bin Khattab berbicara. Dengan nada keras tertahan-tahan ia berkata: "Alangkah jauhnya pikiran itu. Dua bilah pedang tak mungkin berada dalam satu sarung! Orang-orang Arab tak mungkin rela menerima pimpinan kalian. Sebab, Nabi mereka bukan berasal dari kalian. Orang-orang Arab tidak akan menolak jika kepemimpinan diserahkan kepada golongan Quraiys. Sebab, baik kenabian maupun kekuasaan berasal dari mereka.

"Itulah alasan kami," kata Umar selanjutnya, "yang sangat jelas bagi orang-orang yang tidak sependapat dengan kami. Dan itu pulalah alasan yang sangat gamblang bagi orang-orang yang menentang pendapat kami. Tidak akan ada orang yang menentang pendapat kami mengenai kepemimpinan Muhammad dan ahli warisnya.

Tidak akan ada orang yang dapat membantah bahwa kami ini adalah orang-orang kepercayaan dan sanak famili beliau. Hanyalah orang-orang yang hendak menghidupkan kebatilan sajalah yang mau berbuat dosa, atau mereka sajalah
orang-orang yang celaka!"

Hubab bin Al-Mundzir berdiri lagi seraya berteriak: "Hai orang-orang Anshar, jangan kalian dengarkan perkataan orang itu dan rekan-rekannya! Mereka akan merampas hak kalian. Jika mereka tetap menolak apa yang telah kalian katakan, keluarkanlah mereka itu dari negeri kalian, dan peganglah sendiri kepemimpinan atas kaum muslimin. 

Kalian adalah orang-orang yang paling tepat untuk urusan itu. Hanya pedang kalian sajalah yang sanggup menyelesaikan persoalan ini dan dapat menundukkan orang-orang yang tak mau tunduk. 

Biasanya pendapatku sering berhasil menyelesaikan persoalan rumit seperti ini. Aku mempunyai cukup pengalaman dan pengetahuan tentang asal mula terjadinya persoalan seperti ini. 

Demi Allah, jika masih ada orang yang membantah apa yang kukatakan, akan kuhancurkan batang hidungnya dengan pedang ini!" Hubab berkata demikian, sambil menghunus pedang dari sarungnya.

Abu Bakar Dibai'at
Ibnu Abil Hadid dalam bukunya mengemukakan lebih lanjut tentang peristiwa debat di Saqifah Bani Sa'idah itu sebagai berikut:

Pada waktu Basyir bin Sa'ad Al-Khazrajiy melihat orang Anshar hendak bersepakat mengangkat Sa'ad bin 'Ubadah sebagai Amirul Mukminin, ia segera berdiri. Basyir sendiri adalah orang dari qabilah Khazraj. Ia merasa tidak setuju jika Sa'ad bin Ubadah terpilih sebagai Khalifah.

Berkatalah Basyir: "Hai orang-orang Anshar! Walaupun kita ini termasuk orang-orang yang dini memeluk agama Islam, tetapi perjuangan menegakkan agama tidak bertujuan selain untuk memperoleh keridhoan Allah dan Rasul-Nya. Kita tidak boleh membuat orang banyak bertele-tele, dan kita tidak ingin keridhoan Allah dan Rasul-Nya diganti dengan urusan duniawi.

Muhammad Rasulullah SAW adalah orang dari Quraiys dan kaumnya tentu lebih berhak mewarisi kepemimpinannya. Demi Allah, Allah SW tidak memperlihatkan alasan kepadaku untuk menentang mereka memegang kepemimpinan ummat. Bertakwalah kalian kepada Allah. Janganlah kalian menentang atau membelakangkan mereka!"

Mendengar suara orang Anshar memberi dukungan kepada kaum Muhajirin, Abu Bakar berkata lagi: "Inilah Umar dan Abu Ubaidah ! Bai'atlah salah seorang, mana yang kalian sukai!"

Tetapi dua orang yang ditunjuk oleh Abu Bakar menyahut dengan tegas: "Demi Allah, kami berdua tidak bersedia memegang kepemimpinan mendahuluimu. Engkaulah orang yang paling afdhal di kalangan kaum Muhajirin. Engkaulah yang mendampingi Rasulullah di dalam gua, dan engkau jugalah yang mewakili beliau mengimami shalat-shalat jama'ah selama beliau sakit.

Shalat adalah sendi agama yang paling utama. Ulurkanlah tanganmu, engkau kubai'at." 

Tanpa berbicara lagi, Abu Bakar segera mengulurkan tangan dan kedua orang itu -- yakni Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah-- segera menyambut tangan Abu Bakar sebagai tanda membai'at. 

Kemudian menyusul Basyir bin Sa'ad mengikuti jejak Umar dan Abu Ubaidah.

Pada saat itu Hubab bin Al-Mundzir berkata kepada Basyir: "Hai Basyir, engkau memecah belah! Engkau berbuat seperti itu hanya didorong oleh rasa iri hati terhadap anak pamanmu, Sa'ad bin 'Ubadah".

Begitu melihat ada seorang pemimpin qabilah Khazraj membai'at Abu Bakar, seorang terkemuka dari kabilah Aus, bernama Usaid bin Udhair, segera pula berdiri dan turut menyatakan bai'atnya kepada Abu Bakar. 

Dengan langkah Usaid ini, maka semua orang dari kabilah Aus akhirnya menyatakan bai'atnya masing-masing kepada Abu Bakar dan Sa'ad bin Ubadah terbaring tak mereka hiraukan.

Sampai hari-hari selanjutnya, Sa'ad bin 'Ubadah tetap tidak mau menyatakan bai'at kepada Abu Bakar. Hal itu sangat menimbulkan kemarahan Umar bin Khattab. 

Umar berusaha hendak menekan Sa'ad, tetapi banyak orang mencegahnya. Mereka memperingatkan Umar bahwa usahanya akan sia-sia belaka. Bagaimana pun juga Sa'ad tidak akan mau menyatakan bai'atnya. Walau sampai mati dibunuh sekalipun. Ia seorang yang mempunyai pendirian keras dan bersikap teguh. Kata mereka kepada Umar: "Kalau sampai Sa'ad mati terbunuh, anggota-anggota keluarganya tidak akan tinggal diam sebelum semuanya mati terbunuh atau gugur. Dan kalau sampai mereka mati terbunuh, maka semua orang Khazraj tidak akan berpangku tangan sebelum mereka semua mati terbunuh. Dan kalau sampai orang Khazraj diperangi, maka semua orang Aus akan bangkit ikut berperang bersama-sama orang Khazraj."
(mhy)

Miftah H. Yusufpati

No comments: